Disisi Anara...
Anara sedang duduk santai setelah membersihkan
rumahnya.ia memakan cemilan yang di buatnya sendiri untuk mengisi waktu luang. Suara dering telfon terdengar, Ana pun
menghentikan aktifitasnya.
Kriing... kriing...
Ana mengambil ponselnya dan melihat siapa yang tengah menghubunginya.
"Ini siapa ya?" Ucap Ana bingung melihat nomor baru yang tertera di sana.
"Aku angkat saja kali ya, siapa tau ini penting," Ana mengangkat sambungan telfon tersebut.
"Hallo..." Ucap Ana lembut.
"Hallo, Selamat siang nona. Saya dari William Company memberitahukan jika nona di terima di perusahaan kami, besok nona bisa datang kesini pukul 9 untuk tanda tangan kontrak dan bertemu dengan pimpinan kami," ucap orang yang berada di seberang sana. Ana merasa senang bisa di terima di perusahaan ternama itu.
"Benarkah itu. Baiklah, besok saya akan datang kesana. Terima kasih atas informasi dan kesempatannya," ucap Ana dengan perasaan yang bahagia.
"Yeeyyy... akhirnya aku di terima di sana. Aku akan lebih giat lagi dalam bekerja. Aku ingin membuktikan pada mereka semua jika aku bisa. Aku juga ingin membuat mama dan papa bangga di sana." Jingkrak Ana bermonolog dengan dirinya sendiri.
Suatu keberuntungan besar bagi Ana bisa di terima di perusahaan tersebut. Karena memang tidak sembarang orang bisa di terima.
la pun bergegas untuk memilih baju yang di gunakan untuk besok. Saking senangnya, Ana pun tersandung kaki meja hingga meja itu bergeser.
Dughh..
"Aduh... siapa sih yang naruh meja di sini?" Gerutunya menyalahkan meja yang terletak rapi di sana. la pun kembali bangkit dan menuju kamarnya memilih baju untuk di kenakannya.
Malam harinya...
Sean mendapat kabar dari anak buahnya yang berada di markas mengenai kecelakaan kakaknya setelah melakukan penyelidikan hampir 1 tahun. Kecelakaan itu di lakukan dengan sangat rapi, hingga Sean sedikit kesulitan dalam melakukan penyelidikan.
Sedikit-sedikit, penyelidikannya mulai membuahkan hasil. Dan sekarang, ia mendapatkan kabar siapa yang telah bermain-main.
"Aku akan segera kesana." Ucap Sean melalui sambungan telfon. Sean menyambar jaket hitamnya dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
"Uncle mau kemana?" Tanya Diva berpapasan dengan Sean. Tadinya ia ingin ke kamar uncle nya, belum dia masuk Sean sudah keluar dengan memakai jaket kulit hitamnya.
Sean mensejajarkan dirinya, "uncle mau ke markas dulu ya. Ada yang harus uncle selesaikan," terang Sean mengelus rambut panjang Diva.
"Apa uncle akan lama?"
"Kalau urusan uncle selesai, uncle langsung pulang menemani Diva." Jawab Sean. Diva mengangguk faham.
Sean mengecup singkat pipi kanan dan kiri Diva, ia pun segera melangkahkan kakinya menuruni tangga.
Sesampainya di mobil, Sean segera melajukan cepat mobilnya.
Sean merupakan pengganti papinya di dunia Mafia. Tapi, Sean lebih kejam di bandingkan dengan sang papi. Sikapnya yang tegas dan dingin membuat siapa saja takut.
Markas Kingdom...
Sean baru saja sampai dan di sambut oleh salah satu anak buahnya.
"Selamat malam, tuan." Ucapnya menundukkan sedikit badannya.
"Hmm..." Sean menanggapinya dengan deheman. la
"Hmm..." Sean menanggapinya dengan deheman. la pun segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam.
"Dimana Riko?" Tanya Sean dengan datarnya. Riko merupakan tangan kanan Sean di dunia bawah.
"Tuan Riko ada di ruang bawah tanah tuan," jawab anak buahnya tadi.
Tanpa suara, Sean pun melangkahkan kakinya ke ruang bawah tanah. Riko menyambut tuannya yang baru saja tiba.
"Di mana orang itu?" Tanya Sean.
Riko menunjuk orang yang di maksud Sean dengan dagunya. Sean menoleh ke arah seorang pria yang diikat dengan rantai membentuk seperti huruf X. Sean melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut dengan gagahnya.
"Katakan, siapa yang menyuruhmu," ucap Sean dengan rahang yang mulai mengeras.
"Aku sudah katakana jika aku tidak tau," jawab pria tersebut. Sebelum Sean datang, ia sudah di interogasi dan di siksa oleh Riko terlebih dahulu.
"Baiklah jika kau memilih tidak mengatakannya." Sean mengambil cambuk untuk di layangkan pada pria itu.
Ctaass... ctass...
Orang itu menahan sakit menerima cambukan berkali-kali dari Sean.
"Kau masih tidak mau mengatakannya?"
Sean pun beralih mengambil busur panah. Ia menarik busur itu dan mengarahkan anak panah pada pria tadi.
Syuutt...jleb..
Syuut... jleb..
Dua anak panah mengenai satu paha dan lengan pria tersebut.
"Aaargh..." teriak pria itu.
"Dasar kau iblis." Teriaknya lagi mengatai Sean.
"Hahaha... apa kau baru tau? Ini baru awal, kau belum menerima yang lebih dariku. Cepat katakan siapa yang menyuruhmu?" Wajah Sean terlihat menakutkan bak seorang iblis sesungguhnya.
"Sudah aku bilang. Aku tidak tau," jawabnya lagi.
Sean yang sudah sangat marah kembali menarik busur yang ia bawa.
Syuut... jleb....
Anak panah itu mendarat di dada pria itu. Sean menghunuskan anak panah tersebut seperti berada di balok papan target.
Uhuuk... darah segar menyembur dari mulutnya.
Pria itu pun menatap tajam ke arah Sean.
"Ambilkan aku katana." Perintah sean tegas pada anak buahnya. Belum puas Sean bermain dengan anak panah, ia meminta katana.
Salah satu anak buahnya membawakan katana yang di minta oleh Sean.
Sean mengayunkan katananya dan... sriing...
Kaki dari pria itu pun tidak lagi pada tempatnya.
"Arrgh... apa yang kau lakukan?" teriaknya dengan nada yang melemah menahan sakit.
"Kau yang memilihnya sendiri," anak buah Sean
yang melihatnya sudah terbiasa. Bahkan terkadang Sean
melakukan hal yang lebih parah lagi setiap musuhnya.
Tanpa berbelas kasih, Sean pun kembali melangkahkan kakinya keluar meninggalkan pria itu dengan banyak darah yang memenuhi ruangan tersebut.
"Biarkan orang itu merasakan penderitaan secara perlahan," ujar Sean.
"Kau selidiki lagi, Riko. Aku pulang dulu, aku tidak ingin Diva menungguku terlalu lama."
"Baik, tuan." Riko membungkukkan badannya.
Sean meninggalkan markas besar miliknya dan segera melajukan mobilnya cepat.
Sesampainya di mension, Sean segera turun dari mobilnya dan masuk kedalam.
Sebelum menuju kamarnya, ia melihat ke kamar Diva terlebih dahulu untuk memastikan keponakan kecilnya itu sudah tidur ataukah belum.
Sean melangkah mendekat ke arah Diva yang sudah tertidur. la mengelus rambut Diva saat tertidur. Diva yang merasa ada sentuhan lembut itupun terbangun dari tidurnya.
"Uncle sudah pulang?" Tanya Diva melihat Sean yang berada depannya.
"Sudah. Apa Uncle mengganggu tidur Diva?" Tanya Sean saat Diva terbangun.
"Tidak. Diva tidak bisa tidur. Diva mau tidur bersama uncle." Ucap Diva.
Sean yang mengerti pun membaringkan dirinya di dekat Diva. Sean mencoba menjadi sosok papa bagi Diva. Karena di usianya sekarang, Diva masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Sean menepuk-nepuk punggung Diva agar cepat tertidur.
"DivaD, uncle janji. Uncle akan membalas mereka semua yang sudah membuat Diva kehilangan papa dan mama." Gumam Sean saat Diva sudah tertidur pulas. la berjanji akan membalas perbuatan orang-orang itu. Sean tidak akan membiarkan siapa saja yang bermain-main dengannya bisa merasakan hidup tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
epifania rendo
lanjut
2024-03-11
0
triana 13
lanjut lagi
2023-02-25
1