Dhafin sedang duduk santai di teras belakang dengan ditemani secangkir kopi hangat lalu tiba-tiba datang seseorang menghampiri nya.
"Dhafin," panggil Andreaz yang langsung menduduki dirinya disamping putra bungsunya.
"Eeh, Papi." Dhafin terkejut.
"Ada Apa, hum? Kok wajahnya ditekuk begitu? Apa ada masalah?" tanya Andreaz.
"Tidak ada masalah apapun, Pi!"
"Lalu apa yang membuat putra tampan Papi ini sedih?"
"Aku lagi mikirin Naufal, Pi! Oh iya, Pi! Aku mau bertanya, boleh?"
"Mau nanya apa, hum?" tanya Andreaz.
"Apa benar Papi mengenal Paman Albert? Lebih tepatnya keluarga Alexander."
"Ya. Papi mengenalnya. Dia sahabat Papi sekaligus saudara bagi Papi. Dia selalu ada buat Papi, selalu mengerti tentang Papi. Dulu waktu Kakeknya Naufal masih hidup, dia juga bersahabat dengan kakekmu. Persahabatan mereka itu sudah seperti saudara, Dhafin! Suka duka mereka lewati bersama. Bahkan Kakeknya Naufal sudah banyak berjasa pada keluarga kita pada saat kakekmu masih hidup."
"Papi tidak bisa menjelaskannya panjang lebar. Mungkin kalau Papi jelaskan secara detailnya, bisa memakan waktu 7 hari 7 malam. Hahahahahaha." tawa Andreaz.
"Yang jelas keluarga Alexander itu keluarga terpandang dan terhormat dari dulu. Keluarga yang sangat baik dan ramah kepada siapapun. Jadi Papi minta padamu, jagalah Naufal. Sayangi dia seperti menyayangi adik kandungmu sendiri. Dulu saat kalian masih menjadi Idol PANTA BOYS. Tepatnya 5 tahun usia grup kalian, Naufal melakukan Operasi Transplantasi Jantung karena selama ini jantung Naufal bermasalah. Hal itu diketahui ketika Aditya menemukan Naufal pingsan di kamarnya dan dibawa ke rumah sakit. Dari situlah, mereka mengetahui kondisi Naufal yang tidak baik-baik saja. Keluarga membujuknya untuk Operasi. Tapi justru Naufal menolak dengan keras permintaan keluarganya kalau dia tidak mau dioperasi. Dan kebetulan saat itu ada Audisi di sebuah perusahaan musik. Yang membuat Naufal saat antusias sekali ingin mengikuti Audisi tersebut dan menjadi Trainee disana, tapi anggota keluarganya melarang keras untuk Naufal mengikuti Audisi itu. Dikarenakan jantung Naufal yang bermasalah. Mereka tidak mau Naufal kenapa-kenapa."
"Lain mereka, lain pula Naufal. Sekeras apapun larangan keluarganya. Dia akan tetap mengikuti Audisi itu. Naufal mengancam keluarganya dan mengatakan kalau dia tidak akan makan, tidak akan meminum obat selama dirinya tidak diizinkan untuk ikut Audisi tersebut. Bahkan dia mengurung diri di kamar seharian penuh. Itu yang membuat keluarganya panik. Segala rayuan, bujukan tidak mempan baginya, Naufal tetap pada pendiriannya."
"Pada akhirnya mereka pasrah dan menyerah. Mereka mengizinkan Naufal untuk mengikuti Audisi di perusahaan musik itu dengan syarat Naufal tidak boleh kelelahan dan kecapean dan harus rutin meminum obatnya. Kesepakatan kedua belah pihak antara Naufal dan keluarganya. Hasilnya Naufal melewatinya dengan baik, walaupun kadang-kadang rasa sakit itu sering dirasakan oleh Naufal."
"Jadi selama ini Naufal sakit. Jantungnya bermasalah. Tapi kami para kakaknya tidak mengetahui apapun tentangnya lalu bagaimana keadaannya, Pi? Apakah Naufal mau dioperasi? " lirih Dhafin. Air matanya sudah mengalir di pipinya.
"Naufal sudah melakukan operasi Transplantasi jantung. Tapi kondisi tubuh masih lemah, tidak seperti dulu. Kalau dulu dia bisa bebas melakukan apa saja. Sekarang dia harus mengurangi kebiasaannya itu. Naufal tidak boleh kelelahan dan banyak pikiran, apalagi sampai tertekan. Sampai saat ini hal itu yang harus terus dijaga."
"Sudahlah, jangan menangis. Sekarang kamu sudah mengetahuinya. Jadi Papi minta padamu, selesaikan masalahmu dengan Naufal. Perbaiki hubungan kalian. Setelah itu, jaga dan sayangi dia seperti adikmu sendiri."
"Baiklah, Pi!"
***
Reza berada di kamarnya. Dirinya membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Pikirannya berkecamuk. Dia selalu memikirkan Naufal. Mulai saat Naufal keluar dari Rumah Sakit sampai sekarang, dia terus memikirkannya.
"Bagaimana keadaan Naufal sekarang? Apa dia baik-baik saja, secara Naufal tinggal sendirian di mansionnya? Kalau dia sakit terus pingsan lagi, siapa yang akan menolongnya?" Reza monolog.
DRTT..
DRTT..
Suara Ponselnya berdering lalu dengan segera ia mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelepon dirinya.
"Kak Barra," batin Reza.
Reza segera menjawab panggilan tersebut.
"Halloo, kak. Ada apa?" tanya Reza.
"Kau dimana, Za?"
"Aku di rumah, Kak. Kenapa memangnya?" tanya Reza balik.
"Siang nanti sekitar pukul dua. Kita akan ke mansion Naufal. Apa kau mau ikut?"
"Ya, kak. Aku ikut!"
"Kita bertemu di rumah Dhafin. Dari rumah Dhafin baru kita akan pergi ke mansion Naufal bersama-sama."
"Baiklah, kak!"
Panggilan pun berakhir.
PIP..
***
Perusahaan NFL Corporation ini dipimpinan oleh Naufal Alexander putra bungsu dari keluarga Alexander.
Awalnya Naufal menolak permintaan Ayahnya untuk memimpin salah satu perusahaan keluarganya, yaitu ALX Corporation. Tapi dengan segala rayuan, bujukan dan segala iming-iming yang akan diberikan oleh keluarga padanya, akhirnya Naufal mengabulkan permintaan Ayahnya untuk memimpin perusahaan ALX Corporation. Yang sekarang berubah menjadi NFL Corporation.
Alhasilnya, selama dua tahun memimpin perusahaan, perusahaan tersebut menjadi sukses dan berkembang pesat. Keluarganya sangat kagum dan bangga padanya.
Naufal sedang fokus pada layar komputer dan jari-jari kekarnya menari-nari diatas keyboard komputernya. Tiba-tiba saja terdengar suara dering telepon yang terletak disudut kanan mejanya yang membuat jari-jari kekarnya terhenti menari-nari diatas keyboard komputernya.
Tangannya terulur meraih ponsel itu tanpa mengalihkan pandangannya dari layar 32 inci itu.
"Kau masih di kantor?" suara pemuda terdengar dari seberang telepon menanyakan keberadaannya.
"Ya, Ada apa?" tanya Naufal kepada seseorang orang di seberang sana. Pemuda yang menghubunginya itu adalah Theo sahabatnya.
"Aku hanya ingin mengingatkan bahwa nanti jam 3 sore kita ada pertemuan di Studio. Kau jangan sampai tidak datang. "Oh ya, Fal! sekarang Nathan dalam perjalanan menuju ke kantornya," jawab Theo dari seberang sana.
"Oke, Baiklah." Naufal menjawabnya dengan singkat
Setelah itu, Naufal menutup teleponnya dan kembali bergelut dengan monitor komputernya. Ada pekerjaan yang harus dia selesaikan segera.
Tak lama kemudian, seorang pemuda berparas tampan dengan rambut berwarna hitam memasuki ruangan Naufal tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Dan ada seorang pemuda yang tidak kalah tampan darinya tengah fokus pada komputernya, dibalik meja kerja berwarna coklat di ruang kedap suara itu.
"Ini sudah jam 1 siang, Naufal Alexander," ucap Nathan sembari merebahkan dirinya di sofa berwarna coklat yang terletak di hadapan meja kerja yang tertera plat nama Naufal.
Nama pemuda yang masih sibuk dengan komputernya, walaupun temannya sudah ada di hadapannya.
"Sedikit lagi, Nathan!" Naufal menjawab tanpa melihat lawan bicaranya yang sudah kesal merasa diabaikan.
Nathan melihat jam yang melingkar di lengannya. "Jam 3 sore ini kita ada pertemuan di Studio. Kau tidak lupakan?" tanya Nathan yang melihat sahabatnya itu masih fokus dengan komputernya.
Ingin rasanya dia mencabut kabel dan mematikan komputer itu agar sahabatnya berhenti dari kegiatan yang membosankan.
Naufal melepaskan kaca matanya dan memijit keningnya. Kepalanya terasa pusing karena 2 jam lebih berkutik dengan layar 32 inci.
"Ya. Aku tahu. Theo sudah menghubungi tadi," jawab Naufal.
"Kau belum makan siang kan? Ayo kita makan diluar. Kau juga harus makan, Naufal! Kalau kau sakit, bagaimana?"
"Ayo!" Nathan langsung menarik tangan Naufal lalu merangkul pundak sahabatnya itu.
***
Arsya Ravindra berada di ruang tengah dengan ponsel ditanganya lalu Arsya memberanikan diri menekan nomor kontak Naufal. Dirinya tidak peduli akan penolakan dari adiknya itu. Detik kemudian terdengar suara musik yang menandakan PANGGILAN TERHUBUNG.
"Hallo."
"Naufal."
"Ya. Ada apa?"
"Kau ada dimana? Sibuk tidak?"
"Aku lagi diluar bersama, Nathan? Kenapa memangnya?"
"Kami ingin ke mansionmu."
"Silahkan. Ada Bibi Rya di rumah. Aku akan pulang pukul empat sore."
"Benarkah?"
Arsya tersenyum sumringah saat mendengar jawaban dari Naufal.
"Ya."
"Kami akan datang jam 3 sore."
"Oke. Ada lagi?"
Arsya berpikir sejenak. "Tidak. Hanya ingin mengatakan itu saja."
"Kalau begitu aku tutup teleponnya."
TUTT..
TUTT..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments