18. Rasa yang Berserak

Owen

Gue tidak menyangka kalau yang akan membuat gue sadar dari kebingungan dan yang membuat gue lepas dari jeratan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab seperti benang kusut di dalam otak gue adalah bacot laki-laki ini.

Laki-laki yang dulunya gue lihat dan gue dengar tidak banyak omong. Namun, siapa yang sangka. Meski tidak sering mengeluarkan kata-kata, sekalinya berbicara, yang keluar adalah kata-kata sampah seperti yang baru saja dia ucapkan.

"Sekarang karena elo udah tahu, jadi silakan tanda tangan surat itu."

Perhatian gue sekonyong-konyongnya beralih dari tempat antah-berantah ke dia untuk beberapa detik, kemudian barulah tertuju pada kertas yang dimaksud.

Surat yang masih tergeletak di atas lantai. Surat yang entah kenapa bisa kusut, gue benar-benar tidak bisa mengingat kenapa kertas itu sudah kusut seperti itu saja. Surat yang berjudul "Surat Persetujuan Pengangkatan Anak".

What the fxck is going on this fxcker's mind?

Setelah itu, tidak ada yang bisa menahan tangan gue untuk tidak melayangkan tinju demi tinju ke mukanya yang sempurna. Dengan amarah yang menggebu-gebu gue permak muka calon suami Olavia itu.

Si Cantik. Namanya Olavia.

Dan anak gue. Namanya Oleander.

Owen. Olavia. Oleander.

Fxck.

I think someone just knocked the air out of my lungs. Dan gue sepenuhnya sadar kalau itu bukan perbuatan Angga. Dari tadi dia hanya diam dan menerima pukulan demi pukulan yang gue layangkan ke arah mukanya.

Bukannya gue berhasil mendaratkan banyak pukulan di wajah itu. Hanya beberapa. Dan itu sakitnya sungguh luar biasa.

Dasar raksasa sialan. Tulangnya keras sekali seperti baja.

Gue lantas berhenti dan menghempaskan tubuh gue kembali ke lantai. Fxck. Napas gue tersengal-sengal. Bukan hanya karena "latihan" tinju yang barusan gue kerjakan, akan tetapi juga karena perasaan "aneh" yang gue rasakan di dalam dada.

Shxt.

What is happening with me?

Gue merasa perasaan gue berserakan di mana-mana. Gue merasa perasaan gue tertarik ke mana-mana. Gue merasa hati gue tidak bisa menentukan apa yang ingin dia rasakan. Terkejut, karena gue ternyata memiliki anak. Bingung, karena kenapa Olavia menyembunyikan hal itu selama ini dari gue. Cemas, karena apa yang akan gue lakukan dengan informasi ini. Apa yang akan gue lakukan selanjutnya? Gue tidak bisa bertindak seolah-olah tidak mengetahui apa pun soal Oleander. Gue tidak bisa berpura-pura tidak tahu sama sekali.

Bagaimana dengan karir gue? Apa dampak yang akan gue terima apabila berita ini tersebar ke media? Fxck. No, no, no. Gue tidak bisa melahirkan skandal yang lain lagi. Gue tidak bisa menciptakan kekacauan lagi. Bisa-bisa Bram benar-benar menggantung gue nanti.

Fxck. Fxck. Fxck. Fxck.

Gue merasa sedikit lega karena gue mengambil keputusan sepihak soal ini. Gue merasa lega karena, di balik tuntutan manajer gue yang memberikan instruksi agar gue melaporkan semua yang gue lakukan padanya, gue tidak memberi tahu Bram apa-apa soal kedatangan Angga. Begitu pula dengan berita yang diantarkannya literally ke pangkuan gue.

Fxcking hell.

Namun, tidak bisa dipungkiri. Gue juga merasa sangat menyukai rasa yang ditimbulkan ketika gue menyebut nama kami satu per satu. Owen. Olavia. Oleander.

It's so freaking cute. Right?

Gue sudah gila. Gue sudah gila.

"Get out," perintah gue di antara napas yang mulai teratur. "Get the fxck out of my house."

Gue harus menyuruh dia pergi dari sini. Gue harus membuat dia ke luar dari rumah ini secepatnya agar gue bisa berpikir dengan lebih tenang. Agar otak gue bisa berfungsi dengan lebih benar, lebih baik. Agar gue bisa merencanakan semuanya.

Tentu sebelum melakukan semua itu gue harus mengusir si Beruang Raksasa sialan ini.

"Get the fxck out!" Gue tunjuk pintu depan yang masih bisa terlihat dari ruangan tempat kami berada sekarang. "Ke luar dari sini sekarang juga. Dan bawa kertas sialan ini balik sama lo ke Jakarta. Gue gak mau tanda tangan apa pun!"

Ketika gue melihat Angga yang masih menyandarkan diri ke dinding di belakangnya itu tidak bergerak sama sekali, gue renggut kertas tersebut dari lantai dan gue tamparkan ke dadanya. Pun gue tarik lengannya yang besar dengan paksa agar dia bisa berdiri.

Fxck. This man is built like a brick. He's so fxcking heavy. Son of a bitxh.

Setelah berjuang sendirian selama beberapa detik, si Angga sialan ini akhirnya mau membantu gue untuk mengangkat bokongnya yang berat. Tangan kanannya sudah memegang tas punggung kecil berwarna hitam yang dia bawa tadi bersamanya. Sesudah dia berdiri, gue kemudian mendorong tubuhnya itu ke arah pintu. Langkahnya diseret ke sana.

"Pergi lo dari sini. Pergi. Sialan." Gue terus merepet di antara usaha gue untuk menyuruh si Beruang Raksasa Tak Bertenaga itu untuk kembali ke asalnya. "Dasar anxing. Pergi lo."

Tepat saat sampai di pintu, gue melangkah ke depan dia (sialan dia tidak mendongakkan kepalanya ketika gue seret tadi), gue setengah berbisik setengah menggeram. "Dan jaga mulut lo selama dalam perjalan kembali ke habitat. Gue gak mau ada satu orang pun yang tahu selain orang-orang yang tahu soal hal ini sekarang. Kalau sempat media mendengar semua ini, gue bakal menuntut lo. Gue gak peduli lo anaknya siapa, gue gak peduli kalau lo punya lebih banyak uang dari gue, gue gak peduli kalau lo punya becking-an dari mana aja. Gue gak peduli. Yang jelas, kalau lo berani mengucapkan satu kata saja soal ini, mampus lo. Gue seret bokong lo ke pengadilan sampai tetes darah terakhir!"

****

Angga

Gue tidak benar-benar sadar dengan apa yang gue lakukan. Setelah dibikin babak-belur oleh si bxjingan sialan itu, ditarik dan diseret keluar dari rumahnya, dan diancam dengan konyol, gue berjalan menyusuri jalan setapak kembali ke jalan besar. Gue lalu memesan taksi online. Sembari menunggu, gue sempatkan mencuci muka dengan air sawah yang mengalir di dekat tempat gue menunggu kedatangan jemputan gue.

"Fxcking hell." Gue mendesis saat air menyentuh luka-luka di sekitar wajah gue.

Sialan. Tangan lembek itu ternyata masih bisa mencederai kulit gue.

Setelah itu, gue mengangkat baju untuk menyeka wajah. Hal ini membuat gue tersadar dengan bentuk baju gue.

Sialan. Cowok kurus itu menang banyak sekarang. Tidak hanya membuat wajah gue luka dan lebam, akan tetapi dia juga merombak bentuk baju yang gue pakai.

Segera saja gue buka kaus Henley polos lengan pendek berwarna abu tua itu dan menggantinya dengan kaus yang sama namun dengan warna abu muda. Kemudian gue basahi kain rusak itu dengan air sawah lagi (pada stage ini gue sudah tidak peduli lagi soal kebersihan) dan kembali menepuk-nepuk muka gue alakadarnya, terutama di bagian pipi kiri dan rahang. Karena di situlah pusat tempat kejadian perkara.

Sesudah merasa cukup "bersih", gue keluarkan masker, topi, dan kacamata Rayban dari dalam tas. Gue kenakan semuanya.

Done.

Setidaknya, untuk saat ini bisa dikatakan done.

Bersambung ....

Episodes
1 1. Owen Si Artis Kontroversi
2 2. Sial!
3 3. Wanita Bergaun Merah
4 4. Terbakar
5 5. Awas Bram Galak!
6 6. Reflection of A Man
7 7. Go Get Her
8 8. She Said Yes
9 9. Congratulations!
10 10. Percakapan Ayah dan Anak
11 11. Mysterious Phone Call
12 12. Janji Temu
13 13. Lidah Cadel Oleander
14 14. I Love You So Much
15 15. When Angga Meets Owen
16 16. Prahara
17 17. Desperately Desperate
18 18. Rasa yang Berserak
19 19. Resah dan Gelisah
20 20. I Don't Feel Like It
21 21. Oh, My God
22 22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23 23. Bencana
24 24. Dasar Angga Tolol
25 25. Kelu dan Beku
26 26. Rengsa
27 27. Gue Tidak Tahu Lagi
28 28. This is It for Now
29 29. Lega
30 30. Rapat Keluarga
31 31. Maafkan Aku, Ngga
32 32. Waktu
33 33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34 34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35 35. It's Yours
36 36. Thank you, God
37 37. Kamulah Satu-Satunya
38 38. We Need to Stop
39 39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40 40. I'm Not Crying
41 41. No More Secret
42 42. Nikmatnya Dunia
43 43. Berbahaya Namun Seksi
44 44. Nano-Nano
45 45. Menguras Sikap Sombong Owen
46 46. Nurture Over Nature
47 47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48 48. Cepat-Cepat
49 49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50 50. If I Were You
51 51. There Goes My Messages
52 52. Amplop Cokelat Berlogo
53 53. Keluarga Sebenarnya
54 54. Moral Compass and Whatnot
55 55. Thank You, Owen
56 56. Please, Gue Mohon
57 57. Harap
58 58. Pulang
59 59. Nikah, Yuk
Episodes

Updated 59 Episodes

1
1. Owen Si Artis Kontroversi
2
2. Sial!
3
3. Wanita Bergaun Merah
4
4. Terbakar
5
5. Awas Bram Galak!
6
6. Reflection of A Man
7
7. Go Get Her
8
8. She Said Yes
9
9. Congratulations!
10
10. Percakapan Ayah dan Anak
11
11. Mysterious Phone Call
12
12. Janji Temu
13
13. Lidah Cadel Oleander
14
14. I Love You So Much
15
15. When Angga Meets Owen
16
16. Prahara
17
17. Desperately Desperate
18
18. Rasa yang Berserak
19
19. Resah dan Gelisah
20
20. I Don't Feel Like It
21
21. Oh, My God
22
22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23
23. Bencana
24
24. Dasar Angga Tolol
25
25. Kelu dan Beku
26
26. Rengsa
27
27. Gue Tidak Tahu Lagi
28
28. This is It for Now
29
29. Lega
30
30. Rapat Keluarga
31
31. Maafkan Aku, Ngga
32
32. Waktu
33
33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34
34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35
35. It's Yours
36
36. Thank you, God
37
37. Kamulah Satu-Satunya
38
38. We Need to Stop
39
39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40
40. I'm Not Crying
41
41. No More Secret
42
42. Nikmatnya Dunia
43
43. Berbahaya Namun Seksi
44
44. Nano-Nano
45
45. Menguras Sikap Sombong Owen
46
46. Nurture Over Nature
47
47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48
48. Cepat-Cepat
49
49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50
50. If I Were You
51
51. There Goes My Messages
52
52. Amplop Cokelat Berlogo
53
53. Keluarga Sebenarnya
54
54. Moral Compass and Whatnot
55
55. Thank You, Owen
56
56. Please, Gue Mohon
57
57. Harap
58
58. Pulang
59
59. Nikah, Yuk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!