Esoknya ketika sarapan ...
“Liese ... ”
“Apa?”
“Aku akan pergi dari sini.”
Ucap Rindou dengan wajah yang datar. Suasana yang tadinya santai menjadi sedikit kelam, Rindou melanjutkan santapan lezat di pagi hari meskipun Liese masih terdiam dengan mulut menganga dan tangan kanan memegangi sendok hingga sedikit bergeming.
“Serius?”
“Tentu saja, aku punya tugas yang harus dilakukan dan berdiam diri di Kota Morez hanya menyia-nyiakan waktu ”
“Mmm ... tugas apa itu?”
Tanya Liese yang penasaran, sudah cukup lama ia tinggal di penginapan ini namun jalan pikirannya sulit ditebak.
“Mencari harta karun terpendam yang telah disembunyikan oleh seorang petualang yang hebat bersama dengan para ninja lalu melewati samudera bersama seorang laki-laki yang berjuang melawan Iblis dan mencari cara untuk mengembalikan Adiknya yang menjadi Iblis ke manusia.”
“Itu ... hebat.”
“Yah ... semua itu bohong.”
Kemudian Rindou mengunyah roti yang teksturnya agak keras namun bagian dalamnya renyah. Liese yang merasa diberi harapan palsu olehnya, memarahi Rindou yang dengan santainya menikmati sarapan paginya.
“Jika seperti itu tugasmu, kau akan pergi kapan?”
“Setelah sarapan.”
Jawaban dari Rindou membuat Liese terdiam kembali, ia tidak menyangka bahwa Rindou akan langsung pergi dari Kota Morez hanya dengan sekejap. Ia tidak ingin Rindou pergi jauh darinya, karena hanya Rindou yang dapat menghubungi Tuan Werewolf itulah yang dipikirkan oleh Liese.
“Dari pada itu, Liese ... kau harus menyembuhkan luka-lukamu itu.”
Ucap Rindou seraya menunjuk Liese yang tengah menatapnya. Liese baru saja menyadarinya, ia menanggapi ucapan Rindou dengan menunjukkan senyuman kecilnya.
“Aku tidak tahu jika luka ini dapat disembuhkan. Sihir penyembuhan adalah sihir yang cukup langka, hanya orang-orang yang diberkati yang dapat menggunakannya. Dan satu lagi, jika kau pergi maka aku akan ikut.”
“Huh? Kau bodoh ya? Membawamu hanya akan merepotkanku. Lagi pula kau anggota Keluarga Forded yang terakhir, lebih baik kau diam di Kota Morez.”
“Jika seperti itu, aku tidak bisa menemui Tuan Werewolf. Hanya kau yang dapat menghubunginya, bagaimana jika dia berpergian sama sepertimu. Aku tidak tahan hanya dengan menahan perasaan kagumku padanya, dan ... rambut hitam Tuan Werewolf sangat mempesona.”
Di akhir katanya, Liese terlihat bahagia seraya membayangkan makan malam kemarin bersama Werewolf yang merupakan Rindou itu sendiri.
“Gawat dah, otaknya sudah konslet.”
Pikir Rindou seraya meminum air bening. Peralatan makannya langsung dibereskan oleh pelayan perempuan yang merupakan anak dari pemilik penginapan, Liese masih menyisakan setengah sarapannya karena ia sedikit kesulitan karena hanya dapat melihat dengan mata kanan saja.
“Kalau begitu selamat tinggal Liese.”
Ucap Rindou seraya beranjak dari tempat duduknya, Liese terkejut akan pernyataannya yang tiba-tiba.
“Tunggu sebentar! Aku serius untuk ikut berpergian bersamamu!”
“Tidak mungkin dan mustahil, aku tidak bisa melindungi orang lain. Karena aku lemah bahkan melindungi diri sendiri pun masih lemah, apalagi dengan dua orang. Orang yang ikut denganku hanya orang yang menyia-nyiakan nyawa, peduli amat dengan cinta monyet yang hanya dari kejadian penyelamatan sederhana.”
“Apa yang kau maksud?”
“Para Pahlawan tengik yang membanggakan kekuatannya. Hanya karena ia melindungi yang lemah kemudian bisa membunuh para monster dan Iblis lalu para pengikutnya mengaguminya, maka mereka bisa membanggakan diri mereka dengan suatu penyelamatan? Tidak, karena mereka sendiri tidak sadar ... Pahlawan itu sendiri membunuh makhluk hidup yang lainnya namun mendapatkan penghargaan. Lalu sebaliknya, pikirkan saja sendiri.”
Rindou cukup emosional ketika membahas sesuatu yang tidak ia sukai secara sudut pandangnya. Ia juga tidak mempersalahkan sudut pandang orang lain, dan Liese cukup kesulitan mencerna perkataan Rindou tanpa jeda.
“Jadi, apa maksudmu?”
“Masa kau belum mengerti? Tentu saja ... aku akan melenyapkan mereka.”
Ucap Rindou dengan emosinya yang keluar, Liese yang sedikit sensitif akan perasaannya merasa memang benar dengan apa yang dikatakan oleh Rindou.
“Begitu ya ... aku hanya menjadi beban ... ”
Ucap Liese seraya merajuk dengan wajah yang sedih, ia pun menatap wajah Rindou seraya menunjukkan senyuman kecilnya.
“Jika seperti itu mau bagaimana lagi, sampai jumpa lagi ... Rindou.”
Karena ucapannya yang begitu, membuat Rindou dilema akan keinginan Liese yang egois. Ia menghirup napas seraya melihat ke atas dengan kedua matanya yang tertutup, lalu menundukkan kepala seraya menghembuskan napas.
“Baiklah, lakukan saja apa yang kau mau.”
* * * * *
Siang hari di mana matahari tepat di atas kepala mereka. Rindou melakukan perjalanannya dengan cara berjalan kaki, diikuti oleh Liese yang mengenakan mantel hitam apalagi penampilannya serba hitam.
Rindou yang melihat penampilan serba hitamnya merasa gerah hanya dengan melihat ke belakang di mana Liese berjalan dengan susah payah. Seharusnya Rindou memesan kereta kuda saja untuk melakukan perjalanan, tetapi ia juga ingin melatih tubuhnya dengan cara berjalan kaki dan menjelajahi berbagai tempat.
Liese mempercepat langkahnya sehingga ia dapat menyamai kecepatan berjalan Rindou. Ia pun berjalan di samping kanannya serta barang bawaan yang dia bawa terdapat pada ransel gendong berukuran cukup besar.
“Liese, apa kau tidak berlebihan membawa barang-barangmu?”
“Ini tidak seberapa dari pada dirimu. Dan kenapa kau hanya membawa kantong kecil yang hanya muat untuk makanan, air dan uang? Kau bawa uang berapa?”
“Dua Tyis emas.”
“Bukankah kau punya banyak?”
Tanya Liese dengan wajah polos yang tidak tahu akan alasan utamanya Rindou tiba-tiba miskin. Rindou ingin marah tetapi ia mengurungkan niatnya, di cuaca panas seperti ini hanya akan membuang energinya.
“Di perjalanan nanti kita juga bisa dapat uang.”
“Bagaiman caranya?”
“Mmm ... jika kau tanya seperti itu maka ... aku akan merampok.”
Liese terkejut akan jawaban dari Rindou dengan entengnya mengatakan hal tersebut. Liese memang tidak mengerti dengan jalan pikirannya.
“Kau akan ditangkap dan dijatuhi hukuman jika merampok.”
“Pastinya, tetapi apa kau pernah memikirkan keadaanmu ketika di posisi si perampok? Tentu tidak. Seseorang merampok itu karena ia mempunyai keluarga yang harus ia hidupi namun kehidupannya tidak berkecukupan, tapi yah ... caranya memang salah. Maka dari itu, aku memikirkan posisiku di setiap orang merasakan bagaimana rasanya menjadi ini dan itu.”
“Hebat sekali, entah kenapa kau terdengar seperti Tuan Werewolf.”
Ucapan dari Liese membuat Rindou terkejut, ia pun menjelaskan bahwa apa yang ia ucapkan tadi berasal dari perkataan Tuan Werewolf. Dan Liese yang mengetahuinya langsung mengagumi lagi sosok Tuan Werewolf, Rindou selamat dari kecurigaan.
“Liese, kau bisa menggunakan sihir penguat fisik?”
“Tentu saja, Keluarga Forded cukup terkenal akan teknik bela dirinya.”
“Baguslah kalau begitu, kita pergi.”
Rindou mengalirkan mana pada kedua kakinya lalu pergerakannya semakin cepat dan ia mulai berlari. Liese langsung menyusulnya dengan melakukan hal yang sama, sepertinya petualangan mereka berdua akan semakin runyam akan sifat yang bertolak belakang namun selaras.
* * * * *
Beberapa menit kemudian ...
“Anying dada aing sakit.”
Ucap Rindou seraya istirahat sejenak di bawah pohon di tengah-tengah perjalanan mereka yang masih jauh meskipun sudah melewati satu desa. Mereka berdua istirahat di sebuah tempat yang berada di pinggiran jalan hutan yang menuju suatu desa selanjutnya.
Liese penasaran dengan ucapan yang Rindou katakan, lalu Rindou menjelaskan bahwa apa yang ia ucapkan tadi merupakan bahasa dari kampung halamannya.
Mereka berdua memutuskan untuk istirahat lalu mengeluarkan bekal berupa roti yang di dalamnya diisi dengan madu padat. Ketika Rindou akan memakannya, Liese merebut roti tersebut dari tangannya.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah kau sudah dapat bagian?”
“Roti ini tidak akan enak jika madu di dalamnya mengering. Lihat saja.”
Liese melepas kedua sarung tangannya. Ia mulai bergumam untuk merapal suatu mantra, tangan kanannya menghasilkan api kecil lalu perlahan-lahan di dekatkan ke roti.
Tetapi, Liese sedikit tidak fokus lalu tekanan mana miliknya meningkat dan akibatnya roti milik Rindou yang akan disantap malah terbakar hangus menjadi abu.
“Apa yang kau lakukan?”
“Maafkan hamba.”
Ucap Liese yang hampir menangis karena gagal menunjukkan bahwa dirinya itu berguna. Pada akhirnya, Liese membagi dua rotinya lalu memberikan setengahnya kepada Rindou. Mereka berdua menikmatinya ditemani dengan beberapa buah-buahan.
Setelah cukup lama istirahat di bawah pohon, dari kejauhan terdapat kereta kuda yang akan melintasi mereka berdua dan sepertinya tujuannya merupakan penyuplai barang antar desa. Liese memberitahu keberadaan kereta kuda pengangkut barang tersebut.
“Kerja bagus Liese, kita pergi.”
“Eh? Ke mana?”
“Tentu saja, kita akan merampoknya.”
Meskipun Rindou bergaya dengan keren, ucapannya tidak mendukung situasi yang ia buat. Liese menghela napas, lalu menarik-narik lengan Rindou agar niatnya tidak terlaksana.
“Tolong hentikan Rindou!”
To Be Continued .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ub Chueck
beban e beban tdak tau diri
2020-06-22
2
Hanae
aya basa sunda oge euy, 😅
2020-05-27
3