Berlian mengambil koper dan menyeretnya keluar rumah. Di teras sudah ada Bu Maharani dan juga Aurelia yang sedang bersantai ria dengan secangkir teh panas masing-masing dihadapannya. Sedangkan Arhan mengikuti langkah Berlian dari belakang.
Berlian berjalan mendekat ke arah Ibu mertuanya.
"Ma!" Panggil Berlian sembari sedikit menunduk dan memberikan tangannya untuk bersalaman.
Bu Maharani hanya menatap tangan putih itu tanpa berniat membalas uluran tangan itu.
"Ma..." Arhan seolah menegur Mamanya, juga memberikan kode dengab matanya agar membalas uluran tangan Berlian.
Dengan rasa terpaksa yang tinggi, Bu Maharani membalas uluran tangan Berlian yang dengan segera Berlian menciumnya.
"Ma..., maafin segala kesalahan Berlian ya selama menjadi menantu Mama? Berlian janji setelah ini Berlian gak akan ganggu Mama lagi, Berlian juga janji gak akan menemui Mama lagi."
"Baguslah begitu, Mama juga berharap seperti itu." Sinis Bu Maharani.
"Dan Maka juga harus janji, gak akan ganggu hidup Berlian lagi, atau menemui Berlian dengan alasan apa pu."
"Tidak akan." Sarkasnya cepat.
Setelah mengatakan itu, Berlian mendekat ke arah Aurelia. Ia juga memberi tangannya untuk bersalaman. Tak ingin dimarahi Arhan, Aurelia segera menerima ulurang tangan Berlian juga memeluknya, seolah ia benar-benar perempuan yang baik.
"Maafin Mbak ya Rel? Mbak gak bisa jadi kakak ipar yang baik untuk kamu. Mbak janji gak akan mengganggu kamu. Kalau kita bertemu di jalan, anggap saja kita tidak mengenal."
Berlian mengurai pelukannya dengan Aurelia, lalu atensinya tertuju pada Arhan yang sedari tadi memperhatikannya.
"Ayok Mas?"
Arhan mengangguk.
"Sudah bercerai masih saja menyusahkan. Pakai acara diantar, taxi kan banyak. Tinggal naik taxi, selesai." Sinis Bu Maharani.
Berlian yang sudah berjalan dua langkah membalikkan badannya.
"Aku ingin Mas Arhan menjadi laki-laki yang bertanggung jawab, setidaknya sampai di sini. Dulu dia mengambilku secara baik-baik pada orang tuaku, maka sekarang dia harus memulangkan aku juga dengan cara baik-baik." Tegas Berlian.
Bu Maharani memutar bola matanya kesal. Apakah maksud Berlian tadi menyindirnya?
Setelah itu Berlian berlalu dengan koper ditangannya. Arhan coba untuk mengimbangi langkah Berlian.
"Sini kopernya aku yang bawa."
"Gak usah Mas." Tolak Berlian.
"Tapi-"
Berlian berhenti dan melirik Arhan dengan tatapan tajam. "Bisa gak sih Mas, gak usah lagi sok perhatian sama aku?"
Setelah itu Berlian langsung berlalu pergi.
...****************...
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, Berlian hanya diam saja dalam mobil. Berlian lebih memilih menatap keluar jendela, menyantap pemandangan yang tak bermakna. Manusia denga segala kegiatannya. Kendaraan yang berlalu-lalang, atau juga bangunan-bangunan tinggi nan kokoh, atau toko-toko yang berjejer dengan segala jasanya. Tak ada yang memikat hatinya.
Semua berjalan dengan semestinya, hanya hidupnyalah yang tak sesuai. Di usia pernikahannya yang kedua, juga umurnya yang menginjak dua puluh lima tahun, ia harus menyandang gelar janda. Miris.
"Ehem!" Arhan berdehem untuk menghilangkan kecanggungan.
No! Tidak! Berlian sama sekali tak menoleh. Dengan begitu, Arhan pun tak berani memulai pembicaraan, ia juga merasa canggung. Padahal biasanya banyak sekali obrolan random jika mareka berada dalam mobil. Berlian punya banyak cerita, atau kadang kala Arhanlah yang bercerita tentang masalahnya, dan mareka saling menjadi pendengar yang setia. Ah membayangkan masa-masa itu, indah sekali.
Tapi Berlian yang disampingnya, bukan lagi Berlian yang dulu. Atau apakah ternyata dirinya, Arhanlah bukan lagi Arhan yang dulu? Atau karna status mareka yang kini berbeda?
"Li..., kamu mau mampir dulu gak? Mungkin kita makan, atau beli sesuatu untuk ibu?" Arhan berusaha mencairkan suasana.
Berlian menggeleng. Itu artinya ia menolak. Padahal biasanya mareka akan antusias membawakan ibu kue, atau sebagainya.
"Tapi lian, aku gak enak loh gak bawa apa-apa. Masa ke rumah ibu dengan tangan kosong?"
Berlian memalingkan wajahnya pada Arhan, lelaki yang tidak tahu malu menurutnya.
"Mas? Bisa tidak, tidak usah sok perhatian lagi padaku atau keluargaku?"
"Tapi aku-"
"Aku adalah oleh-oleh yang Mas Arhan bawa kepada Ibu. Bukankah oleh-oleh tidak akan lagi dibawa pulang?" Berlian menaikkan sebelah alisnya dengan sinis.
Arham terdiam. Ia tahu Berlian sedang marah.
"Atau jangan-jangan Mas ingin membawakan oleh-oleh seperti Mas melamarku dulu? Mas ingin juga merayakannya seperti dulu?"
Berlian berdecak kesal. "Ck! Aneh sekali. Bahkan Mama tadi malam masak dengan sangat banyak, seolah merayakan perceraian kita." Di akhir kalimat nada Berlian yang sinis berubah menjadi getir, pahit, melankolis. Semua teraa pilu.
Setelah menempuh perjalanan sekitaran tiga puluh menit, akhirnya mareka sampai di rumah Ibunya Berlian yaitu Bu Rahma.
Rumah sederhana dengan cat putih yang sudah menua, juga berkerak, bahkan disetiap sudut kadang terdapat lumut-lumut yang bersemayam. Halamannya juga ditumbuhi rumput liar, seakan tak ada yang merawat.Maklum saja, Ibunya Berlian sudah sedikit tua, dan kurang sehat. Sedangkan adiknya yang bernama Nautiya sangay sibuk, ia akan pergi pagi lalu pulang di sore hari, karna sekarang ia sudah mulain bekerja. Jadilah tak ada yang merawat rumah.
Melihat rumah ini membuat hati Berlian terasa pilu, siapakah ia dengan semua ini?
Berlian dan Arhan turun dari mobil.
"Biar aku yang bawa koper." Ucao Arhan.
Kali ini Berlian tak lagi membantah. Setelah Arhan mengambil koper Berlian langsung saja masuk ke halaman rumah, sedangkan Arhan mengekorinya dari belakang.
Di ambang pintu sudah ada Bu Rahma dan juga Nautiya yang sudah menunggu dengan senyum mengembang. Mareka tampak menantikan kedatangan Berlian.
Bukan apa-apa, mareka memang selalu bahagia kalau Berlian dan juga Arhan berkunjung. Dan sudah tiga bulan ini mareka tidak pernah berkunjung. Biasanya sebulan sampai tiga atau empat kali. Dan hari ini mareka Arhan menelpon, bahwa ia akan ke rumah, jadilah Bu Rahama serta Nautiya menunggu mareka. Bahkan Bu Rahma memasak berbagai makanan kesukaan Arhan juga Berlian.
Sampai di ambang pintu Berlian langsung berhamburan memeluk keduanya. Ia menangis. Bu Rahma tak curiga, hanya berpikir bahwa Berlian sedang rindu. Sedangkan Arhan merasa hatinya mencelus. Hancur melihat Berlian yang hancur sebab ulahnya.
"Sudah-sudah, duduk dulu." Bu Rahma melepaskan pelukannya.
"Ayok masuk nak Arhan."
Arhan mengangguk. "Iya Bu! Maaf Arhan gak bawa apa-apa."
Arhan mendekat lalu menyalami Bu Rahma.
"Eh tidak apa-apa, sudah mau datang saja Ibu senang sekali. Ayo masuk."
Arhan masuk ke dalam rumah mengikuti Berlian, Bu Rahma juga Nautiya. Arhan memilih tempat duduk disamping Berlian berhadapan dengan Ibu mertuanya.
"Tiya! Bikin minum dulu nak untuk Mas mu, dan Kakakmu!"
"Baik Bu!" Angguk Nautiya menuruti perintah Bu Rahma lalu ia berlalu ke dapur.
"Kalian nginep di sini ya?" Tanya Bu Rahma sembari melirik koper sejenak.
"Kebetulan Ibu sama Nautiya baru selesai beres-beres, jadi kamu bisa nginep di kamar kamu lian, sudah beraih soalnya."
Berlian menggeleng, "Enggak Bu!"
"Jado kok bawa koper segala?" Tanya Bu Rahma heran.
"Oh..., pulang liburan ya?" Terka Bu Rahma dengan senyum mengembang.
Arhan menunduk. Ia tak tega berada dalam situasi seperti ini. Ia yakin Bu Rahma akan sangat terluka mengetahui perceraian mareka. Selayak-layaknya kata cerai, itu adalah hantu bagi setiap perempuan. Setidaknya itu yang Arhan tahu dari Berlian.
"Kalian ini kenapa? Kok aneh?"
Bu Rahma melihat gelagat aneh dari keduanya. Seolah tak seperti biasanya. Berlian yang lesu, juga Arhan yang banyak diam.
"Sebenarnya ada hal yang ingin Arhan sampaikan pada ibu." Arhan memberanikan diri.
"????"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Syifaa رباني
janjiii ga gangguin lian lg ya mantan mertua julid!!!!
2023-02-11
1
Maya Sari
kamu akan menyesal arhan kalo tau berlian hamil
2023-02-11
1
Maya Sari
kasian Bu Rahma
2023-02-11
1