Beberapa jam berlalu aku akhirnya sampai di rumah dan karena sebelumnya mengantarkan Elisa dan Bimo dahulu sehingga aku sedikit pulang terlambat, aku tahu ibu akan marah kepadaku, karena itu yang selalu dia lakukan, jangankan jika aku pulang terlambat, aku pulang tepat waktu pun dia tetap memarahiku dan selalu membuat alasan lain untuk memarahi aku dalam berbagai hal.
Sehingga kali ini aku rela jika harus terkena amarah ibu, yang terpenting aku bahagia bersama kedua teman pertamaku di sekolah.
Lagi pula aku pikir kali ini ibu tidak akan memarahi aku terlalu buruk, mengingat perlakuannya yang sudah menjadi baik di pagi hari kepadaku, tapi walau begitu aku tetap berhati-hati.
Aku masuk dengan perlahan ke dalam rumah dan berjalan mengendap-endap berusaha agar tidak ketahuan oleh ibuku sendiri, namun sayangnya dia tengah duduk di sofa ruang tengah dan dia mengetahui kepulangan ku.
"Tunggu!" Ucap ibuku dengan nada yang tegas.
Aku langsung terdiam dan tidak bisa bergerak, hingga ibuku bangkit berdiri dan dia berjalan menghampiriku, aku sudah ketakutan dan merasa tidak menentu, perlahan aku berdiri dan menundukkan kepala sambil membuang nafas kasar untuk menyiapkan diri dalam menghadapi ibu angkatku tersebut.
Dia tiba-tiba saja langsung menamparku sangat keras hingga aku jatuh tersungkur ke lantai, aku memang sudah menduga semua ini akan terjadi, dan semua sikap baik dan manis yang dia perlihatkan kepadaku pagi tadi adalah sebuah sandiwara, aku tahu itu dan aku bodoh baru menyadarinya saat ini.
"Plakkk......brukkk" suara tamparan yang mengenai pipi kananku.
Aku jatuh dengan rambut berantakan saking kerasnya tamparan dari ibu angkatku tersebut, pipiku terasa begitu perih saat terkena oleh rambut panjangku, aku memegangi pipiku yang sakit dan kembali berdiri dengan tegak serta menahan kesedihan di dalam diriku.
"Ternyata benar dugaanku, semua sikap baikmu pagi ini hanya sebuah sandiwara. Tapi kenapa? Kenapa kau memberikan aku sebuah harapan dan rasa senang yang semu? Kenapa kau harus berpura-pura baik dan menyayangiku tadi pagi?, Kenapa Bu?" Tanyaku dengan nada suara yang aku naikkan.
Itu adalah pertama kalinya aku berani melawan sosok yang aku pikir ibu kandungku selama ini, sosok ibu yang selalu aku hormati dan aku turuti semua perintahnya selama ini.
"Berhenti memanggilku ibu, aku muak mendengarnya," ucapnya begitu keji.
Dia menatap seperti sangat jijik kepadaku dan dia mulai melanjutkan ucapannya itu.
"Kau mau tahu hah?, Dengar ini baik-baik Vivian, kau hanyalah sebuah alat dan kau hanya pelayan di rumah ini, tidak ada yang gratis di dunia ini, kau bisa sekolah dan memakai biaya yang besar, kau menghabiskan uang suamiku yang seharusnya uang itu untukku, bukan untuk membiayai anak pungut sepertimu!" Bentaknya sambil mendorong sebelah bahuku dengan jari tangannya.
Aku hanya menatapnya dengan gigi yang aku keratkan dengan kuat dan kedua tangan yang aku kepalkan, aku berusaha untuk menahan air mataku agar tidak jatuh, aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan manusia kejam sepertinya dan aku tetap berusaha kuat.
"Dan kau ingin tahu kenapa tadi pagi aku bersikap baik kepadamu, haha ..oke, aku akan memberitahumu, itu karena ada suamiku disana, kau tahu apa yang telah kau perbuat, karena membelamu dia berani mengancamku!" Tambah ibu angkatku dengan mata yang terbelalak sempurna penuh dengan kebencian terhadapku.
Saat itu untuk pertama kalinya juga, aku melihat ibu menatapku dengan wajah yang bergetar dan terlihat jelas dari netra matanya bahwa dia sangat membenciku dan tidak pernah menyukaiku barang sedetikpun selama hidupku ini, sakit dan hancur itulah yang hatiku rasakan saat ini, aku merasa sakit seperti tertusuk oleh ribuan panah di tubuhku.
"Aku akan pergi dari rumah ini jika ibu sangat membenciku, dan aku akan bicara pada ayah agar dia tidak mengancam dirimu lagi" ucapku sambil berniat segera pergi dari hadapannya.
Aku tidak sanggup untuk menatap wajahnya lagi, aku tidak tahan menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mataku, aku tidak sekuat yang aku perlihatkan pada semua orang selama ini, aku ingin menangis saat itu dan pergi dari sana secepatnya.
Namun ibu menahan tanganku dengan kuat dan dia kembali mendapat pipi kiriku dengan kuat.
"PLAK.... Dasar tidak tahu diuntung!" Bentak ibuku tepat setelah kembali menampar pipiku untuk yang kedua kalinya.
Aku berusaha tersenyum dan menatap kepadanya dengan semua keberanian yang tersisa di dalam diriku, aku berusaha untuk menenangkan hatiku dan emosi yang menggebu di dalamnya, lalu aku mencoba untuk menjawabnya lagi.
"Apa yang kau inginkan dariku, kau membenciku, menyiksaku dan tidak pernah menganggap ku. Lalu untuk apa kau menahanku, biarkan aku pergi, aku juga berhak untuk bahagia" ucapku kepadanya,
"Kau harus membayar semua uang yang sudah suamiku hamburkan secara sia-sia dalam mengurusimu 17 tahun lamanya" balas ibu angkatku tersebut,
Ku tarik nafas panjang berusaha menahan air mataku terus menerus dan aku hembuskan nafas itu dengan perlahan.
"Baik... Aku akan membayar semua jasamu, tapi aku tetap akan keluar dari rumah ini" balasku masih dengan prinsip yang sama,
"Tidak bisa, kau harus tetap tinggal di rumah ini dan menjadi pelayan sama seperti bi Ida, dan mulai besok kau harus ke sekolah dengan berjalan kaki, lalu kau pindah ke kamar di samping Cecil, ingat jangan pernah membantahku dan jangan coba-coba untuk mengadu pada suamiku, jika tidak aku benar-benar tidak segan untuk membuat hidupmu menderita selamanya, termasuk memecat pembantu kesayanganmu itu!" Ancam ibu angkatku itu lalu dia pergi menaiki tangga.
Aku langsung berlari ke kamar mandi pelayan yang ada di dapur, ku kunci pintunya dengan cepat dan menangis di dalam sana sepuasnya, aku mengeluarkan semua penderitaan dan rasa sakit yang sudah aku tahan sedari tadi.
"Aaarkhhh.....mengapa, mengapa dunia begitu kejam kepadaku, apa dosaku di kehidupan sebelumnya sampai harus merasakan sakit seperti ini?, Apa aku orang jahat, apa aku harus menanggung semuanya dengan penderitaan semacam ini? Hiks....hiks....hiks... Dunia tidak adil padaku..." Ucapku berteriak sambil terus menangis tanpa henti.
Aku tidak perduli dengan diriku dan rasa sakit di kedua pipiku, aku hanya ingin menangis dan mengeluarkan semua unek-unek di dalam diriku hingga aku merasa plong dan bisa kembali bersikap seperti sebelumnya.
Aku juga tidak ingin membuat bi Ida mencemaskan aku jika dia tahu apa yang aku lewati hari ini, aku berusaha menyembunyikan bekas tamparan di kedua pipiku dengan rambut panjangku sendiri dan aku juga terus mencuci mukaku agar tidak terlihat habis menangis.
Aku pikir semua itu akan berhasil sehingga aku berani untuk keluar dari kamar mandi dan berniat membantu bi Ida menyiapkan makan malam bagi ayah dan istri juga putri tercinta mereka.
"Bi, biar aku saja yang masak sekarang, bibi pasti lelah kan" ucapku mengambil alih.
Bi Ida terlihat memperhatikan wajahku dan aku berusaha menghindari tatapannya, aku takut dia akan mengetahui mengenai pipiku dan ternyata tidak butuh waktu lama, dia memang mencurigai hal itu dan tiba-tiba saja mengibaskan rambutku ke belakang telinga, lalu setengah berteriak kaget melihat pipiku yang merah dan sedikit bengkak.
"Astaga.... Nona Vivian ada apa dengan wajahmu, siapa yang melakukan ini padamu nona?" Tanya Bi Ida begitu mencemaskanku.
"Tidak ada bi, aku hanya jatuh dan ceroboh makanya pipiku seperti ini" balasku sambil tersenyum.
Bi Ida langsung mengubah ekspresi wajahnya dan dia langsung mematikan kompor lalu memegangi wajahku dengan kedua tangannya, dia menarik rambutku ke belakang dan mengikatnya dengan lembut, lalu dia bisa melihat dengan jelas seberapa buruk luka bekas tamparan yang sudah seperti cap empat jari di pipiku itu.
"Ini....lihat ini dengan baik, apa nona pikir bibi bisa dibohongi dengan alasan murahan seperti itu? Jelas sekali ini adalah bekas tamparan dan itu bengkak" ucap bi Ida terlihat marah kepadaku.
Aku hanya tersenyum melihat ekspresi wajahnya yang begitu mencemaskanku, lebih daripada siapapun yang ada di rumah ini.
Aku langsung memeluknya dengan erat dan tanpa sadar air mata mulai jatuh dari pelupuk mataku, tanpa aku izinkan.
"Terimakasih bi" ucapku sambil memejamkan mata dalam pelukannya.
Aku merasa damai dan tenang hanya dengan memeluknya, dia lebih seperti ibu bagiku, dan bi Ida membalas pelukanku dengan lembut.
"Nona ada apa denganmu hari ini?, Bibi melihat semuanya ini adalah perbuatan nyonya besar kan, maafkan bibi karena tidak bisa melindungi nona seutuhnya, maafkan bibi nona Vivian" ucap bi Ida yang membuatku semakin sedih dan terharu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Alihabibnisa
sedih banget nasib mu vian😭😭😭
2023-02-22
0