Angga
Si Bxjingan itu berhasil memecahkan bibir bawah gue dan membuat pipi gue membiru keunguan. Sialan. Meskipun begitu, gue tidak menyesal membiarkan dia menghujani gue dengan bogem mentahnya.
Gue merasa pantas menerima pukulan-pukulan itu setelah apa yang gue perbuat pada Olavia.
Dasar pengkhianat bodoh. Lo susah melakukan kesalahan yang sama seperti yang sulu lo lakuin. Lo udah mengambil pilihan dari tangan Olavia. Itu yang lo bilang cinta, ha? itu yang lo bilang sayang? Percuma lo bilang kalau dia adalah wanita pujaan lo, orang yang paling lo cintai di dunia ini, kalau lo masih bersikap seenak jidat lo. Kalau lo masih suka meng-abuse kepercayaan yang telah dia berikan.
Dasar Angga sialan!
Kenapa, sih, lo masih gak bisa belajar dari kesalahan? Kenapa, sih, lo kayak gak punya otak gitu? Kenapa lo gak bisa mikir dulu sebelum bertindak?
Sambil membersihkan luka-luka gue di kamar mandi hotel yang gue pesan kemarin, dengan air bersih dan peralatan yang benar kali ini, gue sibuk memaki-maki diri di dalam hati. Yep. Karena gue merasa pantas dimaki-maki pula.
Shxt.
Gue memesan kamar ini kemarin hanya untuk berjaga-jaga kalau saja gue harus menginap. Dan sekarang sepertinya gue memang harus menginap.
Gue jadi ingat dengan apa yang sering orang-orang bijak itu katakan.
Your plan will never work if there's a plan B in there.
So, there it is. Seharusnya gue tidak memesan kamar ini. Seharusnya gue tidak berandai-andai. Seharusnya gue bisa membuat perencanaan yang solid. Namun, apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Walaupun jelas tidak ada ayam suwir, kacang kedelai goreng, potongan seledri, bawang goreng, dan kuah kaldunya, gue tetap harus bisa menikmati apayang sudah disuguhkan oleh kehidupan.
Atau setidaknya berpura-pura menikmati bubur itu saja.
Hm. Bisa, kan, lo?
Honestly? Gue tidak tahu apa gue bisa berpura-pura menikmati semua hal yang berkaitan dengan dua orang yang paling gue cintai di dunia ini. Kalau untuk soal Olavia dan Oleander, di dalam kamus gue tidak ada kata pura-pura. Pilihan yang ada cuma dua; gue bahagia sama mereka atau gue merana tanpa keduanya. Itu saja. Titik.
How is that situation looking for you right now, huh? Sebuah suara di dalam kepala gue bertanya. Gue tahu itu adalah setan yang ada di dalam sana. Pilihan yang mana yang akan menjadi kenyataan setelah apa yang terjadi siang ini? Apakah lo yakin masih ada kemungkinan untuk pilihan pertama setelah Olavia tahu semuanya? Setelah dia sadar akan apa yang telah lo lakukan? I don't think so. Sepertinya, pilihan kedua lebih masuk akal. Lo akan dihapus dari hari-hari mereka. Dan, ehem. Bukannya gak mungkin posisi lo itu akan digantikan oleh orang baru. Ya, gak, ya?
Oh, FXXXXXCK!
Seketika teriakan gue yang terdengar seperti raungan binatang yang kesakitan sudah memenuhi kamar mandi itu. Rasa sakit juga serta-merta pelesat di sepanjang lengan kanan gue. Ketika gue cek, tahu-tahu darah sudah mengalir dari luka-luka yang menganga di kulit yang menutup buku pangkal tulang jari tangan gue.
What the fxck?
Saat menengadah, gue juga baru menyadari kalau cermin wastafel yang ada di depan gue sudah retak seribu.
God damn it!
Bisa gak, sih, lo gak usah bikin onar, Ngga? Bisa gak, sih, lo gak usah nyari-nyari perkara? Bisa gak, sih, lo tenang aja? Gak usah banyak tingkah. Gak usah sok-sok belagu untuk melakukan sesuatu yang belum tentu orang lain suka. Ha?
Lo lihat, kan, cermin di depan lo? Tinju lo yang baru saja mendarat di sana itu bisa diibaratkan sebagai kesalahan lo yang pertama. Sedangkan cermin itu adalah hatinya Olavia. Sekarang, coba lo bayangkan seandainya lo tinju cermin yang udah penuh retakan itu sekali lagi dan dengan pukulan yang lebih keras dari yang tadi. Menurut lo, apakah cermin itu akan selamat? Apakah dia masih akan menjadi seperti itu? Atau, malah hancur sehancur-hancurnya sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai cermin lagi?
Menurut pendapat lo, apa yang akan terjadi, Ngga? Apa yang akan terjadi dengan hati Olavia? Apa yang akan terjadi pada kepercayaan dia terhadap lo? Menurut lo, apakah dia akan membiarkan anaknya bersama orang yang tidak dia percayai, hm? Menurut lo, setelah ini apakah hubungan lo dan Oleander masih tetap ada walau lo dan Olavia sudah putus? Ha?
"Aaaaaaargh!"
****
Ponsel gue berbunyi. Ini sudah deringan yang kesekian kali. Dan sudah kesekian kali pula gue sengaja membiarkannya tetap berdering. Hitung-hitung untuk mengisi perasaan kosong yang mulai menggerogoti hati ini.
Betul-betul berat rasanya ketika gue memilih untuk tidak mengacuhkan panggilan dari Olavia. Begitu berat rasanya menatap layar gue yang menyala dan menampilkan foto kontak wanita pujaan gue itu. Foto gue dan Olavia dengan Ole di tengah-tengah kami, tersenyum menghadap ke kamera. Foto terbaru yang kami ambil saat perayaan ulang tahun Ole yang ketiga.
Hari di mana Olavia menyatakan yes untuk menjadi istri gue.
Gue rasa jawabannya akan berbeda setelah ini.
Fxcking hell.
Belum-belum saja rasanya sudah sakit setengah mati.
Gue menghapus air mata yang meleleh di pipi dengan kain kasa yang melilit tangan. Gue tidak bisa menemukan apa pun di dalam diri gue untuk peduli soal kebersihan luka yang gue balut sembarangan tadi.
Setelah benar-benar menghancurkan cermin itu, gue menelepon pihak hotel dan menyuruh mereka untuk membersihkan kekacauan yang telah gue sebabkan. Sementara petugas cleaning servis menyapu pecahan-pecahan tajam itu, seorang manajer mendatangi gue untuk meminta pernyataan pertanggungjawaban.
It wasn't hard to do.
Gue segera mentransfer sejumlah uang yang dikehendaki oleh pihak hotel tanpa berkata satu patah kata pun. Sang manajer yang takut menghadapi gue (terlihat dari bagaimana seringnya dia melirik ke arah pintu dan cara berdirinya yang gelisah, seperti ingin cepat-cepat kabur dari aura gelap yang gue pancarkan sekarang), sekonyong-konyongnya benar-benar melesat ke luar setelah gue menandatangani surat dan memperlihatkan bukti transfer itu ke mukanya.
Setelah si bapak-bapak kurus selesai menyapu dan memastikan tidak ada pecahan yang tersisa, gue mendekam sendiri di dalam kamar ini.
Gue tidak punya nafsu untuk makan. Gue tidak punya keinginan untuk mandi dan berganti pakaian. Gue tidak punya hasrat untuk melakukan apa pun selain menatap ponsel gye yang terus berdering meski ini sudah pukul dua belas lebih empat puluh lima menit.
Fxck.
Sedu dan sedan tidak bisa lagi gue sembunyikan. Fxcking hell. Rasanya benar-benar seperih itu.
Gue tidak peduli jika gue terdengar seperti banci. Yang jelas, gue tidak yakin akan bisa bertahan jika Olavia memutuskan untuk menghapus gue dari hari-hari mereka.
Bahkan sekarang rasanya bernapas saja begitu sulit.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments