Roma, Italia...
Sean kini sudah bersiap untuk datang ke acara pelelangan yang akan di hadiri para mafia di seluruh dunia.
"Kita bisa berangkat sekarang, tuan." Ucap salah
satu anak buahnya.
Sean pun melangkahkan kakinya untuk segera menuju ke tempat yang di gunakan untuk pelelangan.
15 menit kemudian, Sean sudah sampai di mana tempat itu. Tempat itu di selenggarakan di salah satu hotel milik mafia Italia, acara itu dilakukan secara tertutup. Hanya para mafia yang bisa mengikuti acara tersebut.
"Selamat datang, tuan William. Suatu kehormatan anda bisa datang kemari," sambut pimpinan mafia Itali sekaligus pemilik tempat yang di gunakan untuk acara.
"Suatu kehormatan juga untukku bisa datang di acara besar ini, tuan Costa." Sean menerima uluran tangan tuan rumah.
Pemimpin mafia Itu bernama Mario De Costa, mafia yang ia pimpin kekuatannya hampir sama dengan mafia yang dipimpin oleh Sean. Terkadang, mereka juga bekerja sama untuk menumbangkan musuh.
Hubungan mereka terbilang baik, banyak dari kalangan mafia dunia tidak berani bermain-main dengan Sean. Jika saja berani, itu sama saja mereka mengantarkan nyawanya secara percuma.
"Silahkan duduk dan nikmati acaranya, tuan William. Anggap saja di tempat sendiri." Ucapnya mempersilahkan Sean duduk.
"Terima kasih,"
"Saya menemui yang lain dulu." Pamitnya. Sean pun duduk di tempat yang sudah di siapkan khusus untuknya.
Tak berselang lama, acara lelang itu pun di mulai.
Di sisi Ana...
"Ehh... Ana, memangnya tuan James kemarin membawamu kemana?" Tanya Rika penasaran.
"Dia membawaku ke rumah keluarga tuan Sean," jawab Ana jujur.
"Wow... hebat Ana." Pekik Rika. Ana seketika membekap mulut Raka.
"Suutt... kecilkan suaramu. Jangan sampai yang lain mendengarnya, aku tidak mau orang lain berkata yang tidak-tidak padaku," ucap Ana pelan.
"Hehe... oke, oke, sorry." Cengir Rika pada Ana.
"Lalu, bagaimana Ana? Apa keluarga mereka baik? Atau justru sebaliknya?" Rika semakin merasa kepo.
"Mereka sangat baik padaku, bahkan nyonya besar juga sangat royal. Awalnya, aku mengira mereka akan memperlakukan aku tidak baik seperti keluarga bibiku. Tapi, aku salah. Mereka sangat baik," cerita Ana.
"Waahh... sepertinya, kau akan menjadi bagian dari keluarga mereka." Timpal Rika.
"Mana mungkin, Raka. lihatlah aku, aku orang yang berbeda jauh dari mereka. Aku tidak selevel dengan mereka, aku juga tidak pantas bisa masuk ke dalam keluarga itu." Terang Ana.
"Tidak ada yang tidak mungkin, Ana." Ujar Rika yang begitu yakin.
"Sudah-sudah, kita harus bekerja. Jangan bicara terus," Ana tidak ingin membahas hal itu terlalu dalam. Ana cukup sadar diri, mana bisa dia menjadi bagian keluarga itu. Ada-ada saja, pikirnya.
Kembali lagi ke sisi Sean...
Sean sedari tadi diam menyimak acara itu berlangsung.
"Barang selanjutnya, kita memiliki katana kembar yang di lapisi emas murni di gagangnya. Kita mulai dengan 500 juta." Ucap pemandu acara..
"700 juta," sahut salah satu di antara mereka.
"700, apa ada lagi?"
"800 juta." Sahut yang lainnya.
"1 Milyar," sahut yang pertama tadi.
"Wow 1 milyar. Apa ada lagi?"
"1,2." Mereka saling bersahutan merebutkan senjata yang ada di depan.
"1,2 milyar. Apa ada lagi? 1.. 2.. 3..."
"Penawaran jatuh di harga 1,2 milyar. Saya ucapkan selamat," semua orang bersorak ramai.
Sedari tadi Sean hanya diam menyimak saja, hingga acara lelang itu berakhir. Sepertinya, tidak ada barang yang bisa menarik perhatiannya kali ini.
Sean memutuskan untuk kembali ke hotel di mana tempat dia menginap.
Sesampainya di hotel, Sean duduk di sofa panjang yang menghadap ke layar lebar.
"Apa ada agenda lain setelah ini?" Tanya Sean pada
anak buahnya.
"Tidak ada, tuan."
"Kau persiapkan semuanya 15 menit. Kita akan pulang sekarang," titah Sean. Ia berencana 3 hari di Italia, tapi, sepertinya Sean mempercepat kepulangannya. Sepertinya, dia memikirkan keponakan kecilnya yang ia tinggal.
"Baik, tuan." Jawabnya lalu melangkahkan kakinya keluar.
Sean segera berkemas membawa barang miliknya, dan tak lupa oleh-oleh buat keponakan kecilnya yang ia beli semalam.
Satu minggu berlalu...
Ana dan keluarga Sean semakin dekat seperti tanpa sekat, sering kali mami Sean mengajak Ana bertemu waktu makan siang. Ana pun tidak berani menolaknya.
"Mami, tumben sekali datang ke perusahaan?" Tanya Sean pada sang mami.
"Apa tidak boleh kalau mami mengunjungi anak mami?"
"Terserah mami saja," jawab Sean cuek.
"Nanti malam datanglah ke mension, ajak Ana sekali." Sarkas mami Sean. Sean mengkerutkan dahinya.
"Tidak usah protes, pokoknya nanti malam." Imbuh mami Sean melihat ekspresi Sean yang sepertinya ingin protes.
Mami Sean pun segera melangkahkan kakinya keluar setelah mengatakan itu pada Sean. Sean hanya bisa menghela nafas kasar dengan permintaan sang mami.
"Mami ada-ada saja," gerutunya setelah sang mami sudah tidak terlihat. Sean pun kembali berkutat dengan tumpukan-tumpukan berkas di depannya.
Waktu berjalan dengan cepat, hari pun sudah berganti malam.
Sean mengingat permintaan dari sang mami tadi, ia bergegas keluar dan mencari Ana sebelum dia pulang.
Dan untungnya, Sean berpapasan dengan Ana yang ingin pulang.
"Ikut denganku," ucapnya dingin pada Ana.
"Saya?" Ana menunjuk dirinya sendiri.
"Hmm..." Sean menjawab dengan deheman.
"Memangnya mau kemana, tuan?" Tanya Ana penasaran.
"Mami ingin bertemu denganmu," jawab Sean singkat.
"Ada apa nyonya besar ingin bertemu dengan saya?" Tanya Ana lagi.
Sean menghela nafasnya karena Ana terus saja bertanya.
"Aku tidak tau, mami menyuruhku membawamu kesana. Aku hanya tidak mau membuat mami kecewa," jawab Sean.
"Sudah, jangan banyak bertanya," ucap Sean sebelum Ana bertanya kembali.
Ana yang tadi ingin bertanya ia urungkan. Mau tidak mau dia mengikuti langkah Sean.
Ana yang berada di dalam mobil berdua dengan Sean merasa canggung dan gugup. Ini pertama kainya Ana dan Sean hanya berdua, biasanya ada Diva di antara mereka.
Sesampainya di mension, Sean segera turun dari mobil mewahnya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
Ana sedari tadi mengikuti langkah Sean dari belakang.
"Kak Ana..." teriak Diva melihat kedatangan Ana. Sepertinya, ia melupakan uncle-nya jika sudah ada Ana.
Ana menyetarakan tinggi badannya dengan Diva dan mengelus lembut kepala Diva.
"Kalian sudah tiba? Kita makan malam dulu," ajak mami Sean.
Mereka pun menikmati makan malam dengan
khidmat tanpa ada suara sedikitpun.
Setelah makan malam selesai, mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Diva tentu saja berada di samping Ana.
"Sean, mami memintamu membawa Ana kemari karena ada hal yang ingin mami sampaikan." Ucap mami Sean memulai pembicaraan.
Ana pun menoleh ke arah mami Sean saat namanya di sebut. "Memamgnya, ada hal apa nyonya? Sepertinya sangat penting sekali?" Tanya Ana ragu-ragu. Sepertinya, Ana merasa was-was kali ini, karena melihat kedua orang tua Sean sangat serius.
"Kami ingin kalian segera menikah." Ucap mami Sara to the point.
Ana terkejut mendengar perkataan dari mami Sean.
"M-menikah? Apa nyonya besar tidak salah?" Ana terbata.
"Mami... kenapa selalu memaksa Sean menikah sih, mi." protes Sean.
"Tidak ada protes Sean. Mami dan papi ingin segera mempunyai mantu dan menggendong cucu. Kamu juga sudah dewasa." Tegas mami Sean.
"Tapi, mi... Sean belum ingin menikah." kesal Sean.
"Son, mau sampai kapan kamu sendiri. Mami dan papi sudah tua. Mami dan papi ingin yang terbaik untukmu." Sahut papi Erwin.
"Maaf tuan, nyonya, jika saya menyelah. Saya tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kalian. Saya hanya orang biasa, saya tidak mau di cap gila harta nantinya dengan orang-orang diluaran sana." Selah Ana.
"Kamu tenang saja Ana, tidak aka nada yang berani mencaci makimu di luar sana. Kami melihat, hanya kamu lah yang pantas bersanding dengan Sean. Kamu baik dan memiliki sifat keibuan yang jarang di miliki oleh gadis di luaran sana." Jelas mami Sean.
"Tapi nyonya... saya hanya orang dari kalangan bawah."
"Kami tidak peduli dari kalangan mana dirimu, nak. Yang kami lihat adalah sikap dan tingkah laku mu," sahut papi Erwin.
Sea hanya bisa diam menyikapinya.
"Uncle dan kak Ana mau ya menikah. Biar Diva tidak sendiri nanti," sahut Diva.
Sean menghembuskan nafasnya kasar.
"Oke... Sean mau. Tapi ada syaratnya," ucap Sean. Entah kenapa kali ini ia tidak menolak permintaan dari kedua orang tuanya. Biasanya, dia selalu menolak semual wanita yang di kenalkan padanya.
Ana terkejut mendengar jawaban Sean. 'apa aku tidak salah dengar? Tuan Sean menerimanya?' batin Ana.
Mami Sean terlihat sangat senang saat Sean mengatakan jika dirinya mau menikah dengan Ana.
"Apa Syaratnya, Son ?" Tanya papi Erwin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
epifania rendo
menikah
2024-03-11
0