Setelah kepergian Anika, Alvian membawa Amara ke ruangan pribadinya. Di sana memang sengaja disediakan sebuah kasur single khusus untuk Amara jika ikut bersamanya ke restoran.
Akan tetapi Amara malah menangis histeris saat Alvian hendak menaruhnya di kasur. Dia tidak ingin tidur di sana, dia hanya ingin bersama Anika.
Amara pun berteriak seperti orang kesurupan memanggil nama Anika dan meronta-ronta di gendongan Alvian, tentu saja hal itu membuat Alvian bingung. Tidak biasanya Amara bertingkah seperti ini.
Dengan berbagai cara Alvian mencoba membujuknya, tapi tidak satupun yang mengena di hati Amara. Gadis kecil itu hanya menginginkan Anika dan tidur bersamanya.
"Amara, dengar Papa ya Nak!" kata Alvian dengan nada melembut.
"Tidak mau, Pa. Amara maunya Kak Anika, huhu... Hiks..." Amara terisak sesenggukan yang membuat nafasnya tidak beraturan.
"Tapi Anika itu siapa, sayang? Papa tidak kenal sama dia," tanya Alvian penasaran. "Kita pulang dulu ya, sama Bibi saja di rumah." bujuk Alvian.
"Huhu... Amara maunya sama Kak Anika saja, Pa." jawab Amara yang terus saja menangis, dia melompat turun dari gendongan Alvian dan berlari meninggalkan ruangan.
"Amara..." sorak Alvian, tapi tidak diacuhkan oleh putrinya.
Sesampainya di bawah, Amara berlari ke tempat mereka duduk tadi. Kepalanya celingak celinguk mencari keberadaan Anika, tapi dia hanya mendapati bangku kosong yang sudah dibersihkan pelayan restoran. "Huhu... Kak Anika, kenapa Kakak ninggalin Amara?" gadis kecil itu terhenyak di lantai menangisi kepergian Anika. Dia merasa nyaman bersama gadis yang baru dia kenal itu.
"Amara..." Alvian mengambil putrinya yang selonjoran di lantai dan menggendongnya.
"Huhu... Pa, tolong cari Kak Anika. Amara mohon, hiks..." pintanya terisak.
"Iya, nanti Papa cari ya. Sekarang Amara diam dulu, jelaskan sama Papa siapa Kak Anika." bujuk Alvian sambil menyeka pipi Amara, lalu mendekapnya dan mengusap punggungnya.
Alvian benar-benar bingung melihat tingkah Amara. Selama ini putrinya tidak pernah menangis sehisteris ini, apalagi karena orang asing yang Alvian sendiri tidak tau siapa orangnya.
Setelah Amara tenang dan menceritakan semuanya, Alvian kembali membawa Amara ke ruangannya lalu meminta satpam mengiriminya rekaman CCTV beberapa saat yang lalu. Dia penasaran siapa gadis yang dimaksud Amara itu.
Setengah jam berlalu, ponsel Alvian menerima notifikasi pesan masuk. Dia lekas membukanya bersama Amara yang tengah duduk di pangkuannya.
"Ini Kak Anika," tunjuk Amara pada gadis yang nampak tengah menyuapinya makan.
Dari rekaman yang tengah berputar, Alvian melihat jelas bagaimana kedekatan antara Amara dan Anika. Gadis itu memperlakukan Amara dengan penuh kasih sayang, wajar jika Amara merasa kehilangan saat Anika meninggalkan restoran.
"Ya sudah, nanti kita cari Kak Anika. Sekarang ikut Papa pulang dulu ya," ajak Alvian.
"Tidak mau," geleng Amara dengan bibir mengerucut.
"Sayang, tolong jangan siksa Papa seperti ini. Mencari seseorang itu butuh proses Nak, tidak mungkin langsung ketemu. Kita tidak tau dimana dia tinggal," keluh Alvian menghela nafas berat. Dia memang berniat mencari gadis itu tapi tidak mungkin langsung bertemu hari ini, kecuali dunia ini hanya selebar daun kelor.
"Tapi Papa janji kan," lirih Amara dengan pipi menggembung.
"Iya sayang, Papa janji. Apa pernah Papa tidak menepati janji sama Amara?" jawab Alvian dengan pertanyaan.
Amara tidak menyahut, dia hanya menggeleng dengan bibir mencebik.
Setelah berhasil meyakinkan Amara, Alvian memutuskan untuk pulang lebih awal lalu memerintahkan satpam mencari tau tentang Anika. Demi Amara, apapun akan dia lakukan asal putrinya bahagia. Alvian tidak ingin Amara merasa kekurangan setelah kepergian ibunya yang tidak bertanggung jawab.
Sesampainya di rumah, Amara langsung berlari ke kamarnya dan mengurung diri sendirian. Dia sedih, kenapa Anika menghilang tanpa berpamitan padanya? Dia belum sempat mengucapkan terima kasih dan memeluknya.
"Ratih, tolong bujuk Amara! Aku ada urusan di luar, kalau Amara bertanya bilang saja aku mencari yang dia inginkan." ucap Alvian pada wanita yang sudah seperti adiknya sendiri.
"Baik Pak," angguk Ratih mengerti.
Setelah Alvian meninggalkan rumah, Ratih langsung menutup pintu dan menguncinya sesuai perintah Alvian. Selama tidak ada Alvian di rumah, Ratih dilarang keras menerima tamu.
Sedangkan Alvian sendiri memilih kembali ke restoran, dia benar-benar pusing memikirkan permintaan Amara.
Bagaimana kalau gadis itu ternyata bukan orang baik? Bisa saja perlakuannya pada Amara tadi hanya modus untuk menarik perhatian putrinya.
Atau bagaimana jika gadis itu ternyata sudah bersuami? Jangan sampai dia dikatakan pebinor karena hanya ingin mempertemukan Amara dan gadis itu.
Ah, semakin diingat kepala Alvian rasanya ingin pecah. Bisa-bisanya Amara memintanya mencari gadis yang dia sendiri tidak tau dimana keberadaannya, dari mana usulnya dan apa pekerjaannya.
Alvian merasa seperti orang bodoh yang harus menuruti keinginan gadis sekecil Amara. Tapi bagaimanapun juga dia harus tetap menepati janji, dia tidak mau mengecewakan putri kesayangannya.
Sesampainya di restoran Alvian lekas menemui Budi, satpam yang tadi dia perintahkan mencari tau tentang Anika. Sayang satpam itu tidak mendapatkan petunjuk sama sekali, dia hanya menceritakan bahwa gadis itulah yang tadi malam hendak kabur tanpa membayar tagihan.
Mendengar penjelasan Budi, tawa Alvian sontak menyembur. Untung ludahnya tidak mengenai wajah satpam itu.
"Gadis aneh," gumam Alvian menggeleng-gelengkan kepala, lalu memasuki restoran dan lekas menuju ruangan.
Setelah duduk di kursinya, Alvian membuka laptop yang ada di atas meja. Entah pikiran dari mana, dia mencoba iseng membuka laman instagram pribadi miliknya yang akhir-akhir ini jarang sekali dia lihat.
Lalu dia pun melakukan pencarian atas nama Anika. Banyak sekali nama yang muncul sehingga Alvian harus membukanya satu persatu dan akhirnya menghentikan gerakan jarinya saat mendapati foto Anika yang tengah tersenyum lepas.
Ya, Alvian masih mengingat jelas wajah gadis itu. Dia yakin wanita itulah yang dia cari.
"Anika Suherman," gumam Alvian dengan seringai tipis yang melengkung di sudut bibirnya. Senyuman yang sudah jarang terlihat sejak kepergian Lira lima tahun yang lalu.
Setelah melihat data yang terpampang di profil Anika, Alvian lekas menutup laptopnya lalu meninggalkan ruangan dan turun ke bawah. Dia pun meninggalkan restoran dan melajukan mobilnya menuju hotel Cantika.
Tepat pukul tujuh malam, mobil Alvian sudah tiba di parkiran hotel. Kebetulan dia sangat mengenal pemilik hotel itu dan lekas memasukinya.
Namun sebelum sempat bertanya pada resepsionis, seorang gadis tiba-tiba berlarian ke arahnya hingga tanpa sengaja tubuh mereka berdua berbenturan. Gadis itu hampir jatuh tapi Alvian dengan sigap menahan pinggangnya. Pandangan keduanya tiba-tiba bertemu untuk sesaat.
"Ma-Maaf," ucap gadis yang ternyata adalah Anika. Dia dengan cepat meluruskan tubuhnya tapi Alvian tak kunjung melepaskan pinggangnya. "Pak?" imbuh Anika sembari menggerakkan tangannya di depan mata Alvian.
"I-Iya," Alvian mengerjap, lalu melepaskan Anika dengan cepat.
"Sekali lagi maaf, aku tidak sengaja." ucap Anika lalu melanjutkan larinya menuju parkiran hotel.
Setelah Anika menjauh, Alvian lantas tersadar dan mengusap wajahnya kasar. Dia pun ikut berlari menyusul Anika yang tengah mencari tempat persembunyian.
Dari dalam sana, dua orang pria muncul sembari celingak celinguk di teras hotel mencari kemana larinya Anika. Dua pria itu nampak seperti bodyguard yang memiliki tubuh tinggi besar dan mengenakan pakaian serba hitam.
"Hei, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Alvian saat menemukan Anika yang tengah bersembunyi di samping mobilnya. Gadis itu berjongkok seperti anak monyet yang tengah ketakutan.
"Sssttt... Tolong jangan berisik!" desis Anika dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Melihat tingkah Anika yang aneh, Alvian pun mengerutkan kening bingung. Dari awal dia sudah curiga, sepertinya Anika memiliki kelainan jiwa.
"Hei, di sini ada... Mmm..."
Anika langsung berdiri saat Alvian mengencangkan suaranya, Anika pun membungkam mulut Alvian dengan tangannya. "Tolong jangan berisik!" pintanya memohon.
Sayang Alvian tidak peduli dan menjauhkan tangan Anika dari mulutnya. "Hei, kalian mencari... Mmphh..."
Lagi-lagi Alvian bertingkah, tapi Anika dengan cepat memeluk tengkuknya dan melu*mat bibirnya saat melihat bayangan seseorang yang mendekati mereka berdua. Sontak Alvian terperanjat dengan mata membulat sempurna.
Entah apa yang ada di benak Anika sehingga terlalu berani memberikan ciuman pertamanya pada pria yang tidak dia kenal itu. Dia bahkan dengan mudahnya memejamkan mata menikmati bibir Alvian yang mulai basah ulahnya.
"Hei, siapa di sana?" seru salah satu dari pria yang mencari Anika tadi. Dia pun tak sengaja melihat punggung Alvian yang berada di pelukan seseorang yang tidak bisa dia lihat dengan jelas.
"Dasar tidak waras, kalau mau bermesraan masuk sana. Di dalam masih banyak kamar kosong," umpat pria itu, lalu meninggalkan mereka berdua begitu saja.
Setelah pria itu menghilang, Anika melepaskan tautan bibir mereka dan menjauhkan tangannya dari tengkuk Alvian. "Maaf, aku tidak bermaksud kurang ajar. Aku terpaksa karena kamu tidak mau diam." ucap Anika menundukkan pandangannya, dia mengayunkan kakinya hendak pergi tapi Alvian dengan sigap menahan pergelangan tangannya.
"Enak saja main pergi, kamu pikir aku ini pria apaan?" sergah Alvian dengan tatapan tajam seperti musang jantan.
"Maaf, aku benar-benar tidak punya pilihan." ucap Anika dengan air muka memelas.
"Maafmu saja tidak cukup, sekarang ikut aku!" Alvian membuka pintu mobil dan mendorong Anika ke dalam. Setelah Anika duduk, Alvian memasangkan sabuk pengaman. "Diam di sini!" tukas Alvian menajamkan tatapan yang membuat Anika bergidik ngeri.
Setelah Alvian duduk di bangku kemudi, mobil itupun melesat pergi meninggalkan gerbang hotel.
"Pak, aku benar-benar minta maaf. Tolong lepaskan aku!" pinta Anika memohon sembari menoleh ke arah Alvian yang tengah fokus mengendarai mobil.
"Jangan mimpi, gadis kurang ajar sepertimu pantas diberi hukuman." jawab Alvian meninggikan volume suaranya.
"Pak, tolong mengertilah. Aku terpaksa mencium Bapak. Mereka itu orang jahat, mereka mau menangkapku dan menjualku." terang Anika dengan wajah menyedihkan.
"Itu bukan urusanku, siapa suruh bermain-main denganku?" jawab Alvian dingin dengan pandangan datar seperti jalan yang dia lalui.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Kaliang
hadeeeh, rejeki nomplok
2023-02-06
1
MIKU CHANNEL
udahlah Alvian jgn bersikap seperti org yg paling dirugikan, padahal dlm hati bersorak kegirangan, karena dpt Kiss dr Anika menang banyak kamu.
2023-02-05
4