Mereka semua sudah berada di ruang rawat Naufal. Ketiga kakak-kakaknya sudah berdiri di samping ranjang Naufal. Mereka memberikan kecupan sayang di kepala, kening, kedua pipi dan telapak tangan adik kesayangan mereka.
Disusul oleh kedua orang tuanya. Mereka juga tak mau kalah. Mereka memberikan kecupan sayang untuk putra bungsu mereka.
"Naufal," lirih Helena sambil mengusap lembut surai coklat putra bungsunya.
"Naufal," ucap Arsya yang tiba-tiba sudah menangis.
"Arsya, kau kenapa sayang? tanya Andhira.
"Aku bahagia Mami. Aku bahagia bisa bertemu dengan Naufal lagi!" seru Arsya.
"Jadi maksud kamu Naufal ini?"
"Ya, Mami."
"Selama ini kalian masih terus mencari putra Paman?" tanya Albert.
"Benar Paman. Kami selalu berusaha mencari dimana Naufal tinggal. Kami membagi waktu kami hanya untuk demi adik kecil kesayangan kami!" seru Davian.
"Dan akhirnya. Kami menemukannya disini. Di Rumah Sakit Ini," sela Reza.
"Aku minta maaf Paman. Gara-gara keputusanku dulu semuanya jadi begini," lirih Ardian.
"Sudah. Sudah! Jangan diungkit-ungkit lagi masalah yang sudah lewat. Semuanya sudah terjadi. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah gimana caranya agar kalian bisa bersama dan berkumpul lagi seperti dulu," ucap Albert memberi semangat.
"Naufal itu orangnya keras kepala dan gampang emosi. Kalau Naufal sudah tersulut emosi tidak akan ada yang bisa meredakan emosinya. Hanya Elvan, kakak tertuanya Naufal yang memiliki sifat penyabar. Dia adalah kunci disaat adik-adiknya tersulut emosi."
"Tapi kalian tidak usah khawatir soal Naufal. Naufal tidak benar-benar membenci kalian. Dia juga sangat merindukan kalian para kakaknya. Bahkan Naufal berharap sekali bisa bertemu dengan kalian lagi," ucap Helena panjang lebar.
"Benarkah itu, Bi?" tanya mereka bersamaan. Helena mengangguk kepala sebagai jawaban.
"Eeeuugghh." terdengar lenguhan kecil dari bibir Naufal.
"Naufal!" seru mereka semua. Perlahan Naufal membuka matanya.
"Mommy," lirih Naufal.
"Iya sayang. Apa ada yang sakit, hum?" tanya Helena.
"Aku ada dimana?" tanya Naufal.
"Kamu ada di rumah sakit, sayang."
"Aku harus keluar dari sini. Aku harus ke Avana Gym sekarang!" seru Naufal.
Tanpa pikir panjang lagi Naufal langsung melepaskan selang canula yang menempel di hidungnya dan juga infus di tangannya.
Melihat apa yang dilakukan oleh Naufal membuat mereka semua panik dan khawatir.
"Naufal. Apa yang kau lakukan? Kau baru saja sadar!" bentak Elvan.
"Lepaskan aku kak. Biarkan aku pergi!" teriak Naufal.
"Kau gila, Fal! Kau masih belum pulih. Dan kau itu baru saja sadar!" Aditya ikut membentak Naufal.
"Aku tidak peduli. Aku mau keluar dari sini sekarang juga. Aku harus ke Avana Gym," sahut Naufal yang sudah turun dari ranjangnya dan ditahan oleh Elvan dan Aditya.
DRTT.. DRTT..
"Itu ponsel milik siapa yang berbunyi?" tanya Felix.
"Naufal ponselmu!" seru Rayyan sambil menyerahkan ponselnya kepada Naufal.
"Hallo."
"Hallo, Bos. Gawat Bos." jawab orang kepercayaan Naufal di Avana Gym.
"Apa? Katakan!" bentak Naufal.
"Semua berkas-berkas penting hilang. Tak terkecuali berkas kepemilikan Avana Gym. Dan semua uang yang ada di brankas raib."
Naufal meneteskan air matanya. Ponsel yang ada di tangannya terjatuh dan disusul tubuh lemahnya ikut jatuh merosot ke lantai.
"Naufal!" teriak mereka.
"Naufal. Ada apa? Katakan pada kakak." Elvan bertanya sambil menepuk pelan pipi adiknya yang hanya diam dengan tatapan kosongnya.
"Naufal jawab kakak. Jangan diam saja." kali ini suara Aditya sambil mengguncang tubuh adiknya.
Naufal menatap wajah kedua kakaknya itu, alu kemudian Naufal mendorong tubuh Elvan dan Aditya dengan keras.
Setelah itu, Naufal pun berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.
Dengan sigap Rayyan dan Pasya menarik tangan Naufal dan memegangnya dengan kuat. Naufal memberontak saat kedua tangannya dipegang.
"Lepaskan aku. Biarkan aku pergi. Aku harus ke Avana Gym sekarang!" teriak Naufal.
"Naufal, tenanglah. Kau boleh pergi kesana. Tapi tunggu kondisimu pulih dulu. Kau habis kecelakaan dan kau baru saja sadar, Naufal!" Elvan berbicara lembut kepada adik bungsunya.
"Aku tidak peduli. Aku ingin pergi sekarang. Kau dengar Elvan Alexander. Aku ingin pergi sekarang, walau tanpa seizinmu!" teriak Naufal tepat di wajah Elvan.
PLAK..
Elvan melayangkan satu tamparan pada wajah adik bungsunya. Sedangkan Naufal menatap wajah kakak kesayangannya itu dengan tatapan sendu dengan air matanya yang mengalir.
Elvan menyentuh kedua pipi adiknya dan menghapus air mata yang membasahi pipi mulus adiknya itu. Elvan ikut menangis melihat adiknya yang menangis karenanya.
"Naufal. Maafkan kakak. Maafkan kakak yang sudah menamparmu. Kakak menamparmu bukan karena mendengar ucapanmu itu. Tapi kakak menamparmu hanya untuk menyadarkanmu. Kamu sedang sakit dan kamu itu baru sadar dari kecelakaan itu. Kakak tidak mau terjadi sesuatu padamu, Fal! Kakak sangat menyayangimu melebihi nyawa kakak sendiri," ucap Elvan.
Tiba-tiba Naufal merasakan pusing di kepalanya dan penglihatan kunang-kunang.
"Ka-kakak," lirih Naufal.
Dan detik kemudian, Naufal menjatuhkan kepalanya di dada bidang Elvan dan kesadarannya mengambil alih tubuhnya.
"Hei, Naufal!" panggil Elvan sambil mengelus rambut Naufal.
Karena tidak ada respon dari adik bungsunya. Elvan memanggil kedua adiknya yang lain.
"Aditya, Rayyan bantu kakak. Naufal pingsan."
Dan mereka pun membawa Naufal kembali ke tempat tidurnya. Dapat mereka lihat wajah Naufal yang sedikit pucat.
Selang beberapa menit kemudian Kishan selaku dokter pun datang. Dan segera memeriksa Naufal.
Setelah selesai memeriksa Naufal. Kishan menatap satu persatu orang-orang yang ada diruang rawat Naufal.
"Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Kami juga tidak tahu, Kishan. Saat Naufal sadar dia bertanya dia ada dimana. Lalu kami menjawab kalau dia ada di rumah sakit. Dan tiba-tiba saja dia melepaskan selang canula dan infusnya dan berteriak ingin pergi ke Avana Gym. Sekeras apapun ketiga kakaknya menahannya, sekeras itu pula Naufal memberontak. Dia tetap bersikeras mau pergi ke Avana Gym miliknya," jawab Albert.
"Kalian harus bersabar menghadapi Naufal. Emosinya masih labil. Tambah lagi Naufal itu tidak bisa dikerasi dan apabila dibentak," ujar Kishan yang menatap sendu keponakannya.
"Ya, aku tahu itu Kishan. Putra bungsuku memang tidak bisa dikerasi, apalagi dibentak. Dia sangat berbeda dengan ketiga kakaknya," ucap Albert mengelus rambut putra bungsunya.
"Kalian tidak perlu khawatir. Naufal baik-baik saja. Naufal seperti ini mungkin lagi ada masalah," ucap Kishan.
"Apa jangan-jangan Avana Gym milik Naufal ada masalah? Makanya kenapa Naufal bersikeras mau pergi ke Avana Gym nya saat dirinya sadar dan tidak mempedulikan kondisinya!" seru Aditya.
"Bisa jadi," jawab Kishan dan diangguki oleh Albert.
"Kalian tanyakan baik-baik pada Naufal. Tapi kalau Naufal tidak mau bercerita, jangan dipaksakan. Itu bisa membuatnya tambah terbebani. Kalau begitu aku pamit." Kishan dan berlalu pergi meninggalkan mereka semua.
Mereka semua menatap wajah tampan dan pucat Naufal. Elvan menggenggam tangan Naufal dan mencium keningnya. "Maafkan kakak... Maafkan kakak," ucap Elvan di telinga adiknya.
"Kak," panggil Andhira.
"Iya. Ada apa Dhira?" Tanya Helena.
"Jadi kakak memiliki empat orang putra. Dan dia..." Andhira menunjuk kearah Naufal.
"Naufal Alexander. Putra bungsuku, Dhira!" jawab Helena.
"Pantas saja. Saat pertama kali aku bertemu dengannya. Hatiku berdebar. Dan wajahnya mengingatkanku pada seseorang," tutur Andhira.
"Memangnya kau bertemu dengannya dimana?" tanya Helena.
"Di sebuah mini market. Saat itu aku sedang memasukkan barang belanjaanku ke mobil. Dan ada tiga preman yang menggangguku. Putramu datang menolongku," jawab Andhira.
"Saat setelah putramu pergi. Baru aku menyadari bahwa wajahnya mirip dirimu, kak! Dan aku yang membawanya ke rumah sakit," ucap Andhira lagi sambil menatap wajah keponakannya.
"Berarti Tuhan sudah mentakdirkan pertemuan kalian berdua melalui Naufal!" seru Felix.
"Mommy," igau Naufal.
Helena yang mendengar putra bungsunya memanggilnya langsung mendekati ranjang putranya itu.
"Iya, sayang. Mommy disini." Naufal berlahan membuka matanya.
"Mommy."
"Ada apa, hum? Apa ada yang sakit?" tanya Helena sambil mengelus rambut putranya.
Naufal menggelengkan kepalanya. "Mommy. Aku mau pulang. Aku tidak mau disini. Aku mau istirahat di rumah saja," mohon Naufal dengan wajah memelas.
"Boleh ya, Mom."
"Mommu kan tahu kalau aku paling tidak suka lama-lama ada disini."
"Tempat ini sangat menyeramkan bagiku."
"Yak! Kau pikir ini rumah hantu," protes Aditya.
"Bagiku ini lebih seram dari sekedar rumah hantu, kak! Jadi kakak diam saja."
Mendengar ucapan dari adik bungsunya, Aditya mendengus kesal.
"Tapi kamu kan baru sadar, Naufal! Istirahatlah untuk beberapa hari disini," ucap Elvan menghibur sambil tangannya mengelus rambut adiknya.
"Aku sudah baik-baik saja," saut Naufal dan tangannya menepis kasar tangan Elvan dari kepalanya. Dan hal itu sukses membuat Elvan terkejut.
"Naufal," batin Elvan sedih.
"Kau ini memang benar-benar keras kepala ya," saut Rayyan.
"Biarin. Apa urusannya dengan kakak? Keras kepalaku ini juga berasal dari kalian semua."
"Kau ini," kesal Rayyan.
"Kalau kau pulang, siapa yang akan menjagamu di rumah?" tanya Rayyan.
"Kan ada kalian bertiga," jawab Naufal santai tanpa menatap wajah ketiga kakaknya.
"Kami!" seru mereka barengan.
Naufal hanya mengangguk anggukkan kepalanya tanpa mempedulikan tatapan maut ketiga kakaknya.
"Siapa juga yang mau menjagamu? Kami bertiga punya kesibukan masing-masing," ucap Aditya jahil.
"Ya benar. Sekarang ini kakak lagi sibuk dengan proyek-proyek kakak dan tambah lagi kakak jarang pulang ke rumah," jawab Rayyan.
"Apalagi kak Elvan pasti sibuk ngurusi perusahaan bersama Daddy. Benar kan, kak?" tanya Rayyan sambil melirik kakaknya.
"Kau benar Rayyan. Kakak sangat sibuk akhir-akhir ini," ucap Elvan tersenyum jahil.
"Itu urusan kalian. Bukan urusanku. Pokoknya aku mau pulang." Naufal tetap dengan pendiriannya. "Lagian aku bisa jaga diriku sendiri saat kalian semua sibuk. Dan aku bukan anak kecil lagi yang selalu terus bergantung dengan kalian," jawab Naufal lagi.
"Kenapa kamu bicara seperti itu, Fal ?" tanya mereka bersamaan.
"Apa?" Naufal menatap wajah ketiga kakak-kakaknya. "Apa ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Naufal balik.
"Aish! Dasar adik laknat," kesal Aditya.
"Pokoknya kamu tidak boleh pulang. Kamu harus dirawat untuk dua hari disini," ucap Elvan final.
"Ya, sudahn Kalau begitu aku tidak akan bicara pada kalian dan aku juga tidak makan selama dua hari."
"Naufal!" teriak ketiga kakaknya. Mereka tidak terima atas ucapan sang adik.
"Gak usah teriak-teriak. Ini rumah sakit bukan di hutan. Kalau mau berteriak sana pergi ke hutan. Atau kalau perlu jadi Tarzan sekalian."
"Dasar bocah nakal. Adik kurang ajar. Sakit begini masih sempatnya ngajak ribut kakak-kakaknya sendiri," ucap mereka.
Sedangkan penghuni yang lainnya hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum melihat pertengkaran kecil Naufal dan ketiga kakaknya.
Dan tiba-tiba...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments