"Sudah aku bilang, dad. Ini bukan salah Jesica, ini salah anak kecil itu." Jesica tidak bisa menerima dirinya di salahkan, ia terus saja menyalahkan Diva.
"Ini karena sikapmu Jesica. Bukan anak kecil itu," bentak daddy Jesica.
"Sudah pa, jangan salahkan Jesica terus. Jesica kan sudah bilang kalau dia tidak bersalah," bela mommy Jesica.
Bukannya meredakan amarah tuan Wilson, justru istrinya malah membela Jesica.
"Terus saja bela anakmu yang susah di atur itu.
Kamu dan anakmu itu sama saja. Susah di atur."
Bentaknya pada istrinya.
"Mulai sekarang, fasilitas kamu semua daddy sita Jesica. Itu hukuman buatmu," ucap tuan Wilson lalu. melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya.
"Hah... tidak bisa dad. Daddy tidak bisa melakukan ini padaku." Teriak Jesica yang tidak di indahkan oleh daddy-nya.
"Dad..." teriaknya lagi.
"Aaakkhh... mom... bantu Jesica doong." Rengek Jesica pada mommy-nya.
"Udaah... kamu tenang dulu ya. Nanti mommy bantu bujuk daddy-mu, kamu bisa gunakan milik mommy dulu." Ucap sang mommy menenangkan Jesica yang terus saja merengek.
Sikap Jesica merupakan perpaduan dari daddy dan mommy-nya. Sang mommy yang sangat sulit di atur dan tidak mau di salahkan, sedangkan daddy-nya orang yang terlalu obsesi mengenai hal yang ia inginkan.
"Tapi mom..."
"Sudah, kamu nurut dulu. Nanti mommy yang membujuk daddy-mu." Ucapnya agar Jesica tenang. Jesica terpaksa harus menuruti apa yang mommy-nya katakana.
Meninggalkan Jesica, kita beralih ke sisi Ana.
Selesai membersihkan diri, Ana meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena seharian penuh ia menghadap computer.
"Akhh... capek sekali ya. Padahal baru satu hari." Keluhnya.
"Tapi, aku tidak boleh mengeluh, masa baru hari pertama aku sudah mengeluh capek. Aku harus tetap semangat. Aku tidak boleh menyerah." Ucapnya kembali menyemangati dirinya sendiri.
"Lapar sekali, sebaiknya aku cari makanan di luar. Sekalian beli bahan-bahan buat masak besok." Ana pun menyambar jaket miliknya lalu bergegas keluar rumah itu.
"Mau kemana, Ana?" Sapa ibu pemilik rumah sewa
"Ana mau cari makan, bu. Sekalian beli bahan buat masak besok." Jawab Ana ramah.
"Ohh... kita barengan ya. Sekalian ibu mau juga mencari bahan buat masak, sudah habis di rumah." Sahut ibu pemilik rumah sewa itu. Ana pun dengan senang hati menerima tawaran dari ibu itu. mereka berjalan menyusuri jalanan kota di suasana malam yang begitu ramai.
"Waahh... ramai sekali. Baru kali ini aku bisa berjalan menikmati pemandangan kota di malam hari," gumam Ana pelan memandang jalanan kota. Selama ini ia memang tidak pernah mengetahui suasana malam di kotanya. Paman dan bibinya tidak akan membiarkan dirinya keluar walaupun sebentar saja. Ana keluar mungkin di waktu siang hari, itupun hanya untuk membeli persediaan makanan.
"Bu, kita berhenti di kedai tu ya. Kita makan di sana." Ajak Ana menunjukkan kedai kecil di seberang jalan.
"Tidak perlu Ana." Tolak ibu itu.
"Sudah bu, tidak apa-apa. Ana yang akan bayar nanti, anggap saja ini ucapan terima kasih Ana pada ibu yang sudah membantu Ana." Ucap Ana.
"Tapi.."
"Sudah bu, ayok." Ana segera mengajak ibu itu. ibu itu pun mau tidak mau menurut saja.
Sesampainya di sana, Ana memesan dua porsi currywurst.
Mereka menikmati makanan itu dan saling bertukar cakap untuk lebih mengenal satu sama lain.
Selesai makan, mereka pun bergegas ke supermarket terdekat untuk membeli persediaan untuk memasak. Tidak perlu berlama-lama, mereka pun segera pulang.
"Terima kasih ya, Ana. Malah merepotkan saja." Ucap ibu itu.
"Tidak perlu berterima kasih, bu. Justru Ana yang berterima kasih," jawabnya tersenyum.
"Kamu memang baik, Ana. Ibu kembali dulu ya," pamitnya.
Setelah ibu itu pulang, Anna segera masuk ke dalam rumah dan menata belanjaan yang ia beli tadi. Untung saja rumah itu sudah tersedia kulkas di dalamnya. Jadi, Ana tidak perlu cemas.
Sedangkan di sisi Sean....
"Bagaimana tadi Diva bisa bertemu dengan kak Jesica?" Tanya Sean pada Diva.
"Tadi Diva selesai makan mau kembali. Tapi, tiba-tiba saja kak Jesica menyeret tangan Diva. Terus, ka Ana melindungi Diva dan memarahi kak Jesica." Jawab Diva jujur.
"Apa tidak ada yang sakit?" Tanya Sean tidak membiarkan Diva tergores sedikitpun.
"Tidak, uncle." Jawab Diva.
"Sudah Diva bilang kan. Kak Ana baik, uncle pasti akan suka padanya nanti." Seru Diva pada Sean.
"Sekarang ayo kita istirahat. Besok uncle harus ke kantor," Ajak Sean mengalihkan pembicaraan Diva.
"Besok Diva ikut ya. Diva mau bersama kak Ana."
"Tapi, kak Ana harus bekerja, Diva. Nanti Diva mengganggunya," tolak Sean bernada lembut.
"Tidak, uncle. Diva janji," bujuk Diva lagi.
Sea menghembuskan nafasnya. Mana bisa ia menolak Diva. "Ya sudah. Tapi Diva harus janji tidak mengganggunya, oke."
"Oke, uncle."
Pagi-pagi buta Ana sudah terbangun. Ia sudah terbiasa bangun di pagi buta saat bersama keluarga paman dan bibinya.
Ana segera menuju dapur dan memasak. la
berencana membawa bekal mulai hari ini, agar pengeluarannya tidak terlalu banyak. Ana harus bisa mengatur keuangannya.
Selesai membuat bekal, Ana segera sarapan lalu bergegas untuk bersiap-siap untuk bekerja. Setelah bersiap-siap, Ana menyiapkan bekalnya.
"Aku masak banyak sekali." Gumam Ana melihat masakannya yang terlalu banyak.
"Eeh... tak apa deh. Aku bawakan sekalian saja buat Raka," gumam Ana lagi. Ia pun menyiapkan dalam porsi banyak, agar nanti ia bisa makan bersama Rika.
Selesai bersiap, Ana pun emngambil tas kerjanya dan bergegas untuk berangkat. Ia berjalan menuju halted an menunggu taksi datang.
Tak lama kemudian, taksi datang. Ana segera masuk dan menyebutkan tempat tujuannya.
35 menit kemudian, Ana sampai di depan gedung tinggi menjulang itu. Ana segera masuk. "Ana..." teriak orang tersebut. Ana pun seketika menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah yang memanggilnya.
"Rika..." gumam Ana melihat siapa yang memanggilnya.
Rika juga baru saja tiba di sana, ia pun berlari menyusul Ana.
"Kau juga baru datang?" Tanya Ana.
"Iya..."jawab Raka dengan nafas ngos-ngosan.
"Aduuhh capeek." Adunya.
"Siapa suruh kau berlari," sungut Ana.
"Ehh... kamu membawa apa, Ana?" tanya Rika penasaran dengan apa yang di bawa oleh Ana saat ini.
"Ohh.. ini. aku bawa bekal untuk makan siang. Nanti kita makan bareng ya, aku bawa banyak." Ajak Ana.
"Waahh... sepertinya ide bagus itu."Rika menyetujui ajakan Ana.
Mereka pun berjalan masuk berbarengan. Setelah sampai di ruangan, mereka meletakkan tas masing-masing dan segera bersiap. Karena sebentar lagi, jam kerja akan di mulai.
Di saat Ana bersiap, Diva datang menghampiri Ana.
"Hai kak Ana. Diva ikut disini ya?" Tanyanya yang baru saja tiba.
"Tapi... kakak harus bekerja. Nanti Diva bosan menunggunya."
"No problem kak. Diva juga biasanya nunggu uncle kerja." Jawab Diva.
"Ya sudah deh, kalau itu mau Diva." Ana sebenarnya tidak enak dengan karyawan lain. Ia tidak mau jika semua orang menganggapnya penjilat ataupun menggoda bosnya. Tapi bagaimana lagi, Ana tidak bisa menolak.
"Aku titipkan Diva padamu, jika ada apa-apa. Antar dia ke ruanganku," ujar Sean dengan dinginnya.
"Baik, tuan. Saya mengerti," jawab Ana gugup.
"Diva tidak boleh mengganggu yang lain, oke." Ujar Sean mengelus pucuk kepala Diva. Diva pun mengangguk faham.
Ana segera mencari kursi untuk Diva duduk di sampingnya.
"Ini kursi untuk Diva, ya." Ujar Ana.
Diva pun duduk dikursi yang di ambilkan Ana tadi.
"Diva... kakak mau bicara." Diva pun siap mendengarkan.
"Kalau Diva mendapat perlakuan kasar lagi, tapi tidak bersalah, Diva harus bisa melawannya oke. Kak Ana bukan mengajari Diva yang jelek, tapi Diva tidak boleh takut kalau tidak salah." Tutur Ana.
"Benar itu nona kecil, anda tidak boleh takut kalau tidak salah." Sahut Raka.
"Oke kak. Diva mengerti." Jawab Diva. Ana
tersenyum mendengar jawaban Diva.
Jam kerja sudah di mulai, Ana pun mulai menjalankan tugasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
epifania rendo
bagus cerita
2024-03-11
0
Al Mumtaz
cerita nya bagus kk👍👍
2023-07-05
1
Juliana Mentari
menariikkk cerita nya
2023-05-23
1