16. Kenyataan Pahit

Pukul sepuluh pagi Alvian tiba di rumah sakit setelah menerima kabar dari satpam yang langsung menghubunginya sesaat setelah kecelakaan itu terjadi.

Dengan raut panik Alvian berlarian menuju ruangan Amara, dia baru saja mendapat informasi tentang putrinya itu dari seorang suster.

Namun sebelum tiba di depan pintu ruangan Amara, langkah Alvian seketika terhenti. Matanya terbelalak menangkap keberadaan seorang wanita yang tengah duduk di kursi tunggu.

Mendadak jantung Alvian berdetak kencang dengan pandangan menggelap. Netra-nya tak lagi bisa menampung cairan yang sudah menggenang.

Baru saja Alvian hendak mendekat, tiba-tiba langkahnya kembali terhenti saat mendapati seorang pria yang lebih dulu duduk di samping wanita itu.

"Ini, minumlah dulu!" ucap pria itu pada wanita yang duduk di sebelahnya. Pria itu menyodorkan botol air mineral dan memeluk pinggang wanita itu.

Ya, wanita itu adalah Anika, gadis yang tiba-tiba menghilang saat bersama Alvian malam itu. Dan kini dia tiba-tiba muncul bersama seorang pria yang tidak Alvian kenal.

"Makasih," Anika mengambil botol itu dan merebahkan kepalanya di lengan pria itu.

Alvian yang melihat pemandangan itu dengan cepat membuang muka. Entah kenapa dia merasa tidak rela melihat Anika bersama pria lain, dadanya mendadak ngilu seiring air mata yang jatuh membasahi pipi.

Alvian pun dengan cepat menyapu wajahnya dan bersikap seolah-olah tidak melihat dan merasakan apa-apa. Dia kemudian berdiri di depan pintu ruangan dengan posisi memunggungi Anika. Dia tidak sanggup menatap muka sepasang anak manusia itu lebih lama.

Sadar akan kehadiran seseorang yang sudah berdiri di hadapannya, Anika pun menjauhkan kepalanya dari lengan pria itu. Dia menatap lekat punggung Alvian yang dia sendiri bisa langsung mengenalinya.

"Pak," sapa Anika, dia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Alvian.

"Pak," sapa Anika lagi setelah berdiri di samping ayah satu anak itu. Alvian pun memutar leher dan mengukir senyum tipis.

"Kamu di sini?" Alvian berlagak seakan-akan tidak melihat Anika sebelumnya. Dia sengaja bersikap santai untuk menetralisir perasaan kecewa yang menghujam jantungnya.

"Hmm... Aku yang membawa Amara ke sini." angguk Anika. "Maaf, aku tidak bisa menyelamatkan Amara dari kecelakaan itu." imbuhnya merasa bersalah.

"Ya, tidak apa-apa. Mungkin ini sudah kehendak yang di atas. Kalau begitu terima kasih atas bantuannya." ucap Alvian dingin, kemudian membuang pandangannya ke arah lain.

"Ya," Anika mengangguk lemah, dia tidak tau harus berkata apa lagi, dia merasa gugup berada didekat Alvian.

"Apa kamu ayah dari anak itu?" tanya pria yang bersama Anika tadi, dia mendekati keduanya dan berdiri di samping Anika. Sebelah tangannya tiba-tiba menggantung di pundak gadis itu.

"Iya, aku ayahnya, terima kasih atas bantuan kalian." jawab Alvian menatap pria itu sekilas lalu membuang pandangannya kembali. Anika yang melihat itu merasa aneh dengan gelagat Alvian, tidak biasanya ayah satu anak itu seperti ini.

Apa Alvian seperti ini karena cemas memikirkan keadaan Amara? Entahlah, Anika sendiri tidak tau jawabannya.

"Baguslah, kalau begitu kami permisi dulu. Kami masih ada urusan ke kantor KUA," ucap pria itu gamblang. Seketika Alvian menoleh ke arah Anika dan menatapnya dengan sendu. Anika sendiri hanya diam dengan wajah ditekuk menghadap lantai.

"Apa kalian sepasang kekasih?" tanya Alvian memberanikan diri, padahal jantungnya tengah berkecamuk menahan rasa sakit yang dia sendiri tidak tau kenapa.

"Hehe, kurang lebih seperti itu. Gadis ini terlalu menarik, aku tidak bisa melepaskannya begitu saja." seloroh pria itu.

"Oh," Alvian mencoba meredam segala rasa yang tengah menggerogoti dadanya. Dia kemudian mengukir senyum dan mengulurkan tangan ke arah pria itu. "Selamat untuk kalian berdua, semoga bahagia."

Setelah mengatakan itu, Alvian pun memilih pergi dari hadapan keduanya. Rasa sakit itu semakin mengoyak batin sehingga tubuhnya mendadak lemas kehilangan tenaga.

Rasanya Alvian ingin meraung sejadi-jadinya. Apa itu artinya Anika akan menjadi milik orang lain? Lalu bagaimana dengan Amara? Bocah itu pasti hancur jika tau bahwa Anika tidak bisa lagi menjadi mamanya.

Alvian benar-benar rapuh saat ini. Tubuhnya jatuh di lantai dengan air mata yang terus saja berjatuhan membasahi pipi.

"Maafkan Papa, Amara. Papa tidak bisa mewujudkan keinginan kamu, Mama Anika bukan milik kita lagi. Mama akan menikah dengan orang lain." lirih Alvian terisak di koridor menuju toilet. Dunianya seakan runtuh mengingat kenyataan pahit yang harus dia alami.

Tanpa Alvian sadari, ternyata Anika sudah berdiri tak jauh dari tempatnya terhenyak. Gadis itu ikut menangis melihat Alvian seperti itu, dia seakan terjebak dalam pilihan yang begitu sulit antara cinta dan kasih sayang.

"Pak," Anika pun memberanikan diri menghampirinya dan berjongkok di hadapan Alvian.

Alvian mendongak dan menilik manik mata Anika dengan tatapan mengabur, lalu tanpa ragu memeluk gadis itu dengan erat. "Kenapa Anika? Kenapa keadaannya jadi rumit seperti ini?" lirih Alvian.

"M-maaf, a-aku, mmphh..." Alvian melepaskan pelukannya dan mengesap bibir Anika dengan penuh perasaan. Anika hanya diam tanpa menolak, dia membiarkan Alvian menikmati bibirnya dengan leluasa. Dia bahkan tidak ragu mengimbangi permainan pria satu anak itu.

Seketika suasana pun tiba-tiba memanas, Alvian bangkit dari duduknya dan mengangkat tubuh Anika bersamanya. Setelah memastikan tidak ada orang yang melihat mereka, Alvian lantas membawa Anika ke dalam toilet dan mendudukkannya di atas wastafel.

"Jangan lakukan ini pada kami, aku mohon!" lirih Alvian dengan tatapan yang sulit dimengerti lalu menjatuhkan kepalanya disela paha Anika.

Anika sontak terkejut dan mencoba menghindar, tapi Alvian malah menahannya dengan cara membelit pinggangnya erat. Alvian kemudian menenggelamkan wajahnya di belahan dada Anika.

"Tolong batalkan pernikahan itu, aku mohon! Beri kesempatan untukku menjadi suamimu, aku mencintaimu Anika, aku dan Amara sangat membutuhkanmu. Aku janji akan menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab, aku tidak akan pernah menyakitimu." ucap Alvian dengan penuh keyakinan.

Anika yang mendengar itu tiba-tiba bergeming dengan pandangan mengedar ke arah lain.

Apa yang baru saja dia dengar? Benarkah Alvian mencintainya? Ini benar-benar sulit dipercaya.

"Please, Anika! Aku-"

"Tidak Pak, ini tidak benar." Anika memotong perkataan Alvian dan mendorongnya dengan kasar. Pria itu termundur ke belakang, Anika pun melompat turun dari wastafel.

"Maaf Pak, aku tidak bisa." geleng Anika. Setelah mengatakan itu, dia bergegas menuju pintu tanpa menghiraukan Alvian yang masih menatapnya dengan sendu.

"Aku benar-benar mencintaimu Anika, aku ingin menjadikanmu milikku. Aku juga ingin kamu menjadi Mama untuk Amara dan adik-adiknya kelak," seru Alvian dengan penuh percaya diri. Anika menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh ke arah Alvian.

"Maafkan aku, aku benar-benar tidak bisa. Aku mencintai Rio, aku hanya ingin menikah dengannya." Anika pun lekas berlari setelah mengatakan itu. Sementara Alvian sendiri langsung terhenyak di lantai kamar mandi. Dia tidak tau bagaimana cara menjelaskan ini pada Amara.

Terpopuler

Comments

MIKU CHANNEL

MIKU CHANNEL

ya layi sebelum berkembang, Ini Anikah udah mau nikah aja sama Rio, dan Alvian harus menghadapi Kebisuan Amara, Anika kamu ini aneh kamu bilang cinta sama Rio tapi waktu di cium sama Alvian kamu pasra aja,

2023-02-20

1

LISA

LISA

Kasian bgt Amara..moga aj Anika mau membatalkan pernikahannya dgn Rio.

2023-02-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!