Setelah pertengkaran Naufal dan Arsya. Ditambah lagi dengan pertengkaran Naufal dengan sang kakaknya yaitu Aditya yang membuat Naufal pergi meninggalkan rumah dalam keadaan emosi.
Melihat kepergian Naufal. Hal itu membuat anggota keluarga terutama Ibunya menjadi khawatir. Aditya yang merasa bersalah tidak tinggal diam. Dirinya mengejar adiknya dan meminta maaf padanya. Diikuti oleh Elvan dan Rayyan.
Sekarang ini mereka tengah di jalan. Aditya menggunakan motor sportnya. Sedangkan Elvan dan Rayyan satu mobil.
Sudah dua jam mereka berkeliling kota Bandung untuk mencari keberadaan adik bungsu mereka. Tapi yang dicari tak kunjung ditemukan. Mereka panik dan khawatir. Pasalnya adik mereka itu baru dua hari yang lalu keluar dari rumah sakit pasca kecelakaan motor. Mereka tidak mau hal itu terulang lagi pada adik mereka.
"Kakak. Bagaimana ini? Sudah dua jam kita mencari Naufal. Tapi kita tidak berhasil menemukannya. Aku takut terhadap sesuatu padanya." Rayyan berucap.
"Ini semua salahku, kak! Seharusnya aku tidak menamparnya. Seharusnya aku tahu, Naufal itu tidak bisa dikerasi atau dimarahi. Tapi aku malah melupakan faktanya." Aditya berbicara dengan matanya yang memerah menahan tangis.
"Sudahlah, Aditya. Ini bukan salahmu sepenuhnya. Naufal nya saja yang terlalu keras kepala. Lebih baik kita pulang. Semoga Naufal baik-baik saja." Elvan meyakinkan kedua adiknya, terutama Aditya.
Mereka pun memutuskan untuk kembali ke rumah. Dan mereka berharap adik mereka akan baik-baik saja diluar sana.
***
Mereka telah sampai mansion mereka dalam keadaan tak semangat karena mereka gagal menemukan adik kesayangan mereka.
"Elvan, Aditya, Rayyan. Mana adik kalian?" tanya Helena.
"Maafkan kami, Mom! Kami tidak berhasil menemukan, Naufal!" Elvan menjawab dengan wajah sedih.
"Naufal. Kamu dimana sayang?" lirih Helena yang sudah meneteskan air matanya.
"Sayang, sudahlah. Kita berdoa saja. Semoga Naufal baik-baik saja diluar sana," ucap Albert menghibur istrinya.
"Yang dikatakan kak Albert benar, kak. Kita berdoa saja. Semoga Naufal baik-baik saja diluar sana," ujar Andhira.
"Ini semua salahku, Mom. Kalau aku tidak menampar Naufal. Naufal tidak akan pergi." Aditya menyalahkan dirinya atas kepergian adik bungsunya.
Mendengar ucapan putra keduanya. Helena menjadi tidak tega. "Tidak sayang. Ini bukan salahmu. Kamu tidak perlu merasa bersalah. Adikmu itu memang keras kepala."
"Kenapa tidak hubungi saja Naufal? Tanyakan ada dimana dia sekarang?" seru Felix.
"Nah itu dia, Felix. Naufal tidak membawa ponselnya," jawab Albert.
***
Keesokan paginya semua anggota keluarga tengah berkumpul di ruang tengah. Awalnya mereka ingin sarapan, tapi dikarenakan pikiran mereka tertuju pada salah satu anggota keluarga mereka yang belum kembali dari semalam membuat mereka semua tidak bernafsu untuk sarapan.
Bagaimana mereka akan sarapan. Sedangkan mereka tidak tahu bagaimana keadaan orang yang mereka sayangi diluar sana?
"Sayang. Bagaimana ini? Putra bungsu kita belum pulang dari semalam. Lakukan sesuatu," ucap Helena panik.
Terdengar suara klason mobil.
TIN.. TIN..
Mereka yang mendengar suara itu bergegas keluar rumah. Dan melihat siapa yang datang.
"Itu kan mobilnya Aryan!" seru Rayyan.
Aryan adalah keponakan dari Helena, Andhira dan Albert. Putra pertama Nirvan Sheehan dan Amrita Alexander. Amrita Alexander adalah adik bungsu Albert Alexander.
Aryan keluar dari dalam mobilnya. Setelah itu dia menuju pintu mobil sebelahnya.
"Sepertinya Aryan tidak datang sendirian. Dia bersama seseorang. Apa dia datang bersama Naufal?" batin Aditya berharap.
Aryan membuka pintu mobilnya lalu membantu seorang pemuda yang datang bersamanya. Saat Aryan meraih lengannya, pemuda itu menepisnya.
"Aku bisa sendiri." Mendengar ucapan dan nada bicara Naufal. Aryan hanya pasrah saja melihat kelakuan adik sepupunya itu.
Ketika Naufal sudah berada diluar. Tubuhnya terhuyung ke depan. Untungnya dengan gesit Aryan menahan tubuhnya. Reflek Naufal menjatuhkan kepalanya di dada bidang Aryan.
"Dasar keras kepala. Tubuh dan omonganmu itu tidak sejalan, Naufal Alexander." Aryan kesal akan sikap Naufal.
"Naufal!" teriak anggota keluarga saat mereka melihat Naufal yang keluar dari dalam mobilnya Aryan.
Mereka menghampiri Aryan dan Naufal. Kemudian Elvan dan Aditya mengambil alih tubuh adik mereka.
"Kenapa dengan Naufal, Aryan?" tanya Helena.
"Sayang. Suruh masuk dulu Aryan nya dan bawa Naufal ke dalam. Nanti di dalam baru kita tanyakan apa yang terjadi pada Naufal," ucap Albert.
"Ayo, Aryan." Albert merangkul keponakannya dan membawa masuk ke dalam rumah.
Sedangkan Naufal belum menyadari bahwa kakak keduanya sedang merangkulnya. Padahalkan dia sedang marah kepada kakaknya itu.
Naufal sudah berada di dalam kamarnya. Kondisi kesehatannya sedikit menurun. Dan sekarang Naufal sedang tertidur. Setelah beberapa menit ditemani oleh ketiga kakak-kakaknya.
"Aryan. Ceritakan pada Bibi. Kenapa Naufal bisa bersamamu?" tanya Helena.
"Secara pastinya Naufal tidak bersamaku, Bi! Dia berada di Perguruan MTF. Aku kebetulan kesana memang sedang mengantar Rehan. Saat sampai disana. Aku melihat mobilnya Naufal yang diparkir sembarangan lalu aku dan Rehan masuk ke dalam."
"Saat kami tiba di dalam, semuanya tampak kacau. Semua alat-alat latihan berantakan dimana-mana. Dan salah satu ruangan pribadi milik Naufal terbuka. Kami pun pergi mengecek kesana. Dan kami kaget saat melihat kondisi Naufal. Wajahnya pucat dan suhu badannya panas sekali. Aku panik dan khawatir saat itu Bi. Untungnya Rehan masih dalam keadaan tenang dan dia langsung menghubungi dokter."
"Sejam kemudian panasnya sudah sedikit menurun. Setelah Naufal sadar. Aku membujuknya untuk pulang. Tapi Naufal menolaknya. Berulang kali aku membujuknya, berulang kali Naufal menolaknya." Aryan menjelaskan secara detil kondisi Naufal pada Paman dan Bibinya.
"Lalu bagaimana caranya akhirnya kau bisa membawa Naufal pulang, Aryan?" tanya Aditya.
"Sedikit ancaman, kak!" jawab Aryan.
"Ancaman apa yang kau berikan pada sianak keras kepala itu?" tanya Albert tak mau kalah.
"Pulang atau rumah sakit," sahut Aryan.
"Kalian tahukan alasan Naufal memilih untuk pulang dari pada rumah sakit kan?" tanya Aryan balik.
Semuanya mengangguk dan detik kemudian mereka tertawa. Tertawa akan tingkah lucu adik/anak mereka yang enggan ke rumah sakit.
"Oh ya. Dhira!" Helena melihat kearah Andhira. "Aryan ini putra sulung Nirvan dan Amrita. Amrita adalah adik perempuan Albert. Dia keponakanmu, Dhira." Helena memberitahu tentang Aryan pada adik perempuannya.
"Aryan, ini bibimu. Kakak perempuan kedua Ayahmu setelah Bibi," ucap Helena.
Andhira meneteskan air matanya saat melihat keponakannya. Begitu juga dengan Aryan.
"Bibi," panggil Aryan.
Mereka pun berpelukan. "Papi pasti senang kalau tahu aku bertemu dengan Bibi. Selama ini Papi selalu merindukan Bibi. Papi sudah cerita banyak mengenai Bibi pada kami putra-putranya," tutur Aryan.
Andhira melepaskan pelukannya pada keponakannya dan menatap wajah tampan sang keponakan.
"Kau tampan sekali. Kau mirip sekali dengan Papi kamu," ucap Andhira membelai wajahnya Aryan.
"Oh Ya. Bibi lupa. Ini Pasya putra sulung Bibi dan ini Arsya putra ketiga Bibi. Anak kedua Bibi perempuan dan sekarang berada di luar negeri. Ini istrinya Pasya. Dan ya disamping bibi ini adalah suami bibi." Andhira memperkenalkan putra, suami dan menantunya pada keponakannya.
Mereka pun saling berkenalan dan juga berpelukan.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Dan mereka sekarang berada di meja makan untuk melakukan ritual malam mereka.
"Kalian makanlah dulu. Aku akan ke kamar Naufal."
Helena pun langsung beranjak dari duduknya dan hendak ke kamar putra bungsunya.
Namun saat Helena ingin melangkahkan kakinya ingin meninggalkan meja makan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga.
TAP..TAP..
TAP..
Mereka semua dapat mendengar suara langkah kaki tersebut. Mereka semua tersenyum melihat sibungsu hadir di meja makan.
"Sayang. Mommy baru saja ingin ke kamarmu, tapi kamu sudah turun duluan," ucap Helena sambil mengelus rambut putranya.
Sementara Naufal hanya diam dan tidak membalas ucapan Ibunya.
Albert yang melihat putra bungsunya hanya diam lalu berdiri dan memeluk tubuh putranya.
Setelah puas memeluk putranya. Albert mencium keningnya. Setelah itu menatap wajah tampan putranya.
"Kamu ikut makan malam ya. Kalau kamu tidak mau makan. Daddy juga tidak akan makan," ucap Albert.
Naufal menatap mata Ayahnya lalu memberikan senyuman di bibirnya. Dan detik kemudian Naufal pun mengangguk.
Albert yang melihat balasan dari putra bungsunya sangat senang. Dirinya berhasil membujuk putranya untuk makan malam bersama.
"Kamu duduk disini di samping Daddy!" seru Albert sambil membantu putranya duduk di sampingnya.
Mereka pun memulai makan malam dengan keheningan. Biasanya setiap mereka makan pasti ada saja lelucon yang terjadi. Dan lelucon itu dimulai dari sibungsu. Tapi dikarenakan sibungsu lagi Bad Mood makanya mereka memilih diam.
Naufal hanya mengaduk-aduk makanannya. Hanya baru dua sendok yang masuk ke dalam mulutnya.
Aditya yang sedari tadi memperhatikan adiknya yang hanya mengaduk-aduk makanannya pun angkat bicara.
"Naufal. Kenapa makananmu tidak dimakan? Kakak perhatikan dari tadi kamu hanya mengaduk-aduknya saja," tegur Aditya.
Naufal hanya melirik sekilas kearah kakak keduanya itu dengan tatapan terlukanya. Kebetulan kakak keduanya itu duduk berhadapan dengannya.
Detik kemudian Naufal kembali melirik makanannya. Sedangkan Aditya mengerti dengan tatapan mata adiknya itu.
"Sayang. Kenapa tidak dimakan, hum? Apa masakan Mommy tidak enak?" tanya Helena.
Naufal menatap wajah Ibunya lalu kemudian tersenyum. "Masakan Mommy sangat enak. Tapi akunya saja yang tidak berselera," jawab Naufal sambil melirik kakak keduanya dan juga Arsya.
Lalu detik kemudian terdengar suara bunyi ponsel. Ponsel yang berbunyi itu milik Naufal.
DRTT..
DRTT..
Naufal segera merogoh ponselnya yang ada di saku celananya. Saat setelah mengetahui siapa yang menghubunginya, Naufal langsung menjawabnya.
"Hallo, Henry. Ada apa kau menelpon malam-malam begini? Memangnya tidak ada waktu sampai besok."
"Aku hanya merindukan kelinci bongsorku yang telah pergi selama tiga hari. Aku ingin memeluknya." Henry menggoda Naufal.
"Najis. Kau pikir aku apa? Sekarang katakan padaku ada hal apa sampai kau menelponku malam-malam begini. Mengganggu kebahagiaan orang saja," saut Naufal kesal.
"Memangnya kau sedang apa? Eemm.. aku tahu. Pasti kau sekarang sedang bercinta dengan pacarmu. Iyakan?"
"Henryyy!" teriak Naufal. "Aku tanya sekali. Kalau kau tidak menjawab aku tutup nih."
"Oke, oke!" jawab Henry. "Begini. Kau kapan kembali ke Jakarta? Kau tidak lupakan tanggal 20 dan empat hari lagi kita ada proyek rekaman pembuatan album baru untuk sepuluh artis ternama," jawab Henry.
"Iya aku ingat. Rencananya aku kembali ke Jakarta sehari setelah Mommy dan Daddyku berangkat ke Jerman."
"Oke," jawab Henry. "Naufal. Apa benar kau sedang bercinta dengan seseorang sekarang ini? Di kamarmu?" Henry kembali menggoda Naufal
"Mingtem sialan.. kedelai hitam.. malika. Bisa tidak mulutmu itu tidak asal jiplak, hah! Tunggu aku balik ke Jakarta. Habis kau!" kesal Naufal.
"Aku selalu menunggumu, kelinciku sayang."
"Uhuukk. Sialan kau Henry. Dasar kecebong bunting," umpat Naufal.
"Hahahaha." tawa Henry pecah. "Selamat bersenang-senang kelinci nakal," saut Henry dan Henry langsung mematikan sambungannya.
"Aish. Dasar sahabat gila, sinting." Naufal memaki Henry saat sambungannya dimatikan sepihak oleh Henry.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments