"Ya sudah, biar Qila yang urus. Kak Aidan tolong tunggu di luar saja,"
"Baik, Qi." Aidan pengembalian uang keluar, tidak tahan bau taiik milik Aiko.
"Huft, untung saja Qila datang. Tapi-" Aidan memikirkan perubahan Qila yang drastis. "Ahh, ngapain sih kamu mikirin dia!" desah Aidan memukul pipi berulang kali.
Di dalam kamar, Qila mulai beres-beres. Setelah lantai dibersihkan. Kini giliran Aiko yang diurus dan dimandikan. Qila mengelus dada melihat di dalam kreseknya ada dua pasang baju bayi yang sempat diam-diam dia beli di mall.
"Aiko, lihat apa yang Bunda beli. Ini baju Aiko, senang gak bisa baju baru dari Bunda?" ucap Qila membersihkan tubuh Aiko dengan sangat teliti. Tidak lupa memberi minyak telon. Kemudian Qila pun memakaikan baju baru. Bulir-bulir air mata Qila berjatuhan mengenai badan Aiko.
"Maaf ya bunda baru bisa beli baju buat Aiko. Lain kali bunda akan sering-sering beliin baju Aiko baru." Qila mengusap kasar air matanya, kemudian membawa Aiko ke dalam pelukannya. Jika saja tabungannya tidak menipis di luar negeri, pasti Qila tidak pulang dulu tahun ini.
Aidan di luar tampak memasak sesuatu. Setelah mematikan kompor, ia menuangkan dua mangkuk berisi mie pangsit lalu memberi taburan bawang goreng. Setelah meletakkan di atas meja, Aidan membuka jalan ke kamarnya.
Aidan menyarankan untuk mengajak Qila makan bersama siang ini, tapi dia juga agak gengsi. "Duh, gue telepon atau nggak nih?" gumam Aidan biimbang.
Tiba-tiba, tanpa sadar Qila keluar. "Eh, kenapa berdiri di sini, Kak?" Aidan tersadar, segera menjawab.
"Kamu sudah makan?" tanya Aidan.
"Belum, tadi gak sempat makan di luar habis dari mall bareng Hana dan mama, Kak," jawab Qila sambil menggelengkan kepala.
"Pas banget, aku habis masak. Kamu mau gak makan bareng aku di dapur? Atau kamu mau makan di dekat Aiko?" tanya Aidan tunjuk ke dalam.
'Tumben Kak Aidan tidak cuek?' batin Qila merasa aneh.
"Gak usah, Kak. Aiko di dalam lagi tidur, lebih baik Qila makan di dapur saja," jawab Qila menengok Aiko sedang terlelap.
"Qila duluan ke dapur ya, Kak." Qila pergi duluan. Aidan masih diam di depan kamar berkali-kali melihat Qila dan Aiko.
"Aku gak nyangka, ternyata Qila yang pindiam gitu pinter banget ngurus anak. Aku pikir dia bakal histeris lihat kamar dan bau berantakan, tapi rupanya dia sangat tenang." Aidan sedikit tersenyum lalu menutup pintu kamar, dia mengikuti Qila ke dapur.
"Maaf nih kalau rasanya agak asin," ucap Aidan duduk berhadapan dengan Qila di meja makan.
Qila mengangkat wajah, dan lagi-lagi tersenyum. "Ini udah pas di lidah Qila," ucap Qila makan satu sendok.
"Kak Aidan hebat, sudah juara umum di sekolah dan pinter masak. Pasti calon istri Kak Aidan kelak akan bahagia menikah dengan Kak Aidan," lanjut Qila mengunyah. Dia ingat, Aidan dalam bidang apa pun selalu mendapat nilai tinggi.
"Apaan sih, gak usah puji-puji gitu, ini cuma biasa-biasa kok," timpal Aidan merasa ragu. Qila menunduk, telinga kirinya memerah bisa makan berdua dengan Aidan.
"Oh ya, Kak Aidan gak pernah pulang?" tanya Qila iseng.
"Gak, aku gak tega ninggalin Aiko sendiri," jawab Aidan sambil membuang nafas berat.
Qila mangut-mangut, paham yang dimaksud Aidan. Memang berisiko jika Aiko hanya sendirian di apartemen. "Huh, aku jadi merasa bersalah sudah merepotkan dia, tapi aku cukup tak sangka dia bisa selembut dan khawatir pada Aiko," batin Qila curi-curi pandang ke Aidan yang makan dengan tenang. Memandangi wajah tampan Aidan membuat Qila tak bisa bohong jika ia sering kali terkesima.
Setelah membereskan dapur bersama. Aidan masuk ke dalam kamarnya, mengambil jaket hitam lalu keluar menghampiri Qila yang sedang beres-beres tempat sampah.
"Qi," panggil Aidan.
"Ya?" ucap Qila berbalik.
"Itu, aku mau keluar sebentar. Kamu gak bisa jaga Aiko dulu?" tanya Aidan. Cowok itu ingin pergi ke rumah sakit untuk membawa rambut sederhana Aiko dan diam-diam melakukan tes DNA.
"Bisa, tapi Kak Aidan mau kemana?" tanya Qila ingin tahu.
"Aku pengen cari udara segar, Qi," jawab Aidan ragu.
"Tapi di luar panas, Kak. Siang-siang malah banyak polusi di jalan," ucap Qila melihat ke jendela.
Duh , Qila kayaknya mulai paham baca situasi, anggap dia sekolah di luar negeri cukup memberinya kemajuan. Namun, dia masih terlihat polos .' Aidan menopang dagu dan berpikir.
"Itu loh, aku mau beli air mineral buat Aiko. Kamu gak keberatan kan tinggal berdua di sini bareng Aiko?" tanya Aidan berharap Qila kali ini tidak mempersulitnya.
"Baiklah, hati-hati di jalan, Kak!" ucap Qila mengerti. Aidan pun buru-buru keluar dari apartemen, memasuki mobil kemudian melaju pergi. Sedangkan Qila berputar-putar ria dapat berdua saja dengan Aiko.
"Alhamdulillah, sepertinya Kak Aidan tidak membenci hadirnya Aiko, tapi kalau dia tahu yang sebenarnya. Apa dia akan membenci Aiko?" Qila masuk ke dalam kamar. Duduk dengan lesu di dekat Aiko.
"Papa, mama, Qila ingin sekali jujur sama Papa kalau Qila melahirkan warisan kecil untuk keluarga kita. Tapi, Qila takut Papa akan membuang Qila dan Aiko." Qila mengambil Aiko ke pelukannya. "Maafkan Bunda, belum berani bawa kalian ke Kakek dan Nenek, hiks." Qila menangis tersedu membuat Aiko bangun dan merengek.
"Oeeekkk,"
"Cup…cup, jangan berisik sayang." Qila segera membuka bajunya sehingga dia bertelan jang dada di dalam kamar Aidan. Tanpa disadari, ada kamera kecil yang tidak diketahui oleh Qila. Terlihat Cctv itu merekam Qila yang menyusui Aiko.
Qila berbaring ke sisinya, menutup mata dan membiarkan Aiko menettek dengan puas. Kedua mata coklatnya pun melihat ke kanton kresek yang berisi satu set pakaian bayi yang mengenakan baju Aiko. Qila tersenyum dan membuka ponselnya. Menampilkan foto wallpaper dirinya dan dua bayi menggemaskan.
"Bunda sekarang lagi usaha dekat sama ayah, bunda harap kelak kita bisa berkumpul jadi keluarga. Maaf hari ini bunda masih takut jujur sama ayah kalian. Bunda takut," lirih Qila mengusap kasar air matanya yang bergulir jatuh.
Tiba-tiba, satu panggilan suara masuk.
-Dokter Bram- _
Qila segera mengangkatnya. "Halo, Om. Ada apa hubungi Qila?"
“Bagaimana kabarmu, Qila?”
“Alhamdulillah, Qila baik-baik saja, Om.”
"Terus Aiko gimana? Apakah keluarga Aidan menerimanya?"
"Oh itu, keluarga Kak Aidan belum tahu, Om."
"Loh, kenapa begitu?" Orang di sebrang sana tampak kaget. Pasalnya, dialah yang meletakkan Aiko saat itu di depan pintu rumah keluarga ternama Rayden.
"Itu Kak Aidan yang lihat dulu, sekarang Aiko dibawa ke apartemennya. Kak Aidan sepertinya sama seperti Qila, dia takut bawa Aiko ke keluarganya, Om."
"Astaga, pantas saja kemarin tidak ada hura-hara di media sosial. Tapi sekarang bagaimana kondisi Aiko?"
"Baik, Om. Aiko dirawat baik di sini sama Kak Aidan."
"Baguslah, anak itu tidak menimbunnya."
"Ya om, kak Aidan sayang dan cinta sama Aiko."
"Syukurlah, dia masih punya rasa tanggung jawab," ucap orang itu.
"Qila, bagaimana jika kau katakan pada Aidan. Mungkin akan mudah bagi kalian mengatasi insiden ini sebelum menjadi skandal untuk Papamu dan Keluarganya."
Qila terkejut diberi saran.
"Tidak, Qila tidak berani, Om," ucap Qila bergetar ketakutan.
"Loh, kenapa?"
"Kak Aidan tidak suka Qila. Qila takut Kak Aidan akan marah dan jahat ke Qila, apalagi Kak Aidan sukanya sama Kak Hana, maaf… Qila takut, Om." Qila berkata pelan dan menatap Aiko sedih.
Dokter psikiater tu terdiam sejenak. Terlihat dia tahu mental Qila belum pulih sepenuhnya hingga rasa takut dan trauma masih meronrong mental gadis polos dan malang itu yang sempat ingin melakukan aksi bunuh diri saat hidup sendirian di Korea.
..........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Wawa sakura Lavender
lain kali bunda akan sering2 beliin baju baru buat Aiko.ini ayat pembetulan bukan lain kali bunda akan sering2 beliin baju aiko baru sepatutnya beliin AIKO baju baru bukannya baju AIKO baru
2025-02-20
0
Wawa sakura Lavender
senang gak bisa baju baru dari bundar perkataan dapat itu tidak ada dan satu lagi panggilan Qila itu mami,bunda atau mama
2025-02-20
0
Wawa sakura Lavender
Qila berbaring disamping sisinya,menutup mata dan membiarkan Aiko menyedut asinya dengan puas.ini ayat pembetulannya
2025-02-20
0