Mobil berwarna putih itu berhenti di depan pekarangan rumah Berlian. Sang pengemudi turun dan memutar untuk membukakan pintu pada kursi penumpang yang berada di sebelahnya.
Setelahnya seorang perempuan dengan rambut lurus panjang turun dari mobil tersebut. Berlian.
"Terimakasih Mas Cakra, Mas gak mau mampir dulu?"
Cakra tersenyum, "Gak.usah Li, lain kali saja. Saya juga gak enak, ini sudah malam."
"Kalau gitu saya masuk dulu ya Mas? Sekali lagi terimakasih!" Ujar Berlian sembari menunduk sopan sebagai ucapan terimakasihnya.
"Santai saja, kalau butuh apa-apa kabari saya ya? Siapa tahu saya bisa bantu. Saya siap kok bantu kamu kapan pun kamu perlu." Kata Cakra sungguh-sungguh.
Berlian mengangguk. Lalu setelahnya ia melambaikan tangan setelah Cakra berada dalam mobilnya. Cakra membalas lambaian tangan itu sebelum akhirnya ia melajukan mobilnya membelah jalanan.
Setelah mobil Cakra benar-benar hilang di pandangan mata, Barulah Berluan benar-benar masuk ke dalam rumahnya.
Sampai di dalam ia langsung di cecar dengan berbagai pertanyaan oleh Ibu dan juga adiknya.
"Siapa itu Lian?" Tanya Bu Rahma ketika Berlian baru masuk.
"Teman Bu!" Jawab Berlian sembari mendaratkan bokongnya di sofa yang telah usang, warnanya telah memudar. Ia lelah.
"Tadinya aku pingsan di tempat kerja, terus ditolongin sama Dokter Cakra itu. Namanya Cakra Bu, dia Dokter kandungan." Jelas Berlian.
"Kakak pingsan?" Nautiya yang tadinya fokus dengan pekerjaan dilaptonya langsung mengalihkan atensinya pada Berlian dengan tatapan tajam.
"Iya. Tapi gak papa kok! Kata Dokter itu hal yang wajar." Dusta Berlian.
Nautiya yang duduk di samping Berlian memutar bola matanya, basi sekali kebohongan kakaknya.
"Pingsan kok wajar?" Sungut Nautiya kesal.
"Kamu itu lagi hamil, haruanya jangan kerja dulu Lian." Tegus sang ibu.
"Tapi Bu-" Berlian hendan membantah.
"Gak ada tapi-tapi kak! Berapa kali harus aku bilang, kalau kakak hanya perlu duduk manis di rumah sama Ibu. Dan aku akan ngebiayain kakak!" Tegas Nautiya.
"Gajiku cukup kok untuk kita bertiga, eits beremoat maksudnya."
"Tapi Tiya,"
"Kakak ini kenapa sih?" Kesal Nautiya. Kakaknya selalu menolak kebaikannya.
"Kak! Aku sekolah dan kuliah itu kakak yang ngebiayain! Apa aku gak boleh balas itu?"
"Bukan gitu maksud kakak Tiya." Berlian berusaha memberikan pengertian pada adik perempuannya.
"Kamu kan baru beberapa bulan bekerja, harusnya kamu bisa gunain uang kamu untuk kamu tabung dulu, buat masa depan kamu."
"Kak..." Lirih Nautiya, ia juga tahu bahwa Berlian mengkjawatirkannya. "Aku masih bisa nabung kok! Lagian kakak pikir aku setega itu? Aku gak bakalan tega membahayakan keponakan aku sendiri kak!"
Berlian kalah debat dengan Nautiya. Nautiya memang perempuan yang cerdas. Ia juga sangat tegas. Maka dulu Berlian memilih menyekolahkan Nautiya dibanding dirinya. Karna ia yakin Nautiya akan sukses.
"Iya benar kata Tiya loh Lian!" Bu Rahma ikut angkat suara. "Lagian kalau di rumah kamu bisa bantu ibu menjahit saja."
Bukan ide yang buruk. Toh Berlian memang punya sedikit keahlian di bidang menjahit.
Semenjak Nautiya bekerja, banyak juga teman Nautiya datang membawakan kain oada ibunya, agar dijahitkan menjafi baju.
"Iya deh Bu! Tapi tunggu sampai Berlian ngambil gaji bulan ini ya? Berlian kan harus ngomong dari sekarang."
...****************...
Cakra tersenyum membayangkan Berlian, apalagi kalau ingat senyunya. Manis bak gula.
Tapi lagi-lagi ia harus menepis wajah Berlian dari ingatannya, mengingat Berlian sedang hamil. Artinya ia punya suami kan?
Awalnya Cakra berpikir bahwa Berlian adalah seorang perempuan yang masih gadis. Ia pun lupa menanyakan akan hal itu. Namun setelah kemarin ia mengetahui bahwa Berlian sedang mengandung, hatinya jadi pesimis. Ia tak punya harapan dekat dengan Berlian.
Walau tahu ia tak bisa bersama Berlian. Tapi entah mengapa Cakra tetap ingin menghampiri perempuan itu.
Dan sekarang di sinilah ia berada. Di depan sebuah resto tempat Berlian bekerja.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, begitu pepatah mengatakan. Baru ia turun dari mobil, Cakra sudah melihat Berlian keluar dari resto. Sepertinya ia akan pulang. Cepat Cakra memghampiri perempuan itu.
"Hai!" Sapa Cakra dengan senyum manisnya.
"Oh! Hey Mas!" Berlian membalas sapaan itu dan tersenyum pada Cakra.
"Maa mau makan?" Tanya Berlian berbasa-basi.
"Euhmmm, enggak. Kebetulan lewat, liat kamu tadi."
"Oh..." Berlian manggut-manggut.
"Kamu mau pulang kan? Saya antar ya?" Tawar Cakra. Ah kenapa juga ia mengajak istri orang untuk pulang bersama.
"Iya sih! Tapi...,"
"Gak usah tapi-tapian dong! Mending pulang bareng saya, aman. Daripada kamu pulang sendirian, pusing, pingsan, gak ada yang lihat, kan bahaya!" Lagi-lagi kenapa ia memaksakan kehendaknya, ingin Cakra merutuki mulutnya yang tak bisa diam ini.
"Emang cocok deh jadi Dokter, perhatian sama pasiennya." Balas Berlian dengan nada bercanda.
"Kenyamanan pasien prioritas kami." Balas Cakra juga dengan nada candanya.
"Yaudah ayok! Mau magrib nih!"
Berlian mengangguk dan mengikuti langkah Cakra dari belakang. Sampai di mobil Cakra membukakan pintu untuk Berlian, sesudah Berlian masuk barulah Cakra masuk.
"Gimana keadaan kamu, udah sehat gak?" Tanya Cakra berbasa-basi dalam mobil.
"Alhamdulillah Mas! Kalau gak sehat, aku gak kerja." Jawab Berlian enteng.
"Saran saya mending kamu berhenti kerja aja deh! Soalnya kamu lagi hamil, kamu gak boleh capek tau!"
"Kata Ibu dan adik saya juga gitu. Tapi kan saya butuh uang untuk keperluan saya, juga calon anak saya!"
"Terus suami kamu? Maaf kalau pertanyaan saya menyinggung kamu." Cakra merasa tak enakan.
Berlian mengedikkan bahunya dengan tatapan kosong ke depan, tapi matanya tak bisa bohong. Netranya menyiratkan banyak tekanan padanya.
"Saya gak punya suami." Lirih Berlian pelan.
Kenapa saat mengatakan itu rasanya sakit sekali. Suaminya dulu adalah suami yanh sering ia bangga-banggakan.
Cakra pun sedikit terkejut. Tidak punya suami? Kata-kata Berlian terlalu ambigu. Maksudnya bagaimana ya? Tidak punya suami belum menikah? Atau karna belum menikah?
Cakra menaikkan alisnya sebelah. Ingin ia bertanya pada Berlian maksudnya, tapi ia urungkan niatnya. Takutnya pertanyaannya malah membuat Berlian tersinggung. Apalagi setelah melihat raut wajah Berlian yang berubah mwnjadi masam.
Tapi satu yang Cakra ketahui, ia punya kesempatan mengisi relung hati Berlian. Kosong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Diana Wiyono
kejar trs pak dokter jgn sampe lewat..ingat kt2 warkop kasino yg namanya berlian jgn sampe dilepas
2023-02-18
1
Syifaa رباني
pepetttt terus lian nya pak dokter..jangan biarin si cunguk masuk lg!! hihhhhh kezeellll klo inget mantannya lian 😅
2023-02-18
1