Jam makan siang sudah tiba, Ana dan Rika menuju ke kantin untuk makan bersama di sana. Tentu saja Diva pasti ikut kemanapun Ana pergi.
Ana segera membuka bekal makanan yang ia bawa tadi.
"Kak Ana membawa apa itu?" Tanya Diva penasaran dengan apa yang Ana bawa.
"Ooh.. ini? Kak Ana membawa bekal makanan sendiri. Agar lebih sehat dan hemat," jawab Ana lalu membuka penutup makanan itu."
"Sepertinya enak sekali, Ana?" Mata Rika berbinar-binar melihat menu makanan yang di bawa oleh Ana.
"Kakak memasaknya sendiri?" Tanya Diva lagi.
"Iya." Jawab Ana.
"Apa Diva mau?" Diva sepertinya tertarik dengan masakan yang di bawa oleh Ana.
Ana membawa due menu makanan. Ia membawa currywurst dan kartoffelpuffer.
Kartoffelpuffer merupakan makanan yang di nikmati banyak orang, bahkan para vegetarian juga. Makanan ini terbuat dari kentang, tepung telur dan bawang yang diolah seperti membuat pancake.
Makanan ini merupakan manis yang sangat di gemari di kota Berlin.
Diva dan Rika mencoba memakan masakan Ana.
Mereka berdua membelalakkan matanya saat mengetahui bagaimana rasanya.
"Kenapa? Apa makananku tidak enak?" Tanya Ana saat melihat reaksi Diva dan Rika.
"Waahh... ini sangat enak Ana. Kau pandai sekali memasak," jawab Rika lalu memasukkan makanan itu lagi ke dalam mulutnya.
"Enak sekali, kak. Rasanya aku mau lagi dan lagi." Sahut Diva sangat antusias. Ana hanya terkekeh mendengar jawaban kedua orang di hadapannya.
"Kak, besok masakin buat Diva ya." Pinta Diva pada Ana.
"Kalau uncle mencicipi masakan kakak. Pasti dia sangat suka," sahut Diva. Ana terkekeh kembali melihatnya.
Mereka pun melanjutkan makan siang sebelum jam istirahat berakhir. Banyak pasang mata yang memandang mereka sinis, terutama pada Ana. Karena mereka tahu jika Ana adalah keponakan pemilik perusahaan di mana mereka bekerja.
Banyak yang mengatakan jika Ana ingin merayu Sean melalui keponakannya. Ana mencoba bersikap cuek pada tatapan sinis dan ucapan yang mereka lontarkan.
Dua bulan sudah Ana bekerja di perusahaan milik Sean, hampir setiap hari Ana membawakan makanan untuk Diva. Banyak sekali yang memandang tidak suka pada Ana, namun Ana tidak peduli akan hal itu.
Ana hanya fokus bekerja karena ingin membuktikan pada keluarga paman dan bibinya kalau dirinya bisa.
Dalam dua bulan itu juga, Sean selalu mengawasi kegiatan Ana bersama Diva. Dia melihat ketulusan dan kasih sayang pada diri Ana yang memang tidak di buat-buat. Awalnya, Sean juga mengira jika Ana melakukan itu hanya pura-pura. Tapi ternyata tidak, Ana memang benar-benar orang yang tulus dan penyayang.
Bahkan Sean menyuruh anak buahnya untuk memata-matai keseharian Ana. Karena ia tidak akan membiarkan orang sembarangan bisa bermain dengan keponakannya.
Kehidupan Ana sedikit demi sedikit mulai kembali berwarna dan ceria kembali. Ana mencoba melupakan kesedihannya selama ini dan menata kembali kehidupannya. Masih banyak orang di sekeliling yang menyayanginya.
Hari ini, Ana pergi ke mall ternama milik Sean dan Diva. Diva yang memaksa Sean untuk mengajak Ana, karena hari ini bertepatan dengan hari libur. Sean memakai masker dan kaca mata hitamnya agar tidak di kenali oleh orang-orang yang berada di mall tersebut.
Ana menemani Diva bermain di salah satu palygorund di sana.
"Diva... awas jatuh. Jangan lari-lari," Ana mengejar Diva yang kini sedang berlari..
Diva tertawa dengan lepasnya. Sean yang melihat akan hal itu tersenyum senang di balik masker yang ia kenakan. 'Baru kali ini aku melihat Diva tertawa dengan begitu lepasnya' Batin Sean dalam hatinya.
'Dan wanita itu, dia memiliki sisi keibuan yang tidak pernah aku lihat pada wanita lain' gumamanya lagi. Sean melihat ke dua wanita itu yang sedang tengah bermain.
"Diva, kakak capek. Kita istirahat dulu ya." Ajak Ana.
Diva pun mengajak Ana mendekat ke arah Sean yang sedari tadi duduk menunggu tak jauh dari tempat bermain.
"Uncle, Diva lapar. Ayo kita makan." Ajak Diva. Sean pun mengajak Diva ke salah satu resto cukup ramai di mall itu.
Ana kikuk dan sedikit malu karena tidak terbiasa datang kertempat yang mahal seperti itu.
"Jangan kikuk, bersikaplah seperti biasa. Aku tidak mau orang-orang melihatmu seperti aku yang memaksamu." Ujar Sean dengan dinginnya.
"I-iya tuan," ucap Ana terbata dengan menunjukkan senyum kikuknya.
Makanan yang di pesan pun akhirnya tiba. Mereka makan siang dengan khidmat. Sean melihat Ana yang menyuapi Diva dengan telaten dan sabar.
Jika di lihat-lihat, dia cantik juga. Bahkan, aku merasa berbeda saat bersamanya batin Sean memerhatikan Ana yang sedang tersenyum.
'Apa yang aku fikirkan? batinnya kembali. Sean pun kembali memakan makanan miliknya.
Selesai makan siang, mereka memutuskan untuk kembali pulang. Mereka bertiga pun beranjak dari resto tersebut.
Bugh...
Ana tersenggol seseorang yang tengah berlari dengan terburu-buru. Suntung saja Sean dengan sigap menangkap tubuh Ana sebelum terjatuh.
Deg...
'Perasaan apa ini? Aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya' batin Sean saat hatinya berdegup dengan kencang. Kedua bola mata mereka bertemu pertama kalinya. Sean memandang lekat wajah Ana tanpa berketip.
'Astaga, kenapa jantungku seperti marathon begini batin Ana melihat bola mata Sean.
"Tu-tuan... tolong lepaskan saya." Ujar Ana gugup. Seketika Sean tersadar dan melepaskan Ana begitu saja.
Bughh...
"Auuhh..." rintih Ana karena di lepaskan Sean begitu saja. Diva yang melihat itu terkikik kecil.
"Cepat berdiri. Tidak usah manja." Ketus Sean melenggang pergi. Ana hanya mengerucutkan bibirnya.
"Kalau ujung-ujungnya di jatuhkan kenapa tadi menghalangiku jatuh sih." gerutu Ana pelan karena merasa kesal.
An dan Diva pun segera menyusul Sean yang sudah berjalan cepat.
Sebelum sampai di palkiran, Sean melihat gerak-gerik yang mencurigakan di sana. Sean segera mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada anak buahnya yang ia sebar di sekitar sana untuk menangani hal tersebut.
Sesampainya di palkiran, Sean segera meminta Ana dan Diva segera masuk ke dalam mobil mewahnya. Sean memutuskan untuk segera kembali sebelum musuhnya mendekat.
Tidak mungkin Sean melakukan aksi baku hantam dan baku tembak di mall. Akan banyak orang yang terkena imbasnya.
Di dalam mobil, Sean lebih banyak diam. Ana merasa canggung dan gugup sebenanrnya, tapi ia mencoba menetralisir.
Malam harinya, di kediaman Sean.
Sean melamun di ruang kerjanya hingga tidak sadar jika Diva sudah berada di depannya. Entah apa yang tengah membuatnya melamun seperti itu. Diva melihat Sean yang terus melamun itu membuatnya mempunyai ide untuk menyadarkan sang uncle.
Diva mengambil balon yang tersimpan di kamarnya lalu segera kembali dan di tiupnya tidak terlalu besar di letuskan di sebelah Sean.
Door...
Seann terjingkat mendengar letusan dari balon milik Diva.
"Astaga." Pekik Sean terkejut sampai mengelus dadanya. Diva tertawa dengan renyah melihat tapang Sean yang terkejut.
"Hahaha... uncle lucu sekali," gelak tawa Diva terdengar.
"Astaga Diva... mengangetkan uncle saja." Ujar Sean dengan sedikit kesal.
"Dari tadi uncle melamun. Sampai-sampai Diva datang tidak tau. Uncle melamunkan kak Ana ya..." celetuk Diva sambil mengedipkan kedua matanya dengan cepat.
"Tidak. Mana ada." Elak Sean dengan cepat.
Diva menelisisk raut wajah Sean dengan lekat. Sean yang tahu akan hal itu pun sedikit salah tingkah.
"Sudah, ayo kita tidur. Sudah malam." Ajak San menutupi raut wajahnya yang sedikit malu karena Diva.
"Muka uncle terlihat merah." Diva semakin gencar menggoda Sean.
"Tidak. Diva salah lihat." Elak Sean lagi. Sean pun sendiri tidak tahu apa yang tengah di rasakan saat ini. Dia sendiri bingung dengan apa yang dia rasakan sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
triana 13
semangat kak
nyicil lagi dulu ya
kirim 🌹 supaya makin semangat
2023-02-25
3
xyztt
Hai kak, aku mampir nih, cerita nya baguss, jgn lupa mampir juga yak kak ke novel aku yang berjudul ciera. Makasih 😍😍😍
2023-02-08
4