Sekitar pukul delapan malam mobil yang dikendarai Alvian tiba di depan sebuah kontrakan kecil yang cukup sederhana. Dengan harapan besar, Alvian turun dari mobil dan berjalan mendekati pintu.
"Tok Tok Tok..."
Alvian mengetuk pintu sembari mengatur deru nafas yang sedikit tak beraturan. Padahal pagi tadi mereka berdua masih bertatap muka, tapi Alvian seperti sudah berhari-hari tidak melihat Anika.
Jantungnya berdebar-debar menanti Anika membukakan pintu. Dia pun mengetuk-ngetuk konsen dengan ujung jari untuk menghilangkan perasaan canggung yang merebak menggerogoti dada.
"Ceklek..."
Ya, pintu pun dibuka dari dalam. Anika yang hanya mengenakan tank top dan celana mini seketika terperanjat melihat sosok Alvian yang berdiri tegak di ambang pintu. Mata gadis itu membola dengan bibir tergagap tanpa bisa berkata-kata.
Anika yang sudah memutuskan untuk pergi, akhirnya mendorong pintu dengan cepat. Akan tetapi kecepatannya kalah jauh dibanding gerakan tangan Alvian yang langsung menahan pintu.
"Sepertinya kamu sangat suka mencari gara-gara denganku. Ayo, kita lihat siapa yang akan kalah dan bertekuk lutut memohon ampun!" tantang Alvian dengan gigi bergemeletuk dan rahang menggeram, kemudian mendorong pintu hanya dengan sebelah tangan.
Saking kuatnya tekanan yang dilakukan Alvian, Anika tiba-tiba termundur, dia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya hampir terjungkal ke belakang, Alvian dengan cepat meraih pinggangnya.
Alvian menarik Anika hingga dada mereka menempel, sorot mata keduanya bertemu pandang, deru nafas mereka pun terasa hangat menerpa wajah masing-masing.
"P-Pak, tolong lepaskan aku!" pinta Anika terbata. Dia mendorong dada Alvian kasar, tapi pelukan itu malah semakin kuat mengikat tubuhnya.
"Lepas?" Alvian mengulangi kata itu sambil tersenyum getir, lalu mendorong pintu dengan kakinya.
"Braak..."
Pintu tertutup rapat, Anika pun mengerjab, dia benar-benar takut melihat tatapan Alvian yang seperti buaya lapar. Apa yang akan dilakukan pria itu padanya?
Alvian yang sudah terbawa suasana, lantas menekan tubuh Anika hingga membentur dinding, kemudian mengangkat bokong gadis itu dan melingkarkan kaki jenjang itu di pinggangnya.
"P-Pak, apa yang Bapak lakukan? Tolong turunkan aku!" pinta Anika dengan air muka memelas, lalu meneguk ludah dengan susah payah.
"Kenapa takut begitu? Aku tidak akan menyakitimu," desis Alvian dengan suara parau, keadaan seperti ini membuat tubuhnya mendadak panas. Entahlah, dia rasanya sangat enggan melepaskan Anika.
"Pak, tolong turunkan aku! Pergilah dari sini, aku... Mmphh..."
Mendadak ucapan Anika terhenti saat Alvian menautkan bibir mereka, dia melu*matnya lembut seperti yang pernah dilakukan Anika padanya malam itu. Alvian tidak bisa menahan diri, dia mencumbui bibir merekah itu dengan beringas, deru nafasnya kian memburu seiring detak jantung yang berdegup sangat kencang.
"Menikahlah denganku, aku membutuhkanmu. Amara tidak bisa kehilangan Mamanya, dia terus saja menangis, dia hanya ingin bersamamu." ucap Alvian sesaat setelah melepaskan pagutannya.
Mendengar itu, Anika pun menggeleng lemah. "M-maaf, aku tidak bisa." gumamnya pelan dengan sorot mata sendu.
Alvian yang kecewa segera menurunkan Anika dari pinggangnya, lalu duduk di sofa single yang ada di kontrakan itu. "Kenapa? Apa aku tidak layak untukmu? Apa karena aku terlalu tua? Atau karena aku seorang duda?" cerca Alvian tertunduk lesu seraya meremas rambutnya kasar, penolakan Anika membuat dadanya berdenyut ngilu.
"Tidak, bukan itu." Anika menghampiri Alvian dan berjongkok di hadapannya. "Aku tidak mau menikah muda, apalagi dengan cara seperti ini. Aku takut, aku trauma melihat pernikahan ibuku yang hancur karena pengkhianatan yang dilakukan ayahku. Aku-"
"Tapi aku bukan ayahmu, Anika. Mana bisa kamu menyamakan ku dengannya." Alvian mengusap wajah kasar dan menghela nafas dalam-dalam. "Tidak semua pria seperti itu. Bukankah kamu tau bahwa aku juga korban dari pengkhianatan yang dilakukan mantan istriku? Aku tau bagaimana sakitnya dikhianati, mana mungkin aku tega melakukan hal yang sama padamu?" imbuh Alvian, lalu mengangkat lengan Anika dan membawa gadis itu ke pangkuannya.
"P-Pak..."
"Sssttt..." Alvian menaruh telunjuknya di bibir Anika. "Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku layak untukmu! Jika tidak bisa melakukannya untukku, setidaknya lakukan demi Amara. Dia menginginkan kamu, tidak bisakah berkorban sedikit saja? Aku tau ini berat, aku sendiri tidak ingin memaksamu. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku tidak tega menyakiti Amara." lirih Alvian seraya memeluk pinggang Anika erat. "Jika kamu butuh cinta, aku akan mewujudkannya, beri aku sedikit waktu untuk meyakinkan hatiku bahwa aku mencintaimu. Aku tidak tau perasaan apa yang aku miliki saat ini, yang pasti aku juga tidak mau kehilangan kamu." ungkap Alvian.
Dengan dada kembang kempis mengatur nafas, Alvian meraih tengkuk Anika dan mencengkeramnya pelan lalu mengesap bibir Anika lagi dan lagi.
"P-Pak..."
"Aku tidak akan berani menyentuh seorang wanita tanpa perasaan, percayalah, aku hanya butuh waktu untuk membuktikannya." tegas Alvian dengan tatapan yang sulit dimengerti.
"Tapi aku-"
"Aku tau kamu memiliki banyak masalah, aku janji akan membantumu menyelesaikan masalah itu. Intinya menikah dulu denganku, kita akan menghadapi semua cobaan hidup ini bersama-sama." potong Alvian untuk meyakinkan Anika.
"Tapi masalahku terlalu rumit, Pak. Aku tidak ingin membebani Bapak," sahut Anika merasa tidak enak hati. Alvian sudah terlalu pusing memikirkan Amara, dia tidak ingin menambah masalah di pundak pria itu.
"Lalu, apa kamu sanggup menyelesaikannya sendiri?" tanya Alvian dengan tatapan mengintimidasi.
"Tidak," geleng Anika dengan bibir mengerucut.
"Tuh kan, dasar gadis bodoh!" umpat Alvian kesal, namun bibirnya mengurai senyum melihat ekspresi Anika yang membuatnya geram. "Sudah, sekarang ganti pakaianmu! Ikut aku pulang, jangan membuatku gila kelamaan melihatmu seperti ini!" imbuh Alvian yang kembali merasakan panas di tubuhnya. Anika terlalu lasak sehingga beberapa kali menggesek senjata mematikan miliknya.
"Tapi, Pak-"
"Anika, ayolah, jangan sampai aku berubah pikiran!" keluh Alvian dengan mata memerah menahan sesuatu.
"Bagus dong, itu artinya aku tidak perlu ikut dengan Bapak." jawab Anika enteng.
"Huft..." Alvian menghela nafas berat lalu membuangnya kasar. "Jadi benar tidak mau ikut?" tanya Alvian memastikan.
"Hmm..." angguk Anika.
"Baiklah, kalau begitu jangan salahkan aku jika mengikatmu dengan cara lain." Alvian membelit pinggang Anika erat, lalu bangkit dari duduknya. Tanpa pikir panjang, dia pun dengan enteng menggendong Anika memasuki kamar.
"Jangan gila, Pak! Kenapa main masuk sembarangan ke kamarku? Apa yang ingin Bapak lakukan?" bentak Anika meninggikan volume suaranya.
"Diamlah, lihat saja apa yang bisa aku lakukan padamu!" Alvian menyeringai yang membuat Anika bergidik ngeri, lalu membaringkan gadis itu di kasur dan mengukungnya.
"P-Pak, jangan, ini pelecehan namanya." Anika hendak menjauh tapi tubuhnya semakin ditekan oleh Alvian.
"Karena kamu tidak mau diajak pulang, maka aku terpaksa melakukan ini padamu. Aku akan mengikatmu sehingga tak ada kesempatan lagi untuk kabur." tegas Alvian dengan rahang menggeram.
Tindakan yang tadinya hanya sekedar untuk menakuti Anika, kini malah membuatnya benar-benar ingin memiliki gadis itu. Pandangannya mendadak mengabut dengan deru nafas kian memburu, apalagi melihat dada Anika yang menonjol keluar, dia rasanya ingin melahap benda itu tanpa ampun.
Baru saja Alvian menjatuhkan wajahnya, Anika sudah kelimpungan dengan nafas tercekat di tenggorokan. "I-iya, aku ikut pulang." angguknya cepat. Alvian pun tersenyum lebar mendengar itu, lalu menjatuhkan diri di samping Anika dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
LISA
Syukurlah Anika msh blum pergi..moga stlh ini mrk bahagia y..
2023-02-14
1