TM : Part - 18

Gabriel melepaskan pegangan tangan Tasya di lengan kirinya. Sedari tadi tangan Tasya terus menerus memegangnya walaupun ia selalu melepaskan. Tasya berdiri di samping kirinya, sedangkan istrinya berada di samping kanannya.

Tasya selalu berinisiatif untuk memegang tangan Gabriel. Berbeda dengan Yana, malah jarinya yang bertaut dengan jari Gabriel. Bukan Yana yang memulai, suaminya yang lebih dahulu memegangnya.

Tasya merasa kesal melihat hal itu, sedari tadi pegangan tangannya selalu berusaha di lepas, bahkan tak di peduliin, beda dengan istri kekasihnya yang Gabriel sendiri yang berinisiatif memulai.

"By, hari ini kita ngedate yah. Udah lama banget kita nggak jalan berdua." Tasya bersuara manja mengajak Gabriel dan menatap lelakinya dengan tatapan binar bahagia.

"Aku nggak bisa." Gabriel menjawab cuek tanpa melihat Tasya.

Tasya cemberut, mengerucutkan bibirnya pura-pura ngambek. Hal itu yang ia lakukan dulu agar Gabriel menuruti maunya. Melihat kekasihnya tak merespon apapun, ia kembali kesal.

"By, sekali aja kita jalan yah." Tasya memohon dan membuat tatapan matanya sayu.

"Aku nggak bisa. Aku mau pulang ke rumah mama." Gabriel tetap berjalan membawa istrinya menuju parkiran mobil.

Yana yang mendengar percakapan itu hanya diam saja. Tak ada haknya ia mencampuri urusan suaminya.

"Kalau begitu aku ikut di mobil bersama kamu yah, by."

"Hmm."

Setelah sampai di parkiran mobil. Gabriel membuka pintu di samping kemudi. Ia sudah memberitahu Andrew akan membawa mobil sendiri karna ia ingin pulang bareng bersama istrinya.

Tasya tanpa malu langsung menerobos masuk di dalam mobil, saat Gabriel membuka pintu di samping kemudi. "Makasih yah, by." Ucap Tasya dengan tersenyum senang.

"Turun." Titah Gabriel menatap Tasya dengan malas.

"Biarkan saya pulang sendiri. saya ke sini bawa mobil." Ucap Yana menghentikan perdebatan suaminya dengan kekasihnya.

"Nggak." Tolak Gabriel menatap Yana lembut. "Sya, turun."

"By, aku nggak mau, kenapa harus aku yang duduk di belakang. Kenapa nggak dia aja?" Tasya menunjuk Yana dengan muka kesal.

"Pindah ke belakang atau kamu nggak ikut." Ancam Gabriel. Dengan terpaksa Tasya turun dan di gantikan Yana naik dengan di bantu Gabriel seperti orang sakit.

Tasya menunggu kekasihnya membukakan pintu untuknya, malah Gabriel tak peduli padanya. Kekasihnya langsung masuk ke dalam kemudi tanpa melihatnya. Tasya menghentakkan kakinya kesal karna Gabriel begitu cuek kepadanya sekarang.

******

"Anak mama akhirnya datang juga, padahal mama udah nunggu dari tadi." Mama iren dengan riang menyapa Yana yang mendatangi rumahnya. Mama iren merentangkan kedua tangannya dan membawa Yana ke pelukannya.

"Iya ma." Jawab Yana tersenyum di balik cadarnya.

Gabriel tak peduli apa yang di lakukan mama iren dan juga istrinya. Kakinya tetap melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.

"Begini yah cara kamu nyapa mama, langsung naik ke kamar. Nggak sopan." Kesal mama iren melihat tingkah anaknya.

Gabriel berhenti dan berbalik. Ia menghampiri mama iren dengan wajah cuek.

Mama iren memukul lengan Gabriel dengan keras. "Kamu nggak ada rindu-rindunya sama mama. Kebiasaan kamu."

Gabriel tak peduli dengan sakit di lengannya. Tangannya mengambil tangan mama iren dan menciumnya.

Yana hanya terkekeh melihat suaminya yang begitu cuek. Bahkan sama mamanya sendiri suaminya tetap cuek.

Setelah menyalim mama iren, Gabriel berbalik meninggalkan dua wanita yang menatapnya. Mama iren mendengus.

"Liat suami kamu kurang akhlak. Pas pembagian akhlak mungkin dia datang terakhir makanya kek gitu sikapnya." Ujar mama iren pada Yana. Yana hanya membalas dengan kekehan.

"Mama harus terbiasa sama sikap mas El." Mama iren mengangguk dengan ucapan menantunya.

Mama iren dan Yana berjalan ke arah dapur. Disana ada Nata yang sedang memasak.

Nata menghampiri Yana dan saling berpelukan untuk menyapa.

Pelukan mereka terlepas, Nata tersenyum manis melihat Yana yang begitu cantik walaupun hanya matanya yang terlihat.

"Hai." Sapa Nata.

Yana mengangguk. "Hai."

Yana dan Nata saling memandang. Hal yang paling membuat Nata canggung, wanita di depannya adalah mantan calon istri suaminya. Bisa di katakan kalau dirinya orang ketiga karna sudah merusak hubungan wanita di hadapannya. Tapi, ini juga keinginan suaminya untuk membatalkan pernikahannya.

"Maaf." Liri Nata.

"Maaf untuk apa?" Tanya Yana dengan bingung.

Nata menggeleng. "Nggak, aku cuman mau minta maaf saja." Nata tersenyum penuh penyesalan di hadapan Yana.

Mama iren tersenyum bahagia melihat dua menantunya yang akrab. Walaupun Nata tidak sepadan dengan dirinya, itu tak masalah untuknya. Yang penting wanita yang bersama anaknya wanita yang baik.

Yana menatap perut Nata. Ingin sekali tangannya mengelus perut yang berisi janin itu.

"Boleh?" Tanya Yana matanya mengarah perut wanita di hadapannya.

Nata mengerti arah pandang mata Yana. Ia bingung harus berkata apa. Di dalam perutnya tak ada apapun. Kalau ia menolak Yana, takut wanita di hadapannya kecewa.

"Kalau nggak boleh, nggak apa-apa." Yana merasa tak enak telah meminta hal aneh-aneh pada Nata.

Nata mengambil tangan Yana dengan cepat, ia takut Yana kecewa karna ia tak membolehkannya memegang perutnya.

"Boleh kok, boleh." Ucap Nata.

'maaf, aku berbohong soal kehamilanku, tak ada apapun di dalam perut ku. Maaf seribu maaf kalau aku telah membohongi kalian semua.' batin nata merasa sedih. Ia takut jika nanti kebohongannya terbongkar. Pasti mereka semua akan marah dan sangat kecewa.

Yana dengan pelan mengelus perut Nata. Takut jika ia melukai perut Nata yang berisi dedek bayi. Perasaan senang juga memenuhi hatinya. Inginnya ia seperti itu, tapi tak mungkin terjadi karna suaminya tak ingin menyentuhnya.

"Udah berapa bulan?" Tanya Yana yang terus menerus mengelus perut nata. Suara riang begitu kentara terdengar.

"6 Minggu." Ucap Nata merasa tak enak hati telah membohongi wanita di hadapannya.

Sedari tadi Gabriel menatap tingkah istrinya dari jauh. Ia tau kalau wanitanya begitu menginginkan seorang anak terlihat dari kelakuannya yang begitu semangat. Tapi, ia masih bingung dengan perasaannya. Ia takut jika nanti ia sentuh istrinya, dirinya akan menyakiti wanita itu. Perasaannya bisa saja berubah tak menginginkan istrinya lagi.

"Oiya, lusa mama mau bawa kalian berdua arisan di puncak." Mama iren menatap Yana dan Nata bergantian. Ia mengalihkan tatapan Nata dan juga Yana menatap dirinya.

"Kenapa mengajak kami, ma?" Tanya Yana menarik tangannya dari perut Nata.

"Mama mau mengenalkan kalian pada teman-teman arisan mama. Sekalian mengenalkan kalian berdua sebagai menantuku ke mereka." Mama iren tertawa riang. "Oiya buat Yana, semoga cepat hamil juga yah sayang." Mama iren merangkul bahu Yana dan mengelusnya lembut.

Yana tersenyum kecut di balik cadarnya. "Aamiin, ma." Balas Yana. Perasaan sedih kembali ia rasakan. Memikirkan pernikahannya yang tak akan lama lagi.

"Jangan sedih yah, pasti nanti kamu juga hamil. Kamu harus suruh El, berusaha lebih keras lagi untuk membuat anak." Mama iren tertawa malu di hadapan dua menantunya.

Nata terkekeh malu mendengar ucapan mama iren. Bahkan ia saja belum hamil, malam pertamanya mereka tak melakukan apapun. Suaminya malah sibuk dengan kerjaannya tanpa memperdulikan dirinya.

Yana mengangguk. Mendengar hal itu membuatnya sangat malu. Pipinya memanas.

Gabriel berjalan ke arah Yana. Ia tak ingin otak istrinya di kotori dengan kata-kata mama iren yang akan keluar selanjutnya.

"Hmm." Dehem Gabriel menyadarkan 3 wanita yang sibuk berbicara.

Mama iren memutar matanya malas. Tak ada angin tak ada hujan anak bungsunya tiba-tiba datang ke dapur.

"Ikut aku ke kamar." Ajak Gabriel pada istrinya. Tangannya menarik pinggang Yana mendekat kearahnya.

Mama iren menahan tangan Yana untuk menghentikan langkahnya. "Mau bawa kemana menantu mama?" Kesal mama iren.

Gabriel menatap heran pada mama iren. "Yana istri Gabriel."

"Yana menantu mama. Menantu mama nggak boleh di bawa pergi." Mama iren menatap menantang pada Gabriel.

Hal itu membuat Nata terkekeh. Pemandangan di hadapannya terlihat lucu.

Gabriel menatap jengah pada Nata yang sedang tertawa.

"Yana capek ma, istri Gabriel butuh istirahat."

Mama iren akhirnya mengalah tak ingin menantunya kecapean karna sudah seharian bekerja. Tangannya dengan pelan melepas lengan Yana.

"Istirahat yah sayang, kalau makanan udah siap mama bakal panggil untuk makan malam." mata mama iren menatap sinis putranya.

"Baik, ma." Yana mengangguk.

"Nat, ayok ke depan masakannya nggak usah di lanjutin bair bibi yang lanjutin. Sebentar lagi suami kamu pulang." Ajak mama iren menarik tangan nata ke depan menunggu anak dan suaminya pulang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!