Keluarga Ravindra sudah tiba di kediaman keluarga Alexander. Mereka tampak bahagia berkumpul kembali. Apalagi Helena dan Andhira, kakak adik dari keluarga Sheehan. Mereka kini sedang berkumpul di ruang tengah. Melepaskan rasa lelah barang sejenak
"Bagaimana perjalanan kalian?" tanya Albert.
"Sangat lancar tanpa gangguan sama sekali," jawab Felix.
Mereka berbincang dan melepaskan rasa rindu satu sama lainnya dengan disuguhkan makanan dan minuman di atas meja.
"Bibi." panggil Arsya.
"Ya, Arsya." jawab Helena melihat kearah keponakannya.
"Dari tadi aku tidak melihat Naufal. Memangnya Naufal dimana, Bi?" tanya Arsya.
"Ooh Naufal. Dia ada di Everest Boxing. Naufal sedang memantau kerjaannya disana," jawab Helena.
"Bukan itu saja. Naufal memiliki Perguruan MTF juga. Perguruan Ilmu bela diri Taekwondo. Dulu Naufal yang sebagai pelatihnya. Tapi kami melarangnya untuk melatih lagi dan menyuruhnya untuk mencari orang menjadi pelatih disana," ucap Elvan.
"Memangnya kenapa kak Elvan. Kan bagus kalau Naufal sebagai pelatih disana. Apalagi Elvan itu jago dalam bela dirinya," tutur Arsya.
"Karena fisiknya tidak kuat seperti dulu lagi, Arsya! Naufal gampang kelelahan dan kesehatan sedikit menurun," jawab Elvan.
"Naufal itu pekerja keras. Dia profesional dalam pekerjaannya. Kalau Naufal sudah sibuk dengan pekerjaannya, dia sampai lupa waktu. Melupakan waktu makannya dan juga waktu istirahatnya. Bahkan pola makannya pun tidak teratur." Albert ikut menjelaskan tentang putra bungsunya.
"Makanya kenapa kami begitu memperhatikannya, Dhira? Putra bungsuku itu beda dengan ketiga putraku yang lainnya. Apalagi menyangkut tentang kesehatan. Putra bungsuku itu yang sering jatuh sakit. Bahkan dalam sebulan atau dua bulan putraku itu menjadi pasien di rumah sakit," ucap Helena.
"Yang membuat kami bangga padanya adalah putraku itu tidak pernah mengeluh sama sekali tentang kondisinya Felix. Dia tetap menunjukkan keceriaannya, senyumanya, tawanya, semangatnya. Bahkan kejahilannya itu tidak pernah hilang dalam dirinya. Yang menjadi korban jahilnya adalah ketiga kakak-kakaknya dan saudara-saudara sepupunya. Kalau saudara-saudaranya yang lain pada berkumpul. Habislah mereka dijahili oleh Naufal," pungkas Albert.
"Tidak lama lagi kau akan merasakan kejahilannya, Arsya!" seru Helena.
"Aku sudah merasakan kejahilannya, Bi." Arsya menjawab dengan senyuman mengembang dibibirnya kala mengingat masa-masa mereka saat menjadi idol dulu.
"Benarkah?" tanya Elvan antusias.
Arsya mengangguk sebagai jawaban. "Bahkan kami berenam sudah menjadi sasaran empuknya. Setiap hari ada saja kejahilan yang kami dapatkan dari Naufal."
"Kalian tidak marah?" tanya Albert.
"Tidak. Kami tidak bisa marah padanya. Bagaimana kami akan memarahinya? Setiap kami ingin memarahinya. Naufal memiliki seribu cara untuk bisa terhindar dari amarah kami," kata Arsya.
"Contohnya?" tanya Aditya.
"Naufal selalu menunjukkan wajah polos yang tak berdosa pada kami. Naufal selalu memperlihatkan wajah sedihnya pada kami. Naufal selalu memasang wajah memelasnya pada kami. Naufal selalu menunjukkan wajah manisnya dan senyuman khas kelincinya pada kami. Jadi hal itu yang membuat kami benar-benar tidak tega memarahinya. Bagaimana kami akan memarahinya? Melihat wajahnya saja kami sudah gemas, seakan-akan kami ingin menciumnya. Seandainya Naufal itu perempuan mungkin kami sudah menciumnya dan mencubit pipinya saking gemasnya," celetuk Arsya.
"Tapi satu kebanggaan bagi kami terhadapnya. Naufal itu berbakat dan serba bisa. Naufal itu sangat profesional dalam bekerja. Disaat serius, dia akan serius. Kalau ada salah satu dari kami yang tidak serius, dia tidak pikir panjang lagi untuk menegur kami. Dan kami tidak marah saat Naufal menegur kami. Naufal akan menangis, kalau melihat kami kesakitan atau kesusahan. Naufal akan menangis kalau apa yang dilakukannya tidak sesuai harapannya. Padahal yang kami tahu, Naufal sudah melakukan dengan sangat sempurna. Tapi dirinya mengatakan dia belum sempurna," kata Arsya.
"Aku merindukan Naufal seperti dulu, Bi! Bukan Naufal yang sekarang," ucap Arsya sendu.
"Kamu ya sabar ya sayang. Bibi yakin dan sangat yakin. Naufal akan kembali padamu dan yang lainnya, karena kalian adalah kakak-kakaknya. Naufal sangat menyayangi kalian. Itu kenyataannya." Helena menghibur keponakannya itu.
"Ya, Bi."
"Kalau begitu. Kalian istirahatlah dulu. Aku dan istriku sudah menyiapkan kamar untuk kalian. Kalian pasti lelahkan?" sela Albert.
^^^
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam dimana anggota keluarga akan melakukan makan malam bersama. Sebagian anggota keluarga sibuk dengan tugas masing-masing.
Albert Alexander, sang Kepala keluarga atau pemilik rumah bersama dengan sahabatnya Felix Ravindra yang sudah duduk santai di teras belakang sambil membaca koran ditemani teh hangat.
Lalu sang Nyonya rumah Helena Alexander dan adik perempuannya Andhira Ravindra yang sedari sibuk bolak balik kedapur dan ruang makan untuk menata makanan yang sudah dimasak oleh para pelayan di meja makan. Dan tidak lupa pula menantu mereka juga ikut membantu.
Di ruang keluarga para anak-anak tengah berkumpul dan saling bercerita.
"Sudah pukul 7 malam, tapi Naufal masih belum pulang. Itu anak kebiasaan sekali. Kalau sudah sibuk dengan pekerjaannya, sampai lupa waktu." Aditya mengomel akan sifat adik bungsunya.
"Dari pada kau ngomel-ngomel tidak jelas, Aditya. Sedangkan orangnya saja tidak ada disini. Mendingan kau telepon saja kelinci nakal itu dan suruh dia pulang!" seru Elvan.
"Aish. Kakak menyuruhku menelepon sikelinci bongsor itu," protes Aditya menatap kakaknya.
"Kenapa? Tidak mau?" tanya Elvan.
"Bukan tidak mau. Kakak tahu sendiri bagaimana sikelinci bongsor itu setiap kali menerima panggilan dariku? Aku selalu jadi sasaran ejekkannya."
"Sudah jangan protes. Hubungi Naufal sekarang."
Elvan yang menatap horor pada adiknya itu. Dan hal itu sukses membuat Aditya mau tidak mau menuruti keinginan kakaknya yang menyebalkan itu.
"Jangan lupa panggilannya di loundspeaker. Biar kita juga dengar," kata Elvan.
"Iya," jawab Aditya dan Aditya pun langsung menghubungi adik bungsunya. Panggilan tersambung dan tidak lupa mengloundspeaker panggilan tersebut.
"Ada apa kakak meneleponku? Mengganggu waktuku saja?" Naufal langsung menyerang Aditya, kakak keduanya itu saat menjawab panggilan tersebut.
"Yak! Bisa tidak kau menjawab panggilan dari kakak dengan sopan, Naufal Alexander?" tanya Aditya kesal.
"Tidak bisa," jawab Naufal singkat.
Elvan, Rayyan, Pasya dan Arsya tertawa mendengar ucapan Naufal diseberang telepon.
"Dasar adik kurang ajar."
"Itu sudah nasibmu kak memiliki adik sepertiku."
"Kau ada dimana sekarang. Kenapa belum pulang juga, hah?!"
"Kepo. Mau tahu urusanku saja. Memangnya kalau aku kasih tahu aku ada dimana? Kakak mau apa?"
"Aku akan mendatangimu kesana. Lalu aku akan menyeretmu dan melemparmu kelaut," jawab Aditya asal.
"Apa kakak tega melakukan itu pada adikmu yang paling imut dan tampan ini, eoh?" tanya Naufal.
"Hahaha." tawa mereka semua pun pecah saat mendengar ucapan manis dari Naufal.
"Bagaimana, Aditya? tanya Elvan.
"Aku yakin kak Aditya tidak akan tega melakukan itu pada Naufal!" seru Rayyan.
Sementara Pasya dan Arsya mengangguk tanda setuju.
Aditya mengusap wajah kasarnya. "Iya, iya. Mana mungkin aku melakukan itu pada adikku yang manis dan tampan itu!"
"Nyalimu sebesar kelingkingku kak," ejek Naufal.
Lagi-lagi mereka tertawa mendengar ucapan sibungsu yang memang sengaja membuat Aditya kesal.
"Naufaaalll!" teriak Aditya kesal.
"Yak! Jangan teriak-teriak kak. Kau bisa membuat pendengaranku rusak," protes Aditya.
"Sekarang katakan pada kakak. Kamu ada dimana dan kenapa belum pulang juga sampai sekarang?!" bentak Aditya.
Hening sejenak. Tidak ada jawaban dari Naufal.
"Naufal." panggil Aditya. Tidak ada jawaban dari Naufal.
"Naufal. Apa kau mendengarkan kakak?" tanya Aditya.
Masih sama. Tidak ada jawaban dari Naufal. Mereka mulai panik dan khawatir.
"Kenapa kau malah membentaknya, Aditya?"
"Aku tidak sengaja, kak." Aditya benar-benar menyesal. Dirinya tidak sadar tadi.
"Naufal. Kamu dengar kakak kan? Kakak minta maaf, oke! Kakak benar-benar tidak sengaja membentakmu tadi. Kakak hanya khawatir padamu," ucap Aditya.
"Aku baik-baik saja, kak. Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak marah padamu," jawab Naufal.
"Haah." mereka bernafas lega mendengar suara adik kesayangan mereka.
"Aku ada di Everest Boxing. Sepuluh menit lagi aku akan pulang."
"Baiklah. Kamu hati-hati di jalan. Bawa mobilnya jangan ngebut."
"Eeemm."
"Ya sudah. Kakak tutup teleponnya."
PIP..
Saat mereka sedang mengobrol. Terdengar suara teriakan dari Nyonya rumah.
"Makanan sudah tersaji di meja makan dan waktu nya makan malam!" teriak Helena.
Semuanya pun menghentikan aktifitas mereka dan menuju ke meja makan.
Semuanya telah berkumpul di meja makan sekarang dan waktunya mereka melakukan ritual malam mereka yaitu makan malam bersama.
"Elvan. Apa kau sudah menghubungi Naufal? Ini sudah malam. Kenapa Naufal belum pulang juga?" tanya Helena.
"Sudah Mom. Barusan Aditya sudah menghubungi Naufal. Katanya dia akan segera pulang," jawab Elvan.
"Apa dia masih di Everest Boxing?" tanya Albert.
"Ya, Dad."
"Ya. Sudah. Mari kita mulai makan malamnya!" seru Albert.
"Bibi. Tolong pisahkan makanan untuk putra bungsuku," pinta Helena.
"Baik, Nyonya."
Mereka semuannya makan dengan hikmat dan tenang tanpa sibungsu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments