Elvan mengambil ponselnya dan mencari nama Naufal, setelah dapat Elvan langsung menekannya. Panggilan tersambung.
"Aish. Bocah ini," gumam Elvan.
"Bagaimana Elvan?" tanya Albert.
"Tidak diangkat Dad," jawab Elvan.
Elvan berulang kali menghubungi ponselnya adiknya. Tapi tetap sama, tidak ada jawaban. Dan itu sudah membuat mereka semua khawatir. Pasalnya Naufal pergi pagi-pagi sekali. Terakhir berbicara dengan adiknya ditelepon pukul 7 malam.
"Naufal, kamu dimana sayang?" lirih Helena.
Lalu detik kemudian, tiba-tiba suara klason mobil berbunyi.
TIN..
TIN..
"Itu pasti Naufal!" seru Rayyan.
"Biar aku yang membukanya!"
Aditya langsung berdiri dari duduknya lalu melangkah menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.
^^^
Setelah tiba di depan pintu, Aditya langsung membuka pintu.
Pintu terbuka dan Aditya berdiri di depan pintu sambil bersandar dan kedua tangan dilipat di dadanya. Tatapan matanya tertuju pada adik bungsunya yang baru keluar dari dalam mobil.
"Naufal Alexander." Aditya memanggil adiknya.
"Kakak"
Tidak ada jawaban. Tatapan mata Aditya masih fokus menatap wajah adiknya.
"Kenapa wajahmu pucat, Fal." batin Aditya.
"Kak, kau kenapa menatapku seperti itu? Aku tahu, aku tampan. Jadi tidak perlu menatapku seperti itu," ucap Naufal tanpa dosa.
Sedangkan Aditya hanya geleng-geleng kepala.
Hening...
"Mau sampai kapan kau akan berdiri disitu, Naufal Alexander?" tanya Aditya.
"Nah, kakak sendiri mau sampai kapan berdiri di depan pintu? Bagaimana aku bisa masuk. Sedangkan kakak saja menghalangiku?" jawab Naufal tak mau kalah.
"Aaiissshh. Kau ini. Ayoo, masuk."
"Hehehehehe.." Naufal terkekeh.
"Mommy, Daddy. Ini putra bungsumu sudah pulang!" teriak Aditya.
Mendengar teriakan putra keduanya, Helena langsung berdiri dari duduknya dan berlalu menghampiri putra bungsunya.
"Astaga, Naufal. Kamu kemana saja, hum? Mommy sangat khawatir padamu, nak!"
"Mommy, aku minta maaf sudah membuatmu khawatir. Tapi aku baik-baik saja Mom! Mommy tidak usah khawatir," ucap Naufal sambil mencium kening ibunya.
"Bagaimana Mommu tidak khawatir kalau salah satu putra Mommy tidak ada di rumah. Bahkan kau tidak menjawab panggilan dari salah satu kakakmu."
"Kakak menghubungi ponsel kamu berulang kali, Fal! Tapi kami tidak menjawabnya! Kenapa kamu tidak menjawab panggilan kakak?" tanya Elvan lembut.
"Maafkan aku, kak! Bukan aku tidak mau menjawab panggilanmu. Saat kakak menghubungiku, aku itu lagi dijalan," jawab Naufal.
Helena membawa putranya duduk di sofa, tepat di samping suaminya.
DRTT..
DRTT..
Ponsel Naufak berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Naufal tanpa pikir panjang lagi langsung menjawabnya.
"Hallo."
"Kita sudah berhasil menangkapnya, Bos."
"Bagus. Kurung dia. Aku akan menemuinya besok. Aku sudah tidak sabaran untuk memberikan sedikit pelajaran padanya."
Setelah mengatakan hal itu, Naufal langsung mematikan panggilannya.
PIP..
"Siapa yang meneleponmu, Fal?" tanya Elvan.
"Salah satu kepercayaanku di Avana Gym, kak!" Naufal menjawab pertanyaan dari kakak pertamanya itu.
"Oh ya, sayang! Mommy ingin memperkenalkan seseorang padamu!" seru Helena.
"Siapa, Mom?" tanya Naufal.
Helena menunjuk ke arah adik perempuannya, Andhira. Lalu Naufal melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ibunya. Andhira membalas dengan senyuman tulus di bibirnya.
Naufal mengerutkan keningnya berusaha berpikir. Dia pernah bertemu, tapi tidak tahu dimana?
"Apa kau lupa pada, Bibi?" tanya Andhira yang masih tetap tersenyum.
Naufal masih dalam fase bingung. Dia berusaha untuk mengingatnya.
Semuanya memperhatikan Naufal. Mereka semua tersenyum melihat wajah bingung Naufal.
"Baiklah, baiklah. Bibi tidak tega melihatmu berusaha untuk mengingatnya. Ingat tidak ada seorang ibu-ibu yang dihadang tiga preman lalu datang seorang pemuda tampan dan pemberani untuk menolong ibu-ibu itu?" tanya Andhira.
Sebuah senyuman terukir di bibir Naufal "Bibi. Kau Bibi yang waktu itu kan?" seru Naufal sumringah.
Andhira tersenyum dan mengangguk "Akhirnya kau ingat juga sayang. Bibi sangat senang bisa bertemu denganmu."
"Sayang. Bibi Andhira ini adalah adik kandung Mommy. Jadi dia adalah Bibirmu!" ucap Helena pada putra bungsunya.
"Haaaah.. benarkah?" tanya Naufal kaget dan juga bahagia.
Helena mengangguk sebagai jawaban. "Kenapa aku baru bertemu dengannya sekarang? Memangnya selama ini Bibi dimana?" tanya Naufal.
"Kau terlambat, kelinci nakal!" seru Aditya mengejek adiknya.
"Aaiisshh." Naufal mempoutkan bibirnya kesal atas perkataan kakak keduanya itu. Apa maksud kakak?"
"Kita semuanya sudah tahu kalau bibi Andhira ini adalah adiknya Mommy. Bahkan Mommy sudah cerita semuanya pada kita. Kau saja yang belum tahu," ejek Rayyan.
"Siapa suruh kau pulang terlalu malam?" sela Aditya yang berhasil membuat adiknya kesal.
"Benarkan, kak Elvan?" tanya Aditya.
"Ya. Kau benar sekali, Aditya!" Elvan juga ikut membuat adik bungsunya kesal.
"Kalian benar-benar menyebalkan, kak!" Naufal merengut kesal.
"Hahahaha." mereka tertawa puas.
"Yak, FINAL! Ini salah Mommy. Seharusnya Mommy nunggu aku dulu baru cerita. Mommy masih punya utang penjelasan padaku!" Naufal memanyunkan bibirnya ke depan.
Alhasil, Semuanya tersenyum melihat tingkah si bungsu. Naufal belum menyadari kalau di rumahnya ada Arsya.
"Oh, ya! Mommy, Daddy. Aku ke kamar dulu. Mau mandi. Badanku udah lengket," ucap Naufal lalu beranjak dari duduknya dan menuju kamarnya di lantai dua.
Sedangkan kedua orang tuanyanya hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Paman, Bibi aku pamit mau ke kamar!" seru Naufal.
"Ya, sayang!" seru mereka bersamaan.
"Naufal!" teriak Helena.
Naufal berhenti dan berbalik melihat Ibunya. "Ada apa, Mom?"
"Jangan tidur dulu. Kamu harus makan terlebih dahulu," jawab Helena.
"Boleh tidak aku makannya di kamar saja. Tubuhku sedikit lelah. Jadi sehabis makan aku mau langsung tidur," pinta Naufal.
"Ya, tentu sayang. Mommy akan mengantarkannya ke kamarmu."
"Makasih, Mom. Aku menyayangimu!" seru Naufal.
Saat Naufal membalikkan badannya. Dirinya tidak sengaja berpapasan dengan Arsya yang kebetulan kembali dari dapur.
Anggota keluarga menyaksikan pemandangan di depan mereka. Dimana anak, keponakan dan adik mereka yang sedang saling bertatapan tanpa ada yang berbicara.
"Naufal." Arsya memulai membuka suara.
Tidak ada reaksi sama sekali dari Naufal. Tapi tatapan matanya masih fokus melihat wajah tampan kakaknya.
"Tetap sama," batin Naufal.
"Naufal," panggil Arsya untuk yang kedua kalinya dan itu sukses menyadarkan Naufal.
"Kenapa kakak ada di rumahku. Dan dari mana kakak mengetahui alamat rumahku?" tanya Naufal yang tatapannya masih fokus melihat wajah Arsya.
"Itu.. itu!" Arsya tampak bingung untuk menjelaskannya.
"Sejak kapan kau menjadi gagu seperti itu, hah?! Terakhir saat bertemu di rumah sakit. Kau sangat lancar berbicara," sindir Naufal.
Saat Arsya ingin bicara. Naufal sudah terlebih dahulu memotongnya.
"Ach, sudahlah. Kau membuang-buang waktuku saja. Dari pada aku meladenimu disini. Mending aku ke kamar lalu tidur. Itu lebih baik," ucap Naufal dengan nada ketus.
Setelah mengatakan hal itu, Naufal langsung pergi meninggalkan Arsya yang masih setia berdiri di posisinya memperhatikan Naufal yang menaik anak tangga.
Kedua orang tuanya dan ketiga kakaknya hanya bisa membuang nafas kasar melihat apa yang dilakukan dan diucapkan oleh sibungsu.
Helena berdiri dari duduknya dan menghampiri keponakannya.
"Arsya. Jangan di masukkan ke hati kata-kata Naufal ya." Helena menghibur Arsya.
"Ya, Bi. Aku tidak apa-apa. Aku akan sabar untuk menghadapi adikku yang keras kepala itu. Kan memang tugasku sebagai seorang kakak. Dan seorang kakak itu harus mengalah pada adiknya. Bukan begitu, Bi?" ucap dan tanya Arsya.
"Ya. Kau benar sayang. Terima kasih ya." Helena tersenyum lalu memberikan kecupan di kening keponakannya.
^^^
Naufal sudah selesai membersihkan dirinya. Kini Naufal sedang duduk di kursi meja kerjanya yang ada di kamarnya. Naufal meraih laptopnya, kemudian membuka dan menghidupkan laptopnya.
Naufal hanya sekedar untuk mengecek email masuk saja. Setelah itu, ia akan langsung tidur.
Saat Naufal sibuk dengan laptopnya, tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu kamarnya.
CKLEK..
Orang itu memasuki kamar Naufal dengan nampan ditangannya.
"Kakak membawa makan malam untukmu, Fal!" seru Arsya dan meletakkan nampan tersebut di meja.
Naufal yang masih fokus sama laptopnya dan tanpa melihat sama sekali. "Terima kasih, kak."
"Sama-sama, Fal!" jawab Arsya.
Naufal belum menyadari keberadaan Arsya di kamarnya.
Saat Naufal menutup laptopnya dan ingin memakan makan malamnya. Matanya tak sengaja melihat sosok orang yang tidak diharapkan hadir dikehidupannya lagi.
"Kak Arsya. Kenapa kakak ada di kamarku?" tanya Naufal masih dengan suara normal.
"Kakak kesini hanya mengantarkan makan malam untukmu," jawab Arsya.
Naufal menatap makanan yang ada dihadapannya. "Jadi ini?" tanya Naufal.
"Iya. Kakak sengaja memasaknya untukmu. Karena kakak tahu makanan kesukaanmu," jawab Arsya.
"Aku sudah tidak berselera. Silahkan kakak bawa makanan ini ke bawah." Naufal berbicara dengan nada ketus.
"Tapi, Fal. Kau itu belum makan. Kau harus makan. Walau hanya sedikit," kata Arsya.
"Aku akan makan. Tapi tidak makanan darimu. Jadi aku minta padamu, bawa lagi makanan ini ke bawah. Aku tidak akan memakannya," jawab Naufal yang tetap menolak untuk memakan makanan yang dimasak oleh Arsya.
"Tapi..." perkataan Arsya terpotong karena Naufal sudah terlebih dahulu mengangkat makanan itu lalu membuang makanan tersebut.
PRANG..
Makanan itu berserakan di lantai kamar Naufal.
Para orang tua dan para kakak sedang berkumpul. Mereka sedang asyiknya berbincang-bincang. Mereka membicarakan banyak hal.
Saat mereka tengah asyik di dunia mereka. Mereka dikejutkan dengan suara benda jatuh yang berasal dari kamar Naufal.
PRANG..
"Itu suara apa?" tanya Andhira yang pertama kali mendengarnya.
"Itu sepertinya dari kamar Naufal!" seru Aditya
"Arsya, Naufal!" seru mereka bersamaan dan langsung berlari menuju kamar Naufal yang berada di lantai dua.
^^^
"Naufal. Apa yang kau lakukan?" tanya Arsya yang terkejut saat melihat Naufal membuang makanan tersebut.
"Membuangnya. Apa kau tidak lihat?" jawab Naufal santai.
"Tapi kakak memasaknya untuk dimakan bukan untuk dibuang, Fal!" kata Arsya kecewa.
"Tapi..." ucapan Naufal terhenti saat mendengar suara pintu kamarnya dibuka.
CKLEK..
Dan dapat dilihat oleh Naufal dan Arsya, anggota keluarga yang memasuki kamarnya. Dan mereka semua kaget melihat kekacauan di kamar Naufal.
"Astaga. Ada apa ini?" tanya Albert saat melihat makanan yang berserakan di lantai kamar sibungsu.
"Arsya, Naufal! Ada apa sebenarnya?" tanya Helena.
Masih dalam mode hening. Baik Arsya maupun Naufal tidak ada yang bersuara. Aditya langsung to The point yang mengarah pada adiknya.
"Ini pasti ulahmu kan, Naufal?" tanya Aditya yang menatap Naufal.
Naufal yang awalnya menatap Arsya. Kini mengalihkan pandangannya menatap Aditya, kakak keduanya.
"Kalau iya, kakak mau apa?" tanya Naufal yang menatap kakaknya tidak suka.
"Itu makanan, Fal. Dan tidak seharusnya kau membuangnya." Aditya berusaha sabar berbicara dengan adik bungsunya.
"Aku tahu itu makanan. Aku membuangnya karena aku tidak mau memakan masakan dari orang lain selain keluargaku sendiri," Ucap Naufal.
"Naufal, Arsya ini adalah kakak sepupumu, nak! Putranya Bibi Andhira. Kalian berdua bersaudara," saut Helena.
Naufal menatap Arsya nyalang lalu balik menatap Ibunya, dengan tatapan sulit diartikan.
"Mommy. Katakan semua ini bohong. Mommy mengatakan ini padaku agar aku berdamai dengan dia kan?" tanya Naufal menatap mata Ibunya untuk mencari kebenarannya.
"Yang dikatakan Mommymu benar, Naufal. Arsya adalah putra bungsu Bibi. Dan dia adalah kakak sepupumu," Andhira yang menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Naufal.
"Apa?" Naufal benar-benar terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments