12. Janji Temu

Angga

"Apa tiga bulan gak terlalu cepat, Ngga?" Wanita pujaan gue bertanya dari ujung sambungan. "Maybe lebih baik kalau kita gelar acaranya enam bulan lagi aja. Gimana?"

"Nope." Gue sekonyong-konyongnya membantah dan menatap lurus ke layar ponsel pada Olavia. Gue sedang berada di resto, mengecek keadaan dan laporan yang dibuat oleh Dimas sedangkan Olavia dan Ole, dua orang berinisial O yang menjadi oksigen bagi gue, tengah berada di rumah. "Bagi aku tiga bulan itu udah cukup lama, Sayang. Aku udah nunggu kamu hampir lima belas tahun. Dua tahun lebih semenjak aku minta izin sama papa kamu. Sekarang kamu suruh aku nunggu lagi? Aku gak peduli kalau kita cuma nikahan di KUA aja. Yang penting kita nikah. Titik."

Olavia masih tidak percaya kalau gue sudah meminta restu dari orang tuanya jauh sebelum gue benar-benar melamar dia akhir minggu kemarin.

"But, wait, wait, wait. Tunggu dulu. Apa menurut kamu tiga bulan itu terlalu cepat?" Pikiran itu tiba-tiba saja terlintas di benak gue. Gue tidak bisa berbohong kalau kemungkinan ini membuat gue agak sedikit merasa ... aneh.

"No!" Kali ini Olavia yang gegas berseru. "Enggak, enggak sama sekali. Kok kamu mikirnya gitu, sih?"

Diam-diam gue embuskan napas panjang. Lega mendengar jawaban yang ingin gue dengar. "Bukannya apa-apa, Yang. Tadi aku cuma nanya aja. Memastikan kamu sependapat sama aku. Kalau kamu merasa perlu enam bulan untuk mempersiapkan apa yang perlu dipersiapkan, ya ... okay. I will give you that six long and torturous months." Gue sengaja mendesah dengan dramatis.

"Iih, jangan lebay, deh," protes wanita yang kini sedang duduk di salah satu stool di counter dapur. Dia memasukkan satu butir anggur hijau ke dalam mulutnya setelah memutar bola mata yang sudah kembali bertemu dengan produk-produk alat kecantikan itu. Sejak Ole berusia dua setengah tahun, Olavia sudah kembali menggunakan riasan tipisnya. Dia berkilah bahwa bayi di bawah usia Ole saat itu hanya akan mengikis bedak dan eyeliner-nya dalam tiga menit. Berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih besar. Mereka sudah mulai mengerjakan beberapa hal secara mandiri. Jadi, setidaknya makeup yang dipakai akan bertahan sedikit lebih lama. "Aku juga pengennya perayaan yang sederhana aja, kok, Yang. Di taman belakang rumah kayak kemarin aja juga gak apa-apa. Undangannya cukup keluarga dan sahabat dekat. Udah. Gitu."

Gue tersenyum. Keinginannya tetap tidak berubah. "Masih sama berarti." Gue nyeletuk.

"Maksud kamu?" tanya Olavia keheranan.

"Iya, masih sama. Dulu kamu juga bilang itu sama aku."

Wanita yang paling gue cintai di dunia ini agak terkejut. "Oh? Iya, ya?"

Gue bergumam dan mengangguk sekali. "Eh-hm."

"It's nice to know that you're still remember things that happened a very long time ago."

Gue condongkan tubuh ke depan. Kini lengan gue bertelekan di atas meja kerja di ruangan gue. Sekilas gue melirik foto yang pernah dilempar Olavia dulu hingga kacanya pecah. Keesokan harinya gue langsung mengganti pigura itu dengan yang baru. "You'll be surprised if I tell you about all the things I still remember after all this time, Baby."

Kalimat gue itu berhasil membikin pipi Olavia memerah. "Angga, stop!" cicitnya sembari memegangi .

Gue hanya tertawa. Gue tidak bermaksud untuk membuat dia malu, akan tetapi bukan tanggung jawab gue, dong, ke mana perginya arah pikiran dia setelah mendengar apa yang gue ucapkan. Meskipun gue sebenarnya suka ke mana arah pikiran dia. "Sayang, kamu kenapa? Mukanya, kok, jadi merah gitu?" seloroh gue.

"Gak apa-apa, gak apa-apa." Dia menggeleng. Cepat-cepat Olavia mengalihkan percakapan. "Ya, udah. Kamu lanjutin kerjanya aja dulu. Aku mau beres-beres lagi mumpung Oleander masih nyenyak tidurnya."

"Okay. See you later, Sayang. Kasih Ole kecupan dari aku, ya."

"Will do. Bye, Sayang."

"I love you."

"Love you too."

****

Owen

Gue masih tidak tahu apa yang harus gue lakukan terhadap nomor ponsel Angga yang dikirimkan oleh Bram tadi. Gue tidak tahu apa yang akan terjadi setelah gue mengangkat ponsel ini dan menghubungi dia.

Apakah akan berbuah manis?

Atau malah menjadi malapetaka?

Setelah memutuskan panggilan dari Bram, gue segera membersihkan badan dan membuat sarapan. Bram, sekali lagi, benar. Mengurus diri gue sendiri berhasil membangkitkan kembali kenangan ketika gue belum menjadi Owen yang sekarang. Tinggal di rumah ini, mengerjakan semuanya sendiri, membuat gue ingat lagi akan keadaan yang sebelumnya pernah gue alami.

Keadaan ketika uang adalah satu masalah yang harus gue pecahkan dan perjuangkan setiap harinya.

Fxck.

Setelah beres-beres kemarin, Bli Gedhe datang dengan membawakan keperluan harian. Bahan makanan, minuman, dan beberapa keperluan lain seperti sabun pencuci piring dan pakaian. Gue berterima kasih kepada sepupu Bram itu dan mulai menjalani kehidupan isolasi gue.

Kehidupan dalam isolasi yang ternyata sangat gue butuhkan.

Gue tidak tahu kalau gue sangat membutuhkan pengingat seperti ini. Gue tidak tahu kalau gue sudah lupa diri dan lupa daratan. Gue tidak tahu kalau gue sudah lupa asal.

Fxck. Gue berutang banyak sama si Bram galak itu.

I'll take care of that when this fxcking situation ends. Now I need to take care of this first.

Atas nama utang budi kepada bapaknya, akhirnya gue memutuskan untuk menghubungi Angga. Meskipun tidak adanya urusan kami sebelum ini, setidaknya gue masih menghargai jasa besar Big Ben buat karir gue.

Gue sentuh tanda telepon di samping nomornya.

Fxck. Kenapa gue jadi deg-degan begini, ya?

"Halo."

Fxck. Panggilan gue diangkat sebelum dering panggilan pertama selesai. Sepertinya dia sudah menunggu panggilan dari nomor baru.

"Owen?" Ketika gue masih saja diam, dia akhirnya bisa menyimpulkan sendiri siapa yang menelepon siang-siang begini dan malah memilih untuk tidak berkata sepatah kata pun. "Gue Angga. Lo pernah kerja di resto gue dulu. Beniqno."

Gue akhirnya membuka suara. "Hm. Gue ingat."

"Good."

Hening lagi.

Gue memutuskan jika lebih baik bagi kami berdua kalau apa pun urusan ini selesai dengan cepat. "So? Manajer gue bilang kalau lo punya sesuatu yang harus dibicarakan sama gue."

"Yes. About that."

"What about that?" Gue mengambil alih.

Butuh beberapa saat bagi Angga untuk mengungkapkan apa yang menjadi alasannya menghubungi gue. "Sebaiknya kita bicarakan ini secara langsung. Sebaiknya kita ketemu."

"Gue sedang tidak dalam keadaan yang membuat gue mampu bepergian dengan bebas sekarang," jawab gue tegas.

Jika dia yang mempunyai kepentingan sama gue, dia yang harus datang ke gue. "Okay, then. Kasih gue alamat lo. Biar gue yang ke sana secepatnya."

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Yuyu

Yuyu

mereka ketemuan adudududuh 😲😲😲😲

2023-02-07

0

lihat semua
Episodes
1 1. Owen Si Artis Kontroversi
2 2. Sial!
3 3. Wanita Bergaun Merah
4 4. Terbakar
5 5. Awas Bram Galak!
6 6. Reflection of A Man
7 7. Go Get Her
8 8. She Said Yes
9 9. Congratulations!
10 10. Percakapan Ayah dan Anak
11 11. Mysterious Phone Call
12 12. Janji Temu
13 13. Lidah Cadel Oleander
14 14. I Love You So Much
15 15. When Angga Meets Owen
16 16. Prahara
17 17. Desperately Desperate
18 18. Rasa yang Berserak
19 19. Resah dan Gelisah
20 20. I Don't Feel Like It
21 21. Oh, My God
22 22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23 23. Bencana
24 24. Dasar Angga Tolol
25 25. Kelu dan Beku
26 26. Rengsa
27 27. Gue Tidak Tahu Lagi
28 28. This is It for Now
29 29. Lega
30 30. Rapat Keluarga
31 31. Maafkan Aku, Ngga
32 32. Waktu
33 33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34 34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35 35. It's Yours
36 36. Thank you, God
37 37. Kamulah Satu-Satunya
38 38. We Need to Stop
39 39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40 40. I'm Not Crying
41 41. No More Secret
42 42. Nikmatnya Dunia
43 43. Berbahaya Namun Seksi
44 44. Nano-Nano
45 45. Menguras Sikap Sombong Owen
46 46. Nurture Over Nature
47 47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48 48. Cepat-Cepat
49 49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50 50. If I Were You
51 51. There Goes My Messages
52 52. Amplop Cokelat Berlogo
53 53. Keluarga Sebenarnya
54 54. Moral Compass and Whatnot
55 55. Thank You, Owen
56 56. Please, Gue Mohon
57 57. Harap
58 58. Pulang
59 59. Nikah, Yuk
Episodes

Updated 59 Episodes

1
1. Owen Si Artis Kontroversi
2
2. Sial!
3
3. Wanita Bergaun Merah
4
4. Terbakar
5
5. Awas Bram Galak!
6
6. Reflection of A Man
7
7. Go Get Her
8
8. She Said Yes
9
9. Congratulations!
10
10. Percakapan Ayah dan Anak
11
11. Mysterious Phone Call
12
12. Janji Temu
13
13. Lidah Cadel Oleander
14
14. I Love You So Much
15
15. When Angga Meets Owen
16
16. Prahara
17
17. Desperately Desperate
18
18. Rasa yang Berserak
19
19. Resah dan Gelisah
20
20. I Don't Feel Like It
21
21. Oh, My God
22
22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23
23. Bencana
24
24. Dasar Angga Tolol
25
25. Kelu dan Beku
26
26. Rengsa
27
27. Gue Tidak Tahu Lagi
28
28. This is It for Now
29
29. Lega
30
30. Rapat Keluarga
31
31. Maafkan Aku, Ngga
32
32. Waktu
33
33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34
34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35
35. It's Yours
36
36. Thank you, God
37
37. Kamulah Satu-Satunya
38
38. We Need to Stop
39
39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40
40. I'm Not Crying
41
41. No More Secret
42
42. Nikmatnya Dunia
43
43. Berbahaya Namun Seksi
44
44. Nano-Nano
45
45. Menguras Sikap Sombong Owen
46
46. Nurture Over Nature
47
47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48
48. Cepat-Cepat
49
49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50
50. If I Were You
51
51. There Goes My Messages
52
52. Amplop Cokelat Berlogo
53
53. Keluarga Sebenarnya
54
54. Moral Compass and Whatnot
55
55. Thank You, Owen
56
56. Please, Gue Mohon
57
57. Harap
58
58. Pulang
59
59. Nikah, Yuk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!