Cakra datang dengan banyak barang belanjaan yang menenteng di tangan kiri dan kanannya. Tentu saja itu semua untuk Berlian. Ia telah di sambut oleh Berlian di depan pintu depan. Jika ada yang melihatnya, pasti mareka akan berprasangka bahwa Berlian dan Cakra adalah sepasang suami istri.
"Kok banyak banget Mas?" Tanya Berlian sembari mengambil salah satu belanjaan dari Cakra.
"Iya dong."
Mareka langsung saja masuk dan duduk di atas sofa.
"Ini aku beli daging ayam, sapi, sama hatinya juga sekalian." Ujar Cakra sembari mengeluarkan barangnya.
"Ini ada buah jeruk sama apel, terus ini ada vitamin juga, susu sama yang terakhir ada cake brownies kesukaan kamu, biar mood kamu balik lagi."
Berlian dibuat melongo dengan apa yang dibawa Cakra, begitu banyak menurutnya.
"Banyak banget Mas."
Cakra hanya tersenyum.
Di saat-saat seperti ini, harusnya Berlian merasa senang, tapi entah mengapa hatinya menjadi kosong. Sikap Cakra kepadanya mengingaykannya pada Arhan yang dulu selalu perhatian kepadanya, tiba-tiba ia menjadi murung.
"Li...Lian?" Panggil Cakra membuyarkan lamunanmu.
"Iya Mas?"
"Kok malah ngelamun sih?" Tanya Cakra bingung.
Berlian menggeleng lesu.
"Hey!" Cakra berpindah posisi duduk untuk lebih dekat dengan Berlian. Cakra memegang kedua pundak Berlian dan menatapnya.
"Kan aku selalu bilang, kalau ada apa-apa, cerita!"
Berlian menunduk, ia tak enak jika setiap saat harus jadi beban Cakra.
"Katakan cantik, kamu kenapa?"
"Aku keinget Mas Arhan." Lirih Berlian.
Detik selanjutnya Cakra membawa Berlian kedalam pelukannya dan berbisik.
"Itu hal yang wajar kok, aku mengerti itu semua. Apalagi kamu sedang hamil, belum lagi kamu paati merasa tertekan karna perceraian kamu. Tapi, ketahuolah Lian, dia sama sekali gak punya hak untuk bikin kamu sedih. Lupakan dia, lakukan dengan pelan-pelan. Semua akan baik-baik saja, selama kamu di sisiku"
Cakra, setiap yang ia lakukan sama peraisi dengan yang Arhan lakukan dulu. Menenagkan Berlian dengan pelukan hangat dan motivasi manis dari bibirnya.
"Apa udah ngerasa lebih baik?" Tanya Cakra masih memeluk Berlian.
Berlian mengangguk, dan Cakra melerai pelukannya.
"Gimana kalau kita masak-masak, biar kamu happy lagi." Tawar Cakra.
"Bukan ide yang buruk."
Cakra menyentil hidung Berlian karna gemas. Ah sepertinya hatinya memang sudah terpatri pada Berlian.
...****************...
Arhan kembali menjumpai Rachel sepulang dari kantor. Pas juga saat iti Rachel baru keluar dari restoran tempat ia bekerja.
"Gimana Chel?" Tanya Arhan antusias.
"Apanya yang gimana pak?" Rachel balik bertanya, sebenarnya Rachel sudah sangat paham dengan kedatangan Arhan kepadanya, namun ia berlagak tak tahu.
"Berlian." Jawab Arhan, "Bagaiaman Berlian? Apa dia hamil? Apa dia baik-baik saja."
"Maaf pak, saya gak tahu." Jawab Rachel jenuh, ia capek juga dengan tingkah Arhan yang seperti ini.
"Terus, waktu kamu ke sana, gimana? Dia terima kan pemberian kamu?"
Rachel mengangguk malas.
"Nah! Kamu gak tanya-tanya gitu."
Rachel tak tahan. "Maaf ya pak kalau saya berbicara lancang kepada Bapak. Kenapa sih bapak gak datang sendiri aja menemui Berlian? Saya tahu Bapak masih mencintai dia, terlepas dari hamil atau enggaknya fia, itu tidak penting kalau memang Bapak masih mencintai dia."
Arhan tertampar dengan kata-kata Rachel. Yang diucapkan Rachel memang benar, mau hamil atau tidaknya Berlian sebenarnya ia kan masih mencintai wanita itu juga. Hanya saja, untuk menemui Berlian, ia tak punya muka.
Arhan menunduk lesu. "Saya gak punya muka untuk menemui dia." Kata Arhan jujur.
"Lantas kenapa Bapak melakukan ini semua?"
"Saya bingung bagaimana menjelaskannya pada kamu, dia menolak semua pemberian saya setelah bercerai, dia tak membawa sepeser pun uang saat keluar dari rumah saya, membuat saya terus merasa bersalah."
"Kalau begitu harusnya bapak berterus terang padanya."
"Sudah saya katakan saya tak punya muka bertemu dengan dia, selain itu saya juga tak punya akses lagi bertemu dengan dia." Jelas Arhan.
"Maka dari itu, saya butuh bantuan kamu." Lanjut Arhan.
"Maaf Pak, tapi mulai dari sekarang saya sudah tidak bisa melakukan itu lagi. Saya tidak bisa membantu bapak lagi."
"Maksud kamu?"
"Saya tidak bisa menjadi kurir Bapak lagi. Saya tidak ingin hubungan saya dan Berlian memburuk. Apa Bapak tidak sadar kalau Berlian akan curiga kalau saya terus-terusan memberikan uang secara cuma-cuma pada dia, padahal dia sendiri tahu bagaimana keadaan saya."
"Ta..tapi Chel, saya butuh kamu." Arhan keberatan.
"Maaf Pak, saya juga tak ingin mengorbankan pertemenan saya dengan Berlian. Mohon Bapak mengerti."
"Tolong! Tolong Chel!" Arhan mengiba.
"Maaf Pak, saran saya temui Berlian fan minta maaflah kepadanya. Saya yakin dia akan memaafkan Bapak."
Setelah itu Rachel mohon permisi dan berlalu dari hadapan Rachel.
"Saya permisi Pak!"
Tinggallah Arhan mematung sendirian, tak ada yang mau memihak kepadanya.
...****************...
"Kamu jahat Li, padahal aku dokter kandungan juga, masa kamu gak menghargai aku. Kamu milih dokter lain buat meriksa kamu." Ucak Cakra bercanda.
Mareka saat ini berjalan di koridor rumah sakit, untuk konsultasi dengan Dokter kandungan.
"Gak tau mas, beda aja. Kalau sama Mas Cakra itu kayak bukan lagi periksa."
Cakra tertawa keci, "Hahah ada-ada aja kamu."
"Kayaknya Mas Cakra ini Dokter gadungan deh." Balas Berlian bercanda.
"Ya udah, masuk sana, Dokternya udah nungguin tuh!"
Berlian mengangguk.
"Aku tunggu di luar ya Li?"
Berlian pun masuk ke dalam ruangan, sedang Cakra tetap berdiri di luar menunggu Berlian.
"Pak Cakra?" Sebuah suara dari belakang mengagetkan Cakra. Segera Cakra berbalik arah dan melihat siapa yang datang.
"Eh Aurel?"
"Bapak ngapain di sini?" Tanya Aurelia.
"Nunggu seseorang." Jawab Cakra.
"Siapa Pak? Yang masuk tadi?"
Aurelia memang sempat melihat seorang perempuan hamil masuk ke dalam ruangan, dan dari penglihatannya, perempuan itu mirip sekali dengan Berlian. Namun apakah Berlian hamil? Hati Aurelia bertanya-tanya.
"Ibu hamil?"
Cakra mengangguk.
"Istrinya Pak Cakra ya?" Aurelia berusaha menebak.
Cakra menggeleng, "Teman."
"Owh iya aku hampir over thinking tadi, padahal Bapak belum menikah."
Cakra tersenyum simpul menanggapi ocehan Aurelia.
"Jadi Ibu hamil yang tadi teman Bapak?" Aurelia memperjelas.
"Iya. Bye the way kamu mau ke mana?"
"Mau pulang sih Pak. Tapi saya gak ada temen, saya boleh nebeng lagi gak Pak?" Pinta Aurelia diiringi cengiran yang menampakkan sederet gigi putihnya.
"????"
"Bapak pulang sendirian kan?" Tanya Aurelia lagi untuk memastikan.
"Maaf Relia, saya gak bisa, soalnya saya bareng sama temen saya yang di dalam. Mungkin lain kali saja ya?"
"Ya sudah kalai gitu Pak, saya duluan ya?"
Dengan rasa kecewa Aurelia berlalu dari hadapan Cakra. Namun yang membuatnya penasaran, benarkah tadi itu mantan kakak iparnya? Tapi bagaimana bisa ia mengenal Cakra, atau mungkin ia salah liat?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments