6. Reflection of A Man

Owen

Jam sembilan pagi tadi gue masih di apartemen gue, dihajar sama kata-katanya si Bram, dan jam tiga sorenya gue sudah masuk ke rumah orang tuanya Bram di kawasan Jatiluwih, dua jam dari Bandara Ngurah Rai.

Yes. You heard that right. Rumah orang tuanya Bram. Bangunan semi permanen sederhana yang hanya terdiri dari dua buah kamar tidur berukuran dua kali tiga meter, ruang tamu kecil, dan satu ruangan lagi. Di dalam sana terdapat satu sudut yang digunakan untuk dapur, kamar mandi kecil di sudut yang lain, dan ruang lepas dengan satu buah televisi serta receiver.

A far cry from my state of the art condo, but this will have to do.

Pada saat Bram memberi tahu kalau dia akan mendeportasi gue ke Bali, kalian tidak berpikir bahwa dia akan menyuruh gue untuk bersembunyi di pusat kota, kan?

Awalnya pasti kalian akan berpikir kalau Bali bukanlah tempat yang tepat untuk lay low se-low-low-nya. Awalnya sebagian besar dari kalian pasti berpikir seperti ini, "Ya, elah. Ngapain si Bram malah nyuruh si Troublemaker Owen itu ke Bali? Yang ada malah dia tambah bikin rusuh nanti di sana. Di Bali, kan, lebih banyak lagi godaannya."

Well, look at that. Apa yang akan menggoda gue di rumah yang terletak di tengah-tengah sawah ini?

Sekarang kalian tahu bahwa si Bram adalah sosok yang bukan untuk diremehkan.

Setelah sopir taksi mengeluarkan koper gue dari bagasi dan meletakkannya di dekat pintu masuk, di mana gue berada sekarang setelah selesai melakukan tur di bagian dalam rumah, gue beri pria paruh baya itu lima lembar uang seratus ribuan. Dari sudut mata gue yang tertutup oleh kacamata, gue bisa melihat ekspresi bapak itu. Matanya membesar untuk beberapa saat sebelum dia melangkah terbirit-birit menuju mobilnya.

Mungkin dia pikir gue khilaf memberikan uang sebanyak itu dan memilih untuk buru-buru kabur sebelum gue sadar dan mengambil uang itu kembali.

Gue hanya bisa tergelak sambil menggeleng-geleng melihat tingkahnya. Semenjak uang bukan jadi masalah lagi buat gue, gue berusaha untuk selalu memberi lebih kepada orang-orang yang sudah membantu gue. Karena gue masih ingat rasanya kelaparan. Gue masih ingat gimana rasanya putus asa. Gue masih hafal gimana rasanya tidak punya uang. Dan gue akan coba untuk terus mengingat rasa-rasa tersebut.

Gue bisa meng-handle masalah duitnya, akan tetapi gue rasa gue tidak bisa melindungi diri dari dampak yang dibawa oleh popularitas menjadi seorang Artis Pop Pendatang Baru Terdahsyat di tahun pertama kemunculan gue di dunia hiburan.

Fxck. Baru sepuluh menit di rumah ini dan gue sudah berpikir terlalu dalam.

Seperti biasa. Bram knows what Bram does. Dasar sialan.

Gue dorong koper berukuran sedang itu ke dalam rumah. Setelah mengunci pintu, gue langsung menuju ke kamar. Gue duduk di atas tempat tidur kayu dengan kasur kapuk yang akan menjadi tempat peraduan gue selama beberapa hari ke depan.

Owen : gue udah sampai

Butuh waktu ekstra buat pesan gue agar terkirim ke nomor ponsel Bram. Namun, entah kenapa, tak lama kemudian gue bisa menerima pesan balasan dari Bram.

Sinyal ponsel jangan ikut-ikutan menghukum gue, deh.

Si Brewok yang galak itu mengirimkan beberapa pesan sekaligus.

Bram : good

Bram : semua perlengkapan udah disiapin Bli Gedhe

Bram : seharusnya ada di lemari

Bram : di kamar tidur depan

Tempat gue sekarang berada.

Gue lantas berdiri dan mengecek kebenaran info itu. Benar saja. Di dalam lemari kayu jati yang gue tebak merupakan satu set dengan tempat tidur, gue menemukan handuk bersih, alas kasur, serta selimut.

Kenapa alas kasurnya masih di dalam sini? Kenapa bukan Bli Gedhe saja yang langsung memasangkannya? Tanpa sadar gue mengetik keluhan yang terlintas di dalam kepala gue sebentar ini dan mengirimkannya pada Bram.

Bram : jangan belagu lo

Bram : gue nyuruh lo ke sana bukan buat santai

Bram : tapi buat mikir

Bram : gue sengaja bilang ke Bli Gedhe buat bantu lo nyiapin semua basic needs lo aja

Bram : cuz lo kayaknya udah lupa dari mana asal lo

Bram : sampai kesembronoan lo bisa jadi another level gini

Bram : take the challenge

Bram : remember who you were

Bram : bersihkan otak lo dari racun yang udah disebabkan oleh ke-femes-an lo itu

Bram : kalau lo benar-benar ingin tetap bermusik sih

Bram : kalau cuma mau jadi bulan-bulanan media aja

Bram : gue out

Bram : gue males ngurusin artis yang maunya populer karena kontroversi

Bram : they're piece of shxts

Bram : there's that

Bram : gue pengen lo ingat siapa cowok yang ketemu sama gue empat tahun yang lalu

Bram : gue yakin dia masih ada di dalam sana

Bram : dan ini cara gue untuk membuat dia keluar lagi

Bram : you're not this man, dude

Bram : lo bukan sosok yang ngartis dengan mokondo

Bram : lo punya bakat, man

Bram : biarkan orang-orang menikmati bakat lo itu

Bram : gue serius Owen

Bram : gue harap lo juga serius

Bram : karena kalau enggak

Bram : gue udah bisa lihat kehancuran karir bermusik lo

Bram : karena itu semua udah di depan mata

Bram : so there you go

Bram : buktikan ke diri lo sendiri kalau lo adalah orang yang sama

Bram : dengan cowok yang fokus membangun karir dan musiknya itu

What the fxck?

Pesan demi pesan masuk tanpa jeda. Gue tidak menyangka kalau keluhan gue soal alas kasur bakalan berbuah pesan sebanyak ini.

Namun ... dia benar. This version of me sudah jauuuh sekali tersesat dari the version of me empat tahun yang lalu. Gue tidak sadar kalau gue sudah membiarkan popularitas menggerus keberadaan cowok yang hanya fokus pada impian dan karir bermusiknya dulu sedikit demi sedikit hingga akhirnya hilang seperti sekarang. Gue tidak sadar kalau gue sudah berubah ke arah yang lebih buruk secara kualitas meski kuantitas digit di rekening bank gue berkata sebaliknya.

Fxck. Fxck me.

Tidak ada lagi titik tiga yang menari-nari di laman chat gue dan Bram. Gue rasa dia sudah menyampaikan semua yang ingin dikatakannya.

Baiklah. Dengan tekad yang bulat, gue ketik pesan balasan untuk manajer yang sudah sangat berjasa buat gue itu sekaligus menjadikan pesan ini sebagai janji pada diri gue sendiri.

Owen : thanks bro

Owen : i will try my very best to be that person again

Owen : i promise

Seketika pesan balasan masuk lagi.

Bram : you bet your xss you will

Bram : or you will lose the best manager you can get in this industry

Gue tergelak, lagi. Sialan dia.

Namun, setelah dipikir-pikir, benar juga. Gue rasa dia memang betul-betul manajer terbaik yang ada di dalam dunia bisnis ini. Atau setidaknya, buat gue, dia memang yang paling baik.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Yuyu

Yuyu

wakakaa bisa aja bram marahin si Owen

2023-02-05

0

lihat semua
Episodes
1 1. Owen Si Artis Kontroversi
2 2. Sial!
3 3. Wanita Bergaun Merah
4 4. Terbakar
5 5. Awas Bram Galak!
6 6. Reflection of A Man
7 7. Go Get Her
8 8. She Said Yes
9 9. Congratulations!
10 10. Percakapan Ayah dan Anak
11 11. Mysterious Phone Call
12 12. Janji Temu
13 13. Lidah Cadel Oleander
14 14. I Love You So Much
15 15. When Angga Meets Owen
16 16. Prahara
17 17. Desperately Desperate
18 18. Rasa yang Berserak
19 19. Resah dan Gelisah
20 20. I Don't Feel Like It
21 21. Oh, My God
22 22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23 23. Bencana
24 24. Dasar Angga Tolol
25 25. Kelu dan Beku
26 26. Rengsa
27 27. Gue Tidak Tahu Lagi
28 28. This is It for Now
29 29. Lega
30 30. Rapat Keluarga
31 31. Maafkan Aku, Ngga
32 32. Waktu
33 33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34 34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35 35. It's Yours
36 36. Thank you, God
37 37. Kamulah Satu-Satunya
38 38. We Need to Stop
39 39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40 40. I'm Not Crying
41 41. No More Secret
42 42. Nikmatnya Dunia
43 43. Berbahaya Namun Seksi
44 44. Nano-Nano
45 45. Menguras Sikap Sombong Owen
46 46. Nurture Over Nature
47 47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48 48. Cepat-Cepat
49 49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50 50. If I Were You
51 51. There Goes My Messages
52 52. Amplop Cokelat Berlogo
53 53. Keluarga Sebenarnya
54 54. Moral Compass and Whatnot
55 55. Thank You, Owen
56 56. Please, Gue Mohon
57 57. Harap
58 58. Pulang
59 59. Nikah, Yuk
Episodes

Updated 59 Episodes

1
1. Owen Si Artis Kontroversi
2
2. Sial!
3
3. Wanita Bergaun Merah
4
4. Terbakar
5
5. Awas Bram Galak!
6
6. Reflection of A Man
7
7. Go Get Her
8
8. She Said Yes
9
9. Congratulations!
10
10. Percakapan Ayah dan Anak
11
11. Mysterious Phone Call
12
12. Janji Temu
13
13. Lidah Cadel Oleander
14
14. I Love You So Much
15
15. When Angga Meets Owen
16
16. Prahara
17
17. Desperately Desperate
18
18. Rasa yang Berserak
19
19. Resah dan Gelisah
20
20. I Don't Feel Like It
21
21. Oh, My God
22
22. When Owen Meets the Mini Version of Him
23
23. Bencana
24
24. Dasar Angga Tolol
25
25. Kelu dan Beku
26
26. Rengsa
27
27. Gue Tidak Tahu Lagi
28
28. This is It for Now
29
29. Lega
30
30. Rapat Keluarga
31
31. Maafkan Aku, Ngga
32
32. Waktu
33
33. Omongan Oliver yang Berbelit-Belit
34
34. Tidak Ada yang Lebih Indah dari Ini
35
35. It's Yours
36
36. Thank you, God
37
37. Kamulah Satu-Satunya
38
38. We Need to Stop
39
39. Pada Akhirnya Semua Akan Baik-Baik Saja
40
40. I'm Not Crying
41
41. No More Secret
42
42. Nikmatnya Dunia
43
43. Berbahaya Namun Seksi
44
44. Nano-Nano
45
45. Menguras Sikap Sombong Owen
46
46. Nurture Over Nature
47
47. Setelah Sekian Puluh Purnama
48
48. Cepat-Cepat
49
49. Sorry, Nama Gue Bukan Cantik
50
50. If I Were You
51
51. There Goes My Messages
52
52. Amplop Cokelat Berlogo
53
53. Keluarga Sebenarnya
54
54. Moral Compass and Whatnot
55
55. Thank You, Owen
56
56. Please, Gue Mohon
57
57. Harap
58
58. Pulang
59
59. Nikah, Yuk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!