Aku melepaskan pelukannya dan menggenggam kedua lengan bi Ida dengan kuat, aku berusaha meyakinkan dia bahwa aku baik-baik saja dan tidak lupa menanyakan keberadaan ayah kepadanya.
"Bi....tenang aku baik-baik saja kok, sudah jangan dibicarakan lagi yah masalah ini" ucapku kepadanya.
Bi Ida membalasnya hanya dengan anggukan dan dia segera menghapus air matanya yang sempat jatuh, lalu bi Ida pergi mengambil kompres yang diisi es batu di dalamnya lalu mulai mengompres pipiku dengan es tersebut, dia mengobatiku dengan lembut dan aku sangat bersyukur memiliki dia di sampingku.
"Ngomong-ngomong dimana ayah bi? Dan kenapa tadi nyonya Sava menyuruhku untuk pindah kamar?" Tanyaku kepada bi Ida.
Dia terlihat diam tertunduk dan menghembuskan nafas yang berat sebelum menjawab pertanyaan dariku, hingga ketika aku menatapnya dengan menaikkan kedua alisku, akhirnya bi Ida mau mulai membicarakannya kepadaku.
"Tuan Wheeler pergi ke luar negeri untuk perjalanan bisnisnya non, dan sebelum dia pergi tuan Wheeler sudah memindahkan semua barang nona ke kamar atas tepat di samping kamar nona Cecil, bibi tahu tuan Wheeler sangat menyayangi nona sama seperti sayangnya terhadap nona Cecil, tapi nyonya Sava pasti tidak akan membuat nona menjalani hidup dengan tenang karena perlakuan tuan Wheeler yang lebih baik pada nona daripada sebelumnya" ungkap bi Ida menjelaskan.
Aku paham sekarang mengapa ibu dan Cecil bersikap baik kepadaku tadi pagi, dan mereka seperti itu hanya karena ada ayah disana, dan aku hanya tersenyum paksa menahan semua kekesalan dan emosi yang menggebu di dalam hatiku.
Bukannya tidak bisa marah ataupun melawan, tapi jika aku melakukan itu pasti bi Ida juga akan terkena dampaknya dan aku tidak ingin itu semua terjadi, sehingga aku hanya bisa pasrah dengan semua ini.
*****
Di dalam kamar baru aku merasa sangat nyaman melihat semua barang disana tersusun rapih dengan meja dan kaca rias yang besar, ranjang yang empuk dan selimut yang lembut juga tebal, ini pertama kalinya aku merasa seperti nona di keluarga Wheeler sungguhan, bagaimana tidak sejak kecil hingga usiaku tujuh belas tahu aku hanya tidur di kamar pelayan dan selalu melakukan semua yang dilakukan oleh pelayan, meski sampai sekarang masih harus melakukan hal itu.
Namun setidaknya aku bisa merasakan tidur dengan nyenyak dan tidak merasa gerah ketika turun hujan, dan tidak merasakan dingin ketika malam tiba, aku juga bisa betah berlama-lama di dalam kamar jika kamarnya seluas itu.
Aku berjalan menuju lemari pakaianku dan mengambil sebuah tongkat milik pangeran butaku saat kecil, setiap kali aku merasa sedih dan kesepian aku hanya perlu memegang tongkat itu dan aku akan langsung merasa tenang dan nyaman.
"Hmmm....kapan kamu akan kembali dan membawa aku pergi dari rumah ini? Kapan kau akan menempati janjimu untuk menikahiku?" Gerutuku sambil memeluk tongkat tersebut.
Tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu yang sangat keras dan teriakkan Cecil yang menggelegar dari balik pintu, aku segera menyimpan tongkat itu di dalam lemari dan menutupinya dengan pakaianku, lalu segera membukakan pintu untuk Cecil.
"Vivian.....keluar kau...." Teriak Cecil,
"I..iya Cecil ada apa?" Tanyaku gugup.
Aku tidak tahu mengapa dia tiba-tiba menemuiku dan marah seperti itu, saat aku bertanya Cecil langsung menjambak rambutku dengan keras dan dia menyeretku keluar dari kamar terus hingga menuruni tangga dan baru melepaskan jambakan nya itu ketika kami sudah ada di lantai bawah.
"A..aaa..ahhh...Cecil lepaskan ini sakit, Cecil apa yang kau lakukan lepaskan aku" teriakku berusaha melepaskan tangan Cecil dari rambutku.
Saat sampai di bawah, Cecil langsung mendorongku hingga aku jatuh tersungkur dan dia terus membentak aku tanpa alasan yang jelas.
"Dasar kau tidak tahu malu, heh apa kau mau mempermalukan aku di sekolah hah!" Bentaknya sangat keras,
"Cecil apa yang kau maksud, aku sama sekali tidak mengerti dengan ucapanmu itu" balasku kepadanya,
"Jangan berpura-pura polos dan tidak tahu, kau yang menjadi siswa pintar di kelas hanya dalam satu hari bukan, guru terus memujimu sampai ke universitas dan dia bilang kau lebih baik dariku, bahkan guru menyuruhku belajar darimu, apa kau pikir kau sehebat itu bisa mengalahkan aku, hah!" Bentaknya lagi.
Aku hanya menatapnya dengan kebingungan, aku hanya menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dan hanya itu yang aku lakukan, aku tidak bermaksud sampai bersaing apalagi mengalahkan Cecil atau mempermalukan dia.
"Cecil seharusnya kau bertanya pada guru bukannya marah denganku, aku kan hanya melakukan apa yang guru perintahkan saat di sekolah" balasku membela diri.
"Plakkk.....kau berani melawanku saat marah? Dasar anak pungut tidak tahu diri, aku peringatkan padamu jika kau coba-coba mencari perhatian guru lagi di sekolah, aku tidak akan segan-segan membuat pelayan kesayanganmu itu menderita!" Bentak Cecil mengancamku.
Dia menginjak jari tanganku dengan sepatu tingginya sangat kuat, sampai aku merasakan sakit yang luar biasa.
"Aaaaaa......" Ringis ku kesakitan,
"Rasakan itu!" Kata Cecil lalu pergi meninggalkanku.
Meski tangan kiriku sakit, tapi di dalam hati jauh lebih sakit, dan aku tetap berusaha untuk tidak menangis, meski bibi Ida datang menghampiriku dan dia langsung membawaku ke kamar lalu mengobati luka di tanganku karena diinjak oleh Cecil, aku tidak bisa menangis di hadapannya dan malah bi Ida yang menangisi tanganku itu.
"Hiks...hiks....nona Vivian kenapa kamu tidak mendorongnya juga, kenapa nona tidak hati-hati seperti ini?" Ucap bi Ida menangis sambil membalut luka di tanganku,
"Bi... sudahlah, kita melawan atau membela diri pun semuanya akan tetap sama, ini takdirku dan aku tidak bisa melakukan apapun, seandainya saja aku bisa bertemu dengan kedua orangtua kandungku, mungkin aku tidak akan menderita seperti ini" balasku sambil mengingat nasibku.
Sampai bi Ida selesai membalut lukaku, aku juga tidak bisa diam di dalam kamar untuk beristirahat, ibu datang dan menyuruhku untuk pergi berbelanja buah-buahan, dan dia hanya memberiku uang satu lembar.
"Vivian sedang apa kau bersantai di dalam kamar, ini cepat pergi keluar dan beli buah-buahan yang banyak" ucap nyonya Sava sambil menyodorkan uangnya di depan wajahku, aku segera mengambil uang itu dengan perasaan yang kesal.
"Tapi Bu, uang ini tidak akan cukup untuk membeli buah-buahan yang banyak. Mungkin ini akan cukup untuk membeli satu jenis buah saja" balasku kepadanya.
"Beli apa saja yang cukup dengan uang itu, cepat aku sudah lapar dan ingin memakan buah yang segar" ucapnya memerintah.
Aku pun mengangguk dan segera pergi dari sana, begitu juga dengan bi Ida yang kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya. Aku bingung hanya membawa uang selembar lima puluh ribu rupiah dan ibu menginginkan buah yang segar juga bagus, sedangkan di kota seperti ini, tidak mungkin ada toko yang menjual buah-buahan bagus dengan harga rendah seperti itu.
Belum lagi aku harus pergi cukup jauh untuk sampai ke supermarket terdekat, karena kediaman keluarga Wheeler berada di dalam aset tanah keluarga yang cukup jauh dari jalan raya serta pemukiman wargi lainnya, aku harus berjalan cukup lama dan mencari supermarket terdekat dari jalan raya.
Saat sudah berada di dalam supermarket, dugaanku memang benar tidak ada buah dengan harga lima puluh ribuan disana, dan aku bingung bagaimana lagi harus mencari buah dengan harga murah.
"Jika aku pulang dengan tangan kosong, ibu pasti akan semakin memarahiku, oh tuhan apa yang harus aku lakukan" gerutuku merasa kebingungan.
Aku keluar dari supermarket itu dengan lesu dan tidak sengaja melihat sebuah mobil bak terbuka yang menjual buah-buahan dengan harga murah, tentu jauh lebih murah di bandingkan buah-buahan yang ada di supermarket.
Aku langsung menghampiri penjualnya dan segera membeli buah apel merah beberapa biji dari sana, aku pulang dengan perasaan senang dan segera berdiri di pinggir zebra cross untuk menunggu lampu berubah merah.
"Ibu tidak akan tahu bahwa ini buah murah, lagi pula dia juga pasti akan menyuruhku mengupasnya, selama dia tidak tahu aku akan aman hehe" gerutuku merasa lebih tenang.
Aku segera menyebrangi jalan bersama dengan banyak orang lainnya dan memeluk buah itu dengan erat hingga aku sampai di rumah, aku segera mengupas buah itu dan menyajikannya pada ibu yang tengah duduk di sofa depan sambil menonton tv dengan Cecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments