Ana menoleh kearah Sean, dilihatnya dan memang benar saja. Sean tidur nyenyak bersandar di bahunya, senyum simpul terbit di wajah Ana melihat Sean tertidur. Ana memandang setiap pahatan-pahatan yang sempurna di wajah Sean.
Ana memutuskan mengambil bantal sofa yang berada di sebelahnya dan membenarkan posisi tidur Sean agar tidak merasakan sakit semua nanti jika terbangun.
Setiap ruangan yang berada di mension Sean selalu ada sofa panjang. Sepertinya, itu barang wajib bagi seorang Sean.
Ana beralih mematikan TV besar itu setelah membenarkan posisi tidur Sean.
Ana pun menatap luka sayatan yang berada di bahu kiri Sean. Ana duduk di lantai dan menatap lekat-lekat untuk melihat sebenarnya luka apa itu.
Ana menyingkap sedikit lengan pendek Sean." Tidak mungkin luka ini tergores di kamar mandi. Kamar mandi tidak ada benda tajam setahuku, luka ini seperti sayatan pisau." Gumam Ana pelan.
"Apa dia berbohong padaku? Apa yang sebenarnya terjadi?" Monolog Ana melihat luka sayatan itu.
Ana sibuk sendiri dengan fikirannya mengenai luka sayatan yang ada pada Sean. Sedangkan bagi Sean, itu adalah luka kecil untuknya.
Tok...
Tok...
Ana berdiri setelah mendengar suara pintu yang di ketuk dari luar.
la membukanya dan dilihatnya siapa yang mengetuk pintu tersebut."Ada apa, bi?" Tanya Ana setelah melihat salah satu maid di sana.
"Maaf nyonya muda, jika saya mengganggu. Ada nyonya besar datang." Ucapnya sopan pada Ana.
"Baiklah, aku akan segera turun." Jawab Ana lembut. Ana pun berjalan keluar dan menutup pintu kamarnya. Ia membiarkan saja Sean untuk tidur sebentar.
"Mami." Sapa Ana melihat mami Sean duduk di sofa bersama Diva tentunya.
Mami Sean tersenyum melihat Ana. "Bagaimana kabar kamu, sayang?" Mami Sean memeluk tubuh Ana. Ana menerima pelukan dari mami Sean yang menenangkan. Ia merindukan pelukan dari mamanya yang sudah tidak ia dapatkan.
"Kabar baik, mi. Bagaimana kabar mami sama papi?" Tanya Ana
"Kami semua baik."
"Hai aunty..." sapa Diva pada Ana.
"Apa Diva tidak sekolah hari ini?" Tanya Ana. Selama tinggal bersama grandpa dan grandma-nya, Diva mulai sekolah.
"Tidak, aunty. Diva bolos hari ini." Jawab Diva dengan santainya.
"Kenapa bolos, harusnya Diva rajin bersekolah. Biar
bisa sukses seperti uncle." Tutur Ana pada Diva.
"Oh iya. Di mana Sean? Apa dia pergi ke kantor?" Tanya mami melihat tidak ada Sean di sana.
"Sean tidur di kamar, katanya ia ngantuk sebab tidak tidur karena lembur semalam." Jawab Ana.
"Tunggu sebentar, biar Ana panggilkan." Imbuh Ana.
Ana segera kembali ke atas dan membangunkan Sean.
Sesampainya di depan kamar, Ana membuka pintu dan alangkah terkejutnya dirinya karena tiba-tiba saja Sean sudah terbangun dan berdiri disana.
"Astaga." Pekiknya sambil mengelus dadanya.
"Kau sudah bangun?" Imbuh Ana.
"Eemm." Jawabnya sambil memanggutkan kepala.
"Kau meninggalkanku tadi, jelas saja aku terbangun." Sambung Sean dengan malasnya.
"Maaf. Tadi ada salah satu maid kesini, memberitahu mami datang. Aku langsung saja turun ke bawah." Jelas Ana.
"Ayo turun. Mami mencarimu." Ajak Ana pada Sean. Tanpa berlama-lama, mereka segera turun menemui sang mami.
Sesampainya di bawah, Sean mendudukkan dirinya di sofa single. "Kenapa mami kesini?"
"Apa kau tidak suka jika mami datang kemari?"
Sengal mami mendengar pertanyaan Sean.
"Tidak biasanya mami datang, pasti mami meminta sesuatu." Tebak Sean. Ia sangat hafal bagaimana maminya. Sang mami akan datang tiba-tiba jika menginginkan sesuatu.
"Tidak ada. Mami hanya ingin berkunjung dengan Diva." Jawabnya.
"Terserah mami saja." Sahut Sean singkat.
"Apa kalian sudah membuatkan mami cucu?" Celetuk mami Sean.
Ana yang mendengar pertanyaan itupun tersedak minuman yang baru saja ia minum.
Uhuukk... uhukk...
Sedangkan Sean hanya menghela nafas kasar, ia sudah menduganya akan hal ini.
"Kenapa mami sangat terburu-buru sekali? Kami baru saja menikah, mi." Jawab Sean dengan malasnya.
'Cucu? Bahkan kami belum melakukan apa-apa, bagaimana bisa memberikan cucu?' batin Ana dalam hatinya.
"Kalian sudah hampir 2 minggu menikah, apa belum ada tanda-tandanya?" Sarkas mami. Sean hanya menepuk jidatnya heran dengan sang mami.
"Mi, kami masih ingin menikmati kehidupan kita berdua." Jawab Sean lagi. la tahu, jika Ana belum siap akan hal ini. Maka sebisa mungkin ia menjawab pertanyaan dari sang mami.
"Ahh... kau itu." Ketus mami.
"Mami dan papi sudah ingin sekali mendapat cucu darimu." Desak mami lagi..
"Huuhh... akan kita usahakan untuk itu, mi." Jawab Sean pasrah. Begitulah sang mami, jika sudah menginginkan sesuatu.
Sedangkan Ana, hanya berdiam diri menyaksikan perdebatan antara anak dan mami itu.
"Lalu, kenapa dengan bahu kirimu itu? Apa kau habis bertarung lagi?" Ceplos sang mami melihat luka sayatan pada bahu kiri Sean. Tidak heran sang mami jika Sean melihat luka yang berada di tubuh Sean. Karena notaben-nya, mereka adalah keluarga mafia.
Ana yang mendengar ucapan sang mertua pun di buat bingung dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Bertarung?' Batinnya. Ingin sekali ia langsung saja bertanya, tapi ia menunggu waktu yang tepat antara dirinya dan Sean untuk bertanya lagi.
Sean memberikan kode pada sang mami untuk tidak membahasnya melalui matanya. Sang mami yang mengerti kode dari Sean pun diam dan tidak membahasnya lebih dalam lagi.
"Tidak ada, Sean cuma tergores di kamar mandi." Sean memberikan jawaban yang sama seperti yang ia ucapkan pada Ana tadi.
Sang mami hanya memanggut-manggutkan kepalanya. la sudah menduga, jika Sean belum mengatakan siapa dirinya pada Ana.
Mereka pun berbincang-bincang dan di lanjutkan dengan makan siang bersama. Diva sangat senang berada di sana karena bisa bertemu dengan Ana.
Waktu menjelang sore, akhirnya Diva dan grandma pun pulang ke mension. Ana dan Sean mengantar keduanya hingga ke depan mension.
Ana melambaikan tangannya saat mobil sang mami melaju hingga tak terlihat lagi dalam pandangannya.
Untuk Sean, jelas saja ia hanya memasang wajah datarnya tanpa berekspresi apapun.
Sean melangkahkan kakinya masuk kembali ke kamarnya lalu di susul oleh Ana yang berada jauh di belakangnya.
Sesampainya di kamar, Sean kembali menyalahkan TV besar yang berada di sana. Ana datang mendekat kearah Sean dengan ragu-ragu.
"Emm... Sean. Apa yang di maksud mami tadi? Bertarung apa?" Ana mencoba bertanya menghilangkan rasa penasarannya.
"Jangan hiraukan ucapan mami, mami memang suka sekali berbicara seadanya. Mami sering sekali melihatku latihan bela diri, makanya ia berkata seperti itu ." Elak Sean pada Ana.
"Aku hanya tergores tadi," sambung Sean dengan pandangan yang fokus menatap TV besarnya.
"Tapi... lukamu itu, seperti sayatan pisau." Tebak Ana.
"Apa kau berbohong padaku?" Imbuh Ana.
Jelas saja Ana mengetahui jenis luka tersebut. Karena jelas-jelas saja jika itu adalah luka dari sayatan pisau.
"Apa kau tidak percaya padaku?" Ana hanya diam membisu. la pun beralih menatap layar TV yang sedang menyala sekarang.
Dalam benaknya, ia selalu berfikir dan menerka-nerka. Ia pun segera bangkit dari samping Sean dan segera membersihkan dirinya karena hari sudah sore..
Sean menatap kepergian Ana dari tempat duduknya. "Jika aku mengatakan yang sebenarnya, kau mungkin saja tidak akan bisa menerimanya." Gumam Sean setelah Ana masuk ke dalam kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
epifania rendo
jujur saja sean
2024-03-11
0
triana 13
tetap semangat ya kak
2023-03-08
4