Kerinduan Barra, Dhafin, Davian Dan Reza

Barra merasa lelah setelah seharian melakukan kerjaannya di kantor. Dirinya pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena sudah tidak ada lagi kerjaannya yang harus dikerjakan.

Barra keluar dari ruang kerja menuju Lift. Dan sekarang dirinya sudah berada di depan pintu Lift. Lift terbuka, menampilkan beberapa orang keluar. Barra pun masuk ke dalam Lift tersebut. Pintu Lift tertutup, Barra lalu menekankan angka 1.

Tibalah Barra di lantai bawah. Dan segera Barra melangkahkan kakinya menuju parkiran. Setelah tiba diparkiran, Barra langsung masuk ke dalam mobilnya.

Barra melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Beberapa jam di perjalanan, akhirnya Barra tiba di depan rumahnya. Barra sekarang sudah sampai di depan gerbang rumahnya.

TIT..

TIT..

Bunyi klason mobil Barra lalu seseorang datang membukakan pintu gerbang untuknya. Mobil Barra telah terparkir rapi di depan halaman rumahnya.

Kini Barra sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Kemungkinan tangannya menekan tombol yang ada dihadapannya.

TING..

TONG..

Seseorang datang membukakan pintu untuknya, dia adalah Dira pelayan di rumahnya.

"Tuan muda Barra sudah pulang. Apa mau bibi masakan makan siang, tuan muda?" tanya bibi Dira.

"Boleh Bi. Kebetulan aku sudah lapar," jawab Barra

"Baiklah tuan muda. Tunggu sebentar ya, tuan muda," Bibi Dira berucap lalu melangkahkan kakinya ke dapur.

Barra berlalu pergi melangkahkan kakinya menuju kamar favorit nya. Langkahnya terhenti saat telinganya mendengar seseorang menyapanya.

"Kau sudah pulang, Bar!" seru Chello.

"Eeh, kak Chello. Iya, kak. Semua pekerjaanku di kantor sudah selesai. Kakak juga. Tumben sudah di rumah. Biasanya kakak pulangnya malam," ucap Barra.

"Iya. Sama sepertimu. Pekerjaan kakak semuanya telah selesai dikantor. Ya, sudah. Kau bersihkan badanmu lalu kita makan siang bersama. Kakak juga sudah lapar," ucap Chello.

"Eemm." Barra berdehem lalu berlalu pergi meninggalkan Chello menuju kamarnya.

^^^

Sekarang Barra Dan Chello sudah berada di meja makan untuk melakukan kegiatan makan siang mereka.

"Oh ya, Bar! Bagaimana hubunganmu dengan Naufal? Kakak dengar dari Papa, kau dan yang lainnya bertemu dengan Naufal di rumah sakit. Apa itu benar?" tanya Chello.

"Itu benar, kak." Barra menjawab dengan wajah sedih.

"Lalu kenapa kau sedih? Seharusnya kau bahagia bisa bertemu dengan Naufal lagi?" ucap Chello.

"Saat pertemuan itu. Naufal menolak kami, kak." lirih Barra.

"Kau harus sabar, Bar. Kakak yakin suatu saat nanti hati Naufal akan luluh dan akan menerima kalian kembali. Asal kau dan yang lainnya tetap terus berjuang untuk mendapatkan hatinya," ucap Chello.

"Pasti, kak." Barra mengangguk.

***

Dhafin berada di ruang tengah dengan televisi yang menyala lalu kakak perempuannya datang dari kamarnya dan duduk sofa tersebut

"Dhafin," panggil Jovita, sang kakak.

"Iya, kak. Ada apa?"

"Kemarin kakak bertemu dengan Naufal!"

Dhafin menatap kakak perempuannya dengan tatapan penasaran. "Kakak bertemu Naufal dimana?"

"Di Jakarta. Saat kakak pulang dari butik."

"Apa? Kakak yakin kalau yang kakak lihat itu Naufal. Setahuku Naufal itu ada di Bandung!"

"Kakak sangat yakin Dhafin. Mata kakak ini jelas dan ingatan kakak dengan adikmu itu masih bagus. Kakak benar-benar melihat Naufal ada di Jakarta. Saat itu Naufal baru keluar dari sebuah perusahaan. Kalau tidak salah nama perusahaan nya adalah NFL'Corp."

Terukir senyuman di bibir Dhafin. "Ternyata kau ada di Jakarta kelinci nakal." batin Dhafin.

Melihat adiknya tersenyum, Jovita ikut bahagia. Dirinya tahu arti dari senyuman sang adik itu.

"Sekarang Naufal ada di Jakarta. Kau dan yang lainnya tidak perlu jauh-jauh pergi ke Bandung untuk menemuinya. Perbaiki hubunganmu dengan Naufal. Rebut hatinya dan bawa dia dalam pelukanmu. Jangan biarkan hati adikmu itu kotor dengan membencimu dan yang lainnya selamanya."

"Baik, kak. Aku dan yang lainnya pasti akan selalu berusaha merebut hati sikelinci nakal itu. Kami akan membawanya kembali pada kami," ucap Dhafin semangat

Jovita tersenyum melihat semangat adiknya. "Semoga berhasil."

"Kak."

"Ya. Ada apa?"

"Bagaimana kalau kami gagal? Bagaimana kalau Naufal marah pada kami? Saat pertemuan pertama kami di rumah sakit waktu itu, Naufal sangat-sangat menolak kami. Naufal begitu marah dan kecewa pada kami, kak!"

"Heii. Kenapa jadi tidak semangat seperti ini sih. Pertemuan kalian kemarin itu tanpa sengaja. Dan saat itu kalian belum mempersiapkan apapun untuk menyampaikan suara hati kalian pada Naufal. Dan kakak yakin saat kalian bertemu dengannya nanti. Lakukan hal-hal yang bisa membuat siluman kelinci itu tersenyum. Jangan sering-sering mengatakan kata 'maafkan kakak'. Anggap saja tidak ada masalah antara kalian."

"Baiklah, kak. Aku akan lakukan."

***

Davian sedang berada disebuah taman. Dirinya sedang memikirkan Naufal. Naufal yang membencinya dan yang lainnya.

"Wooi, Davian!" teriak Reza yang sengaja buat Davian terkejut.

"Reza. Bisa tidak sekali saja, kau tidak mengagetkan ku." Jimin benar-benar kesal akan sifat Reza.

Reza menggeleng-geleng kan kepalanya tanpa memperdulikan kekesalan Davian padanya dan membuat Davian makin kesal.

PLETAK..

Jitakan Davian tepat di kening Reza yang membuat empunya meringis.

"Aww." Reza mengelus-elus keningnya.

"Yak! Kenapa kau malah menjitak kepalaku, bantet?" tanya Reza sembari menghina Davian.

Davian tak mau kalah lalu menatap balik Reza. "Apa? Mau lagi?" tanya Davian kesal lalu mengalihkan pandangannya ke depan.

"Aiiissshhh." gerutu Reza.

"Oh Iya. Ada hal apa kau mengajak ku ketemuan disini Davian?" tanya Reza.

"Aku mau mengajakmu ke Bandung untuk menemui Naufal. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, Reza. Aku benar-benar sangat merindukan sikelinci nakal itu," ucap Davian.

"Apa hanya kita berdua saja?" tanya Reza.

"Niat awalku ya. Hanya kita berdua," jawab Davian.

Hening...

Hening...

Hanya suara suara angin yang terdengar.

"Kalau kau tidak mau. Aku bisa pergi sendiri!" seru Davian.

"Sebenarnya aku ingin sekali ke Bandung, Davian! Aku ingin bertemu dengan Naufal. Tapi apa Naufal akan menerima kita? Ketika kita bertemu dengannya di rumah sakit saat itu Naufal sangat marah dan menolak kita," ucap Reza lesu.

"Aku juga sama sepertimu, Za! Bagaimana reaksi Naufal saat melihat kita," ucap Davian yang matanya sudah berkaca-kaca. "Tapi kita tidak bisa seperti ini terus, Za. Kita harus kuat, kita harus semangat dan tetap terus berusaha memperbaiki hubungan kita bersama Naufal. Kita sudah kehilangan Naufal sekali. Apa kau mau kehilangannya untuk yang kedua kalinya? Naufal sudah ada di depan mata kita. Tinggal kita meraihnya, merangkulnya dan membawanya dalam pelukan kita, kakak-kakaknya."

"Kita tidak sendiri. Ada yang lainnya. Kita berenam akan bersama-sama berusaha memperbaiki hubungan persahabatan kita ini. Tujuh tahun kita bersama, tinggal bersama sudah seperti saudara. Kita harus bawa pulang adik kesayangan kita lagi," ucap Davian yang sudah menangis.

"Kau benar sekali, Davian. Mari kita bawa pulang adik kecil kita!" seru Reza. Davian mengangguk semangat.

"Mari kita pulang. Hari sudah mau gelap." Reza mengajak Davian pulang.

"Ayooo!" seru Davian.

Mereka pun melangkahkan kaki pergi meninggalkan taman tersebut. Sejenak langkah kaki Reza terhenti karena melihat sesosok orang yang sangat dia rindukan.

Davian yang melihat Reza yang tiba-tiba berhenti, juga ikutan berhenti dan menoleh ke arah Reza.

"Ada apa, Za?" tanya Davian.

"Aku melihat Naufal ada disini Davian," ucap Reza.

Davian fokus memperhatikan setiap orang-orang yang berlalu lalang. Tapi nihil, Davian tak melihat Naufal.

"Apa kau yakin tadi melihat Naufal, Za?" tanya Davian lagi.

"Aku yakin, Dav. Aku tidak salah lihat. Mataku masih sehat dan jelas," jawab Reza.

"Bukan aku tidak percaya padamu Reza. Yang kita tahu Naufal ada di Bandung. Jadi tidak mungkin Naufal ada di Jakarta."

"Ya sudah. Mungkin kau salah lihat kalk. Ayoo, kita pulang!" Davian langsung menarik lembut tangan Reza.

Reza pun pasrah dan menurut. Dan mereka melanjutkan langkah mereka menuju mobil. Justru sekarang malah Davian yang menghentikan langkahnya.

"Na-naufal!" seru Davian dengan suara pelan dan lirih yang hanya didengar oleh Reza.

Reza langsung mengalihkan pandangannya dan menoleh ke arah pandangan Davian.

"Naufal," lirih Reza. Seketika air mata Reza mengalir membasahi wajahnya.

Mereka berdiri mematung melihat adik mereka dari jauh. Hati mereka berdebar, sakit dan sedih. Ingin sekali mereka berlari lalu memeluk sang adik. Tapi lagi-lagi keberanian mereka menciut. Mereka takut. Takut akan penolakan sang adik terhadap mereka.

Sementara disisi lain, Naufal tidak menyadari sama sekali kalau ada yang sedang memperhatikan dirinya dari jauh

"Aaarrrggghhh."

Suara erangan kesakitan yang keluar dari mulutnya. "Kenapa beberapa hari ini kepalaku sering sakit?" batin Naufal.

Naufal terus berjalan menuju motor sportnya dengan menahan rasa sakit di kepalanya.

Davian dan Reza masih setia memperhatikan gerak gerik Naufal dari jauh.

Rasa sakit di kepala Naufal makin menjadi. Dan itu membuat Naufal sedikit limbung dan saat tubuh Naufal hampir jatuh, ada yang menahannya dari belakang.

"Naufal!" teriak Davian dan Reza yang segera berlari dan dengan cepat menahan tubuh Naufal yang hampir jatuh.

Naufal hanya diam diposisinya. Tidak bergeming dan tidak bersuara. Mengabaikan dua sosok manusia yang ada di sampingnya. Naufal hanya berusaha menahan rasa sakit di kepalanya yang tidak kunjung reda.

"Naufal. Kau baik-baik saja?" tanya Reza lembut sambil sesekali mengusap surai coklat miliknya.

Tidak ada jawaban dari Naufal. Hanya kebisuan yang diterima oleh seorang Reza.

"Apa kau sakit, Fal? Wajahmu pucat sekali?" tanya Davian khawatir.

Tetap sama. Lagi-lagi tidak ada jawaban dari Naufal. Naufal mati-matian menahan rasa sakit di kepalanya.

Naufal hendak melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Davian Dan Reza. Baru berapa langkah, Naufal ambruk dan tak sadarkan diri.

BRUK..

"Naufal!" teriak Reza dan Davian panik.

Davian mengambil alih tubuh Naufal dan berusaha menyadarkannya dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.

"Naufal, bangunlah," ucap Davian sambil menepuk-nepuk pelan pipi Naufal.

Reza menggenggam tangan Naufal sambil terus memanggil namanya."Naufal, kau kenapa?"

"Davian. Ayo kita bawa Naufal ke Rumah Sakit, sekarang! Aku takut Naufal kenapa-kenapa," ucap Reza yang sudah menangis.

"Ayo, Za! Angkat Naufal ke punggungku. Biar aku yang menggendongnya sampai ke mobil."

Mereka sudah berada di mobilnya Davian. Davian menjalankan mobilnya dengan sedikit ngebut. Yang ada di pikirannya sekarang adalah cepat sampai Rumah Sakit. Sedangkan Reza tak hentinya menangis melihat Naufal yang pucat.

Episodes
1 Pulang Ke Bandung
2 Menyampaikan Sesuatu
3 Demam
4 Kecelakaan
5 Pertemuan Kakak Dan Adik
6 Pertengkaran Kecil Naufal Dan Ketiga Kakaknya
7 Kekhawatiran Keluarga
8 Bercerita
9 Flashback
10 Flashback 2
11 Keterkejutan Naufal
12 Pertengkaran Naufal Dan Aditya
13 Kekesalan Naufal
14 Berdamai
15 Ardian Krishon
16 Kerinduan Barra, Dhafin, Davian Dan Reza
17 Kebencian Naufal
18 Bagaikan Mendapatkan Durian Runtuh
19 Davian Dan Barra
20 Telepon Dari Rasya
21 Berkunjung
22 Jatuh Pingsan
23 Kesedihan Dan Kekhawatiran
24 Kesedihan Dan Kekhawatiran 2
25 Kecurigaan
26 Tertangkapnya Sipengkhianat
27 Memasang Alat Pelacak
28 Kekompakan Alexander Bersaudara
29 Cinta Pada Pertemuan Pertama
30 Tertekan
31 Paket
32 Kehangatan Keluarga
33 Menceritakan Masalah
34 Kecelakaan Maut
35 Kesedihan
36 Merindukan
37 Pria Misterius
38 Kesedihan 2
39 Vanesha Palsu
40 Pertemuan Vanesha Dengan Keluarga Naufal
41 Keras Kepala
42 Ingatan Kembali
43 Kecelakaan Davian Dan Reza
44 Pria Misterius 2
45 Perasaan Takut Anggota Keluarga
46 Kembali
47 Kembali 2
48 Berkorban
49 Hari Yang Buruk
50 Hari Yang Buruk 2
51 Rencana Penculikan
52 Keberhasilan Kendrik Alvaro
53 Berhasil Menemukan Lokasi
54 Hukuman Mati Untuk Kendrik
55 S2. Kerinduan Naufal Terhadap Vanesha
56 S2. Kejahilan Dan Kekesalan Naufal
57 S2. Kejahilan Naufal
58 S2. Kelakuan Menyebalkan Naufal
59 S2. Kabar Dari Damian
60 S2. Pesan Misterius
61 S2.
62 S2. Bayangan Vanesha
63 S2. Kemarahan Naufal
64 S2. Kekecewaan Naufal
65 S2. Kekesalan Naufal
66 S2. Flashdisk
67 S2. Video Tentang Fakta Vanesha
68 S2. Rekaman
69 S2. Hati Yang Terluka
70 S2. Membuat Rencana
71 S2. Isak Tangis Vanesha Bersama Sang Ayah
72 S2. Keberhasilan Damian
73 S2. Pertemuan Naufal Dan Vanesha
74 S2. Kemarahan Alex Alvaro
75 S2. Janji Seorang Kakak
76 S2. Awal Kemenangan
77 S2. Membahas Rencana Selanjutnya
78 S2. Meretas Mobile Banking
79 S2. Menghubungi Musuh Via Telepon
80 S2. Telepon Dari Vanesha
81 S2. Kekalahan Alex Alvaro Dan Derry Alvaro
82 S2. Menikmati Kebahagiaan
83 S2. Minta Dibelikan Laptop
84 S2. Kakak Alice!
85 S2. Menceritakan Kondisi Alice
86 S2. Kekesalan Aditya Akan Naufal
87 S2. Sumpah Seorang Tasya
88 S2. Kemarahan Keluarga Besar Harisman
89 S2. Pembalasan Yang Setimpal
90 S2. Isak Tangis Alice
91 S2. Gadis Misterius
92 S2. Aku Kembali Naufal
93 S2. General Manager Baru
94 S2. Tugas Pertama Laura Dari Naufal
95 S2. Alona Divia Eknath
96 S2. Kemarahan Naufal Terhadap Divia
97 S2. Traktiran Dari Arsya
98 S2. Kepercayaan Penuh
99 S2. Kemarahan Serta Ancaman Rayyan Terhadap Divia
100 S2. Kemarahan Yosef Terhadap Mareta
101 S2. Kemarahan Diva Terhadap Divia
102 S2. Merencanakan Pembalasan Terhadap Divia
103 S2. Kemarahan Dan Ancaman Naufal
104 S2. Penyerangan Naufal
105 S2. Keterkejutan Aditya Dan Rayyan
106 S2. Culik Dia Dan Bawa Ke Markas
107 S2. Memberikan Hukuman
108 S3. Pikirkan Sebab Akibatnya Sebelum Menghina Orang
109 S2. Surat Perjanjian
110 Kau hanya milikku, Tasya!
111 S2. Lain Kali Jangan Mengira Orang Itu Lemah
112 S2. Ada Udang Dibalik Risol
113 S2. Tunggu Apa Yang Akan Menantimu
114 S2. Membahas Sebuah Rencana
115 S2. Alat Canggih Menyerupai Ponsel
116 S2. Bab 116
117 S2. Bab 117
118 S2. Bab 118
119 S2. Bab 119
120 S2. Buku Nikah
Episodes

Updated 120 Episodes

1
Pulang Ke Bandung
2
Menyampaikan Sesuatu
3
Demam
4
Kecelakaan
5
Pertemuan Kakak Dan Adik
6
Pertengkaran Kecil Naufal Dan Ketiga Kakaknya
7
Kekhawatiran Keluarga
8
Bercerita
9
Flashback
10
Flashback 2
11
Keterkejutan Naufal
12
Pertengkaran Naufal Dan Aditya
13
Kekesalan Naufal
14
Berdamai
15
Ardian Krishon
16
Kerinduan Barra, Dhafin, Davian Dan Reza
17
Kebencian Naufal
18
Bagaikan Mendapatkan Durian Runtuh
19
Davian Dan Barra
20
Telepon Dari Rasya
21
Berkunjung
22
Jatuh Pingsan
23
Kesedihan Dan Kekhawatiran
24
Kesedihan Dan Kekhawatiran 2
25
Kecurigaan
26
Tertangkapnya Sipengkhianat
27
Memasang Alat Pelacak
28
Kekompakan Alexander Bersaudara
29
Cinta Pada Pertemuan Pertama
30
Tertekan
31
Paket
32
Kehangatan Keluarga
33
Menceritakan Masalah
34
Kecelakaan Maut
35
Kesedihan
36
Merindukan
37
Pria Misterius
38
Kesedihan 2
39
Vanesha Palsu
40
Pertemuan Vanesha Dengan Keluarga Naufal
41
Keras Kepala
42
Ingatan Kembali
43
Kecelakaan Davian Dan Reza
44
Pria Misterius 2
45
Perasaan Takut Anggota Keluarga
46
Kembali
47
Kembali 2
48
Berkorban
49
Hari Yang Buruk
50
Hari Yang Buruk 2
51
Rencana Penculikan
52
Keberhasilan Kendrik Alvaro
53
Berhasil Menemukan Lokasi
54
Hukuman Mati Untuk Kendrik
55
S2. Kerinduan Naufal Terhadap Vanesha
56
S2. Kejahilan Dan Kekesalan Naufal
57
S2. Kejahilan Naufal
58
S2. Kelakuan Menyebalkan Naufal
59
S2. Kabar Dari Damian
60
S2. Pesan Misterius
61
S2.
62
S2. Bayangan Vanesha
63
S2. Kemarahan Naufal
64
S2. Kekecewaan Naufal
65
S2. Kekesalan Naufal
66
S2. Flashdisk
67
S2. Video Tentang Fakta Vanesha
68
S2. Rekaman
69
S2. Hati Yang Terluka
70
S2. Membuat Rencana
71
S2. Isak Tangis Vanesha Bersama Sang Ayah
72
S2. Keberhasilan Damian
73
S2. Pertemuan Naufal Dan Vanesha
74
S2. Kemarahan Alex Alvaro
75
S2. Janji Seorang Kakak
76
S2. Awal Kemenangan
77
S2. Membahas Rencana Selanjutnya
78
S2. Meretas Mobile Banking
79
S2. Menghubungi Musuh Via Telepon
80
S2. Telepon Dari Vanesha
81
S2. Kekalahan Alex Alvaro Dan Derry Alvaro
82
S2. Menikmati Kebahagiaan
83
S2. Minta Dibelikan Laptop
84
S2. Kakak Alice!
85
S2. Menceritakan Kondisi Alice
86
S2. Kekesalan Aditya Akan Naufal
87
S2. Sumpah Seorang Tasya
88
S2. Kemarahan Keluarga Besar Harisman
89
S2. Pembalasan Yang Setimpal
90
S2. Isak Tangis Alice
91
S2. Gadis Misterius
92
S2. Aku Kembali Naufal
93
S2. General Manager Baru
94
S2. Tugas Pertama Laura Dari Naufal
95
S2. Alona Divia Eknath
96
S2. Kemarahan Naufal Terhadap Divia
97
S2. Traktiran Dari Arsya
98
S2. Kepercayaan Penuh
99
S2. Kemarahan Serta Ancaman Rayyan Terhadap Divia
100
S2. Kemarahan Yosef Terhadap Mareta
101
S2. Kemarahan Diva Terhadap Divia
102
S2. Merencanakan Pembalasan Terhadap Divia
103
S2. Kemarahan Dan Ancaman Naufal
104
S2. Penyerangan Naufal
105
S2. Keterkejutan Aditya Dan Rayyan
106
S2. Culik Dia Dan Bawa Ke Markas
107
S2. Memberikan Hukuman
108
S3. Pikirkan Sebab Akibatnya Sebelum Menghina Orang
109
S2. Surat Perjanjian
110
Kau hanya milikku, Tasya!
111
S2. Lain Kali Jangan Mengira Orang Itu Lemah
112
S2. Ada Udang Dibalik Risol
113
S2. Tunggu Apa Yang Akan Menantimu
114
S2. Membahas Sebuah Rencana
115
S2. Alat Canggih Menyerupai Ponsel
116
S2. Bab 116
117
S2. Bab 117
118
S2. Bab 118
119
S2. Bab 119
120
S2. Buku Nikah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!