Jarum jam bergerak sangat cepat, dan tak terasa perceraian Arhan dan Berlian hanya tinggal mengetuk palu.
Mareka sudah tak lagi bersama hampir empat bulan lamanya. Berlian menyerahkan semuanya pada pengacara tanpa mau berurusan lagi dengan perceraian.
Dan untuk menemui Berlian rasanya sangat susah. Padahal Arhan butuh Berlian untuk bisa berbicara empat mata juga memastikan kehamilan perempuan itu.
Ketika Arhan ke tempat kerja Berlian, sayangnya perempuan itu tak lagi bekerja di sana. Ke rumah? Tahu sendiri bagaimana kerasnya Nautiya.
"Gimana lagi caranya supaya bisa ketemu Berlian?"
Arhan memukul setiur mobilnya, betapa ia sangat menyesali kata talak yang kelyar dari bibirnya. Ia menjadi ingat kembali hari di mana ia menceraikan Berlian. Berlian hanya berdiri kebingungan tanpa tahu kesalahannya.
Kini Arhan duduk di restoran tempat kemarin Berlian bekerja. Rencananya ia akan bertanya-tanya tentang Berlian pada temannya.
Pas sekali pesanan Arhan datang, dan yang membawakannya adalah Rachel. Seingat Arhan, Rachel adalag teman Berlian.
Rachel meletakkan secangkir kopi yang tadi dipesan Arhan, lalu mempersilakannya. Setelahnya, Rachel langsung pergi.
"Rachel!" Panggil Arhan.
Rachel berbalik mendengar namanya dipanggil.
"Kamu Rachel kan?"
Rachel menganghuk sopan dan berdiri di samping Arhan lagi.
"Bapak manggil saya?" Tanya Rachel sopan.
"Ada hal yang ingin saya tanyakan sama kamu."
Rachel sedikit bingung.
"Kamu pasti kenal Berlian kan? Yang kemarin kerja di sini?"
"Kenal pak." Jawab Rachel jujur.
"Kamu tahu apa tentang dia?"
"???"
"Saya mantan suaminya."
Oh astaga! Sekarang Rachel ingat, ini adalah pria dua tahun yang lalu yang melamar Berlian. Pantas saja wajahnya tadi familiar.
"Saya gak ngerti maksud bapak, memang apa yang Bapak ingin ketahui tentang Berlian?" Sebenarnya Rachel rada takut dengan situasi seperti ini, ia tak ingin ikut campur kehidupan orang lain.
"Saat bekerja di sini apa dia sehat?"
"Sehat?" Beo Rachel.
"Maksud saya apa ada tanda-tanda bahwa dia hamil?"
Rachel menggeleng sembari terus berpikir. Ia kurang tahu, tapi Berlian juga tak pernah mengatakan bahwa ia hamil.
"Sepertinya enggak, tapi waktu itu Berlian pernah pingsan dan ditolong seorang Dokter, namun yang saya tahu asam lambung Berlian sudah parah, bahkan sebelum dia menikah." Jelaa Rachel.
"Berlian gak hamil? Lalu tespack itu?"
"Kalau tidak ada lagi, saya mohon permisi." Rachel undur diri.
"Eh tunggu!"
"Ada lagi pak?"
"Saya ada kerjaan untuk kamu."
...****************...
Usia kandungan Berlian memasuki empat bulan lebih. Semakin hari pun semakin terasa berbeda pada perutnya. Jika awalnya tak ada rasa apa-apa, sekarang seolah ada kupu-kupu yang bergerak dalam perutnya.
Hari ini Berlian ditemani oleh Cakra akan melakukan USG untuk melihat perkembangan janinnya.
"Ayok Berlian berbaring." Titah Cakra.
Cakra sendiri yang akan melakukan USG pada Berlian. Ah di antara mareka tidak ada lagi rasa canggung.
Berlian mengambil posisi tidur terlentang.
"Maaf ya Berlian, bajunya aku angkat sedikit."
Berlian mengangguk, dan Cakra menarik baju Berlian hingga ke dada. Perut Berlian sudah terlihat lebih membuncit dari pada sebelumnya.
Cakra mengoleskan sedikit gel pada perut Berlian. Lalu Cakra mengambil alat yang jika tak salah bernama tranducer, dan menggesek-gesekkan alat tersebut pada perut Berlian.
Ketika alat itu bergesekan di perut Berlian, maka di layar monitor Berlian dan Cakra dapat melihat pergerakan bayinya. Konon, katanya janin yang berusia empat bulan sebesar buah alpukat.
"Janinnya mungkin sebesar buah alpukat Lian. Di umur janin yang sekarang, dia udah bisa dengerin kamu Li, dia udah punya rambut, mata, juga alis." Jelas Cakra sembari terus menggesek-gesek transducer di perut Berlian.
Tak terasa air mata Berlian jatuh dengab sendirinya. Entah mengapa ia merasa terharu melihat sesuatu yang bergerak-gerak di layar monitor itu.
"Sejauh ini, sepertinya baik-baik saja. Tetap jaga pikiran dan makan makanan yang sehat ya? Jangan lupa vitamin yang aku kasih di minum setiap hari." Jelas Cakra kemudian menyudahi USGnya.
"Jangan lupa istirahat yang cukup Lian, banyakin minum air putih juga. Sekarang banyak sekali anak-anak yang stunting, maka dari itu kita bisa mencegahnya mulai dari masa kehamilan."
Cakra melirik Berlian, karna sedari tadi Berlian tidak menyahutinya. Berlian menangis. Cakra cepat-cepat mengambil tisu dan mengelap perut Berlian. Setelahnya Berlian menurunkan bajunya lagi. Tuhan!
Berlian bangkit dan duduk, ia masih sibuk mengelap air matanya.
"Sudah jangan nangis." Cakra mendekat dan menghapus air mata Berlian.
"ini emang berat." Bisik Cakra kemudian membawa Berlian ke dalam pelukannya.
"Aku di sini selalu ada buat kamu, kapan pun kamu butuh. Jangan merasa sendiri."
Tapi Berlian sudah tak mampu lagi membalas perkataan Cakra. Semua terasa campur aduk. Haru dan sedih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Maya Sari
semangat Lian ,,, kebahagiaan akan menghampiri mu ,,,
2023-03-04
0