"Han? Nasinya kok diaduk-aduk saja?" Tanya Bu Maharani saat mareka tengah makan malam.
Arhan tersentak dari lamunannya, ia malah tak sadar telah mengaduk-aduk nasinya.
"Kamu sakit?" Tanya Bu Maharani.
Arhan menggeleng.
"Atau makanannya yang gak enak?"
"Enak Ma! Enak kok!" Arhan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Terus kenapa? Kamu juga pucat. Akhir-akhir ini kamu juga jadi pendiam."
Wah! Hebat sekali Bu Maharani. Ia tak tahu penyebabnya adalah dia sendiri. Mengapa bisa ia tak peka tentang apa yang diinginkan anaknya.
Arhan memaksakan senyumnya di depan Mamanya. "Enggak papa Ma, Arhan gak papa. Arhan lagi kenyang, tadi habis dari kantor Arhan makan dulu."
"Beneran?"
"Iya! Makanya Arhan gak terlalu berselera Ma!" Dusta Arhan.
"Tapi kok kamu kayak orang lagi banyak pikiran saja?"
"Biasa Ma! Masalah di kantor, masalah kecil kok!"
"Meskipun masalah kecil tetap harus diselesaikan, biar masalahnya tidak besar." Nasehat Bu Mahrani.
"Iya Ma!" Angguk Arhan.
"Ma gimana kalau sebenarnya Arhan bilang masalahnya adalah Arhan merindukan Berlian. Arhan merindukan masakannya. Apa mama akan marah?"
...****************...
Hari ini Berlian bangun agak telat dari biasanya. Ia juga merasakan hawa tubuhnya yang tak enak. Setelah mandi dan bercuci muka, ia langsung menuju ke meja makan.
Makanan sudah terhidang. Ia yang bangun telat, jadi tak sempat membantu ibunya memasak.
"Kamu baru bangun?" Tanya Bu Rahma sembari menyendokkan nasi ke dalam piring Berlian.
"Iya Bu." Jawab Berlian lesu, bibirnya pun terlihat pucat.
"Kakak kok kelihatannya pucat gitu? Sakit ya?" Tanya Nautiya yang memperhatikan wajah kakaknya.
Berlian menggeleng lemah, "Enggak, mungkin karna baru bangun aja."
Nautiya mengangguk paham. Ia tak curiga, mungkin benar saja apa yang dikatakqn kakaknya itu.
Bu rahma meletakkan sepotong ikan yang sudah di masak ke dalam piring Berlian.Tapi entah mengapa melihat ikan itu Berlian merasa mual. Belum lagi baunya yang menusuk ke hidungnya, ia makin tak tahan.
Tiba-tiba saja sesuatu bergejolak dalam perut Berlian, ia ingin menumpahkan semua yang ada dalam perutnya.
"Kamu kenapa lian?" Tanya Bu Rahma yang baru saja mendaratkan bokongnya di kursi.
Berlian tak menjawab. Ia hanya menggeleng sebagai jawabannya. Namun ia terburu-buru bangkit ingin mengeluarkan isi dalam perutnya. Berlian berlari ke kamar mandi. Dan... Huek! Huek! Huek!
Semua makanan yang sempat numpang dalam perut Berlian, semuanya keluar. Ia menjadi lega sekaligus lemas setelah seisi perutnya keluar.
Bu Rahma dan Nautiya mengahampiri Berlian yang baru keluar dari kamar mandi dalam keadan lemas dan pucat.
"Kamu kenapa Lian?" Tanya Bu Rahma panik.
"Gak papa Bu! Berlian kayaknya masuk angin aja, gak enak badan."
"Kamu jangan bohong saka ibu, Bilang apa yang sebenarnya terjadi sama kamu."
"Iya kak, benar kata Ibu, sebenarnya kakak kenapa?" Tambah Nautiya.
"Kakak gak papa kok. Kamu kan tahu asam lambung kakak itu parah banget udah. Apalagi kemarin pulangnya kenak hujan, masuk angin deh." Berlian memberi alasan.
"Kamu jangan bohong sama Ibu. Ibu lebih tahu dari kamu Lian, ayo jujur sama Ibu. Sembilan bukan kamu di rahim ibu, kamu mau mencoba untuk membodohi ibu?"
Berlian menunduk dengan rasa bersalah, ia tahu ia telah membohongi ibunya.
"Apa kamu pikir ibu gak tahu Lian? Kamu muntah-muntaj setiap hampir di setiap pagi. Ayo jujur sama Ibu, kamu hamil kan?"
Berlian tak menjawab.
"Kak!" Panggil Nautiya lembut.
"Bilang Nak!"
"Maafin Berlian bu!"
Bu Rahma memeluk anak sulungnya dan menangis. Betapa malangnya Berlian, hamil namun tanpa suami. Berlian ikut menagis dalam pelukan ibunya. Nautiya iku memeluk kakaknya.
"Malang sekali nasib mu nak. Kamu diceraikan saat sedang hamil. Harusnya di saat seperti ini, suamimu mendampingimu!"
"Kak, kakak gak usah kerja lagi ya?"
Mareka saling melepaskan pelukan mareka.
"Gak bisa Tiya, kakak tetap harus kerja."
"Aku bisa kok kak membiayai hidup kita." Tegas Nautiya. "Gajiku cukup besar kok kak!"
"Untuj sementara ini kakak harus tetap kerja Ti."
"Berlian, apa Arhan tau kehamilanmu?" Kini Bu Rahma yang bertanya.
Berlian menggeleng dengan cepat dan panik. "Gak bu! Berlian gak mau Maa Arhan tahu. Mareka akan berpikir Lian memanfaatkan kehamilan ini. Biar ini menjadi rahasia dan utusan Berlian Bu!"
"Tapi Arhan harus tahu Lian, dia berhak tahu, ini anaknya." Bu Rahama mencoba menasehati Berlian.
"Jangan Bu! Ibu jangan kasig tau Mas Arhan ya? Aku mau anak ini tidak tahu menahu tentang Ayahnya. Ini akan lebih baik."
Ya semua terasa begitu rumit sekarang. Berlian yang bersikeras merahasiakan kehamilannya. Padahal pada masa seperti ini, ia sangat butuh dukungan suaminya untuk terus berada di sisinya.
...****************...
Hari ini Berlian tetap kekeuh untuk bekerja, meski Nautiya sudah melarangnya. Bukannya ia sok rajin, tapi Berlian merasa tak enak saja, belum dua bulab ia bekerja, ia sudah sering izin tidak masuk.
Di lain sisi Berlian pun tak ingin menyusahkan Nautiya juga Ibunya. Bagaimana pun juga mareka pasti akan repot dengannya.
Belum lagi Nautiya juga baru beberapa bulan bekerha di perusahaan itu, rasanya akan lebih baik bila Nautiya menggunakan uangnya untuk ditabung lebih dulu, bukan malah menanggung beban hidupnya.
Karna keadaan Berlian yang kurang bagus, jadilah di tempat kerja Berlian tidak baik-baik saja. Berkali-kali Berlian harus bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk membuang isi perutnya. Ia merasakab mual, muntah dalam waktu berdekatan. Bau masakan di restoran membuat perutnya minta dikosongkan terus menerus.
"Lian? Kalau kamu sakit pulang aja ya? Biar nanti aku yang minta izin." Ucap Rachel khawatir.
Bagaimana tidak? Berlian sudah terlihat begitu lemah dan pucat.
Berlian menggeleng, "Gak usah, aku masih kuat kok!"
"Tapi kamu kelihatannya pucat banget tuh!"
"Gak papa kok! Aku antar ini dulu ya?" Berlian mengambil nampan yqng sudah berisi makanan dan juga minuman.
"Kamu keras kepala banget!" Kesal Rachel.
Berlian hanya tersenyum lalu ia berlalu dengan nampan di tangannya. Dengan langkah lemas, Berlian sampai di meja pelanggan. Berlian meletakkan sepiring makanan dan juga minuman yang di bawanya tanpa melihat siapa yang menjadi pelanggannya.
"Berlian?"
Berlian menoleh dan memaksakan senyumnya. "???"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Maya Sari
apakah itu arhan
2023-02-15
1