Owen
Apa yang warnanya merah dan siap untuk dirobek?
Mata gue langsung tertuju pada gaun pendek yang digunakan. Di dalam foto itu, Kinar sedang duduk tegak. Dia memilih sudut foto dari atas yang bisa merekam sebagian besar penampakan tubuh indah yang dibalut oleh dress nan kekecilan tersebut. Dadanya tumpah ruah, kakinya yang putih dan mulus tersingkap hampir keseluruhan. Mungkin hanya tersisa sejengkal yang tertutup kain gaun dari pinggulnya dan gue rasa itu juga cuma cukup untuk menutup bagian-bagian yang penting-penting saja.
Shxxxxt, man. Foto itu tidak hanya membuat gue terbakar, akan tetapi juga kehilangan akal sehat.
Gue balas pesan dia.
Owen : that fxcking dress!
Tiga buah titik menari-nari di layar ponsel gue sebelum balasan dari Kinar masuk.
Kinar : nope.
Kinar : coba tebak lagi
Pesan tersebut diikuti oleh sebuah emoji yang sedang mengedipkan sebelah mata.
Dia berhasil membuat otak gue berjalan jauuuuh sekali melenceng dari jalan yang benar.
Owen : apa yang warnanya merah dan siap untuk dirobek?
Kinar : yes
Kinar : apa jawabannya?
Owen : gue mau tulis jawaban gue di sini
Owen : tapi takut diklaim gak gentleman
Dengan cepat Kinar menanggapi pesan gue barusan.
Kinar : you are never a gentleman
Kinar : and I like that
Sudut bibir gue terangkat dengan pongah. Yep. She is right. Gue bukan tipe yang seperti itu di tempat kami bertemu. Dan gue tahu persis seberapa sukanya dia pada sikap ketidak-gentleman-an gue.
Owen : hm okay then
Owen : gue rasa sekarang gue tahu yang mana maksud lo
Owen : kalau gitu
Owen : nanti aja gue bisikin jawabannya
Owen : sekarang lo di mana?
Owen : gue mau ketemu
Tak berapa lama muncul lagi pesan balasan dari Kinar.
Kinar : Devil's Lair
Kinar : come
Fxxxck me. Interaksi dengan cewek ini tidak pernah membosankan dan basi.
Owen : gue pastiin itu
Gue menambahkan emoji percikan air di akhir pesan gue.
Oh, my fxcking God! Gue bisa langsung merasakan efek dari flirting dan innuendo yang gue dan Kinar tukar meski hanya lewat kata-kata. Dia benar-benar bisa membuat gue gila karena kepuasan dan tantangan yang ada ketika gue bersama dia.
Kepuasan. Tantangan. Adrenaline rush yang memacu jantung gue karena kemungkinan tertangkapnya kami saat melakukan hubungan terlarang ini. Hal-hal itulah yang membuat Kinar beda dari istri-istri orang yang lain.
Kalau yang lain hanya karena thrill semata, sedangkan Kinar memang benar-benar bisa mengimbangi permainan dan appetite gue. Yang paling penting adalah kami, gue dan dia, hanya eksis di dalam kamar tidur. Di luar itu, kami kembali menjadi orang asing.
Begitulah, ladies and gentlemen. Gue menghampiri dia di Devil's Lair. Setelah bertemu di private lounge yang dipesan Kinar, kami minum sebentar lalu cabut ke sebuah hotel menggunakan mobil dia. Mobil butut yang dia gunakan khusus untuk hal-hal seperti menghindar dari kejaran wartawan atau para kenalan suaminya. Sebuah hotel murah yang lumayan nyaman untuk mengungkap jawaban dari teka-teki yang dia berikan sebelumnya.
Hal ini juga yang membuat gue tidak memusingkan pertemuan berulang dengan Kinar; dia tidak merepotkan. Dia mau-mau saja diajak bertemu di sembarang tempat. Tidak harus tempat yang mewah. Tidak harus selalu dengan perlakuan yang grandiose.
Hotel bintang tiga, oke. Si mobil butut dia, juga ayo aja. Di kamar mandi klub, juga emang gue pikirin. Dia tidak banyak menuntut dan itu merupakan sebuah perubahan yang kurang lebih sangat refreshing bagi kehidupan gue yang penuh dengan tuntutan.
Namun, sekarang ... sekarang gue rasa semua ilusi itu sudah berakhir. Meskipun pada akhirnya pihak gue menyatakan sikap no comment, akan tetapi foto yang ada di dalam layar ponsel Bram itu meneriakkan kenyataannya sendiri. Di potret dengan definisi tinggi itu, fitur wajah gue dan wajah Kinar terlihat dengan jelas. Tidak ada yang bisa disembunyikan.
Termasuk kondisi pakaian kami yang penuh kerutan.
Damn, kenapa gue dan dia harus keluar hotel secara bersamaan? Dan kenapa gue harus merangkul dia? Tidak biasanya kami sembrono seperti itu.
Sial, sial, sial!
Benar apa yang dikatakan oleh ... siapa tadi? Di berita yang dibacakan Bram. Ah, gue tidak ingat pastinya apa. Yang jelas, satu pertanyaan besar muncul di benak gue; apa sebenarnya yang sedang gue pikirkan malam tadi itu?
"Udah lihat, lo?!"
Shxt. Madafaka. Bentakan si Bram barusan berhasil membuat gue terperanjat.
"Udah lihat, kan, lo? Ha? Udah lihat apa yang kelakuan bokong sembrono lo itu sebabkan? Udah kebayang apa efek yang akan ditimbulkan terhadap hidup lo, karir lo sebagi penyanyi, dan reputasi lo sebagai manusia? HA?!"
Kalimat-kalimat yang diucapkan Bram perlahan-lahan meresap masuk ke dalam telinga gue. Lalu otak gue juga berusaha memproses informasi tersebut dengan sebaik mungkin.
Oh, my fxcking God. What the fxck have you done, you madafaka?
Well, bukankah itu pertanyaan besar yang bernilai lebih dari satu juta dolar?
"Kalau gue ngasih saran untuk act like a bad boy, maksud gue itu penampilan lo yang disesuaikan dengan gaya bad boy pada umumnya. Baju kaus, ripped jeans, jaket denim, boots. Tebar senyum memesona yang bisa membuat jutaan gadis jatuh cinta dan patah hati dalam waktu yang bersamaan. Hell, tato seluruh badan lo. Gue gak peduli! Yang jelas, lakukan apa pun yang akan menjual album dan lagu-lagu lo lebih banyak.
"But, damn you, Owen! Lo harus bertindak jauh dan melakukan lebih dari yang gue minta. Lo malah menjadikan itu sebagai ... I don't know, tujuan. Bukan bagian menjual albumnya, akan tetapi lebih kepada menjadi bad boy-nya. Fxck.
"Dan ketika gue bilang supaya lo harus lay low, itu berarti lo emang harus lay low. Itu berarti lay low adalah keputusan yang terbaik buat karir elo. Buat nama elo. But, what the fxck did you decide to do? Main sama bini orang di hotel murahan. Orangnya bukan sembarang orang lagi. Tapi, pejabat pemerintah yang kena kasus korupsi! What the fxck, man? Really?
"Lo pikir gak cukup menyusahkan hidup gue lo selama ini, ha? Apa lo pikir lo tidak ada hubungannya dengan keperluan gue ngecat rambut setiap aebulan sekali? Lo itu sumber penuaan dini buat gue, tahu! Gue ubanan karena elo, Owen, dan God damn it, gue belum punya bini! Benar-benar sialan lo!
"Sekarang gue gak mau tahu. Kalau lo masih mau gue urusin, gue gak mau dengar seberapa sulitnya bagi lo, seberapa beratnya buat lo, lo harus melakukan apa yang gue perintahkan. Titik. Lo dengar itu? Kalau lo masih mau gue urusin. Kalau enggak, silakan ke luar dari ruangan ini. Dan gue pastikan gue gak akan pernah menerima lo kembali meski lo sujud dan cium kaki gue yang penuh xai. Dengar lo?"
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Anonymous
kapok mu wennnn
2023-02-24
0
Yuyu
kana marah kan tuh sama manajer sendiri? rasain!
2023-02-03
0