Yana sudah mendiamkan Gabriel selama tiga hari. Walaupun ia diam, semua kebutuhan suaminya selalu ia penuhi. Menyiapkan barang yang suaminya perlukan. Makan pagi dan malam ia siapkan tanpa berbicara pada Gabriel.
Gabriel merasa uring-uringan karna di diamkan Yana. Segala cara perhatian ia lakukan agar di perhatikan, sayangnya semuanya sia-sia. Mulai dari menyuruh mengancingkan baju, memasangkan dasi dan juga membawakan tas kerja sampai depan pintu. Semuanya tak ada yang berhasil, istri kecilnya lebih memilih diam dari pada banyak bicara seperti biasanya.
Di ruang kerja Gabriel berpikir bagaimana caranya agar istrinya tak mendiamkannya. Berkas di hadapannya bukan lagi fokus utamanya. Matanya menangkap map bewarna biru, ia tau apa yang harus di lakukan. Gabriel meraih map biru dan keluar dari ruang kerjanya.
Gabriel berjalan ke ruang tamu untuk menemui istrinya yang masih memakai mukenah tanpa cadar.
"Hmm." Dehem Gabriel menyadarkan Yana.
Yana berbalik menatap Gabriel, hanya sekilas. Kemudian ia kembali sibuk menggambar pola desain kamar untuk ponakannya.
"Aku mau pembaruan isi desain taman yang di buat." Ucap Gabriel dengan datar.
"Bukannya sudah di setujui? Kenapa harus di ganti?" Yana menatap suaminya yang kembali menyebalkan.
"Masih ada yang tidak sesuai dengan desain yang aku inginkan."
Yana mengangguk dan mengambil kertas kosong untuk membuat desain baru yang di inginkan suaminya.
Gabriel mendekat ke arah Yana, mencari kesempatan dalam kesempitan. Ia menunjuk bagian mana yang tak sesuai keinginannya.
Beberapa jam berlalu. Yana sudah mengantuk berat karna mengerjakan pembaruan desain karna suruhan suaminya. Beberapa kali menghapus dan menggambar ulang lagi.
Yana menatap Gabriel heran. Desain yang ia ubah kembali seperti desain yang awal.
"Kenapa menatap ku seperti itu?" Tanya Gabriel dengan wajah tanpa dosa.
Yana memicingkan matanya. "Kenapa anda menyuruh saya mengubah desainnya, kalau iniini sama seperti yang di awal!!" Kesal Yana pada suaminya.
Tawa Gabriel rasanya ingin keluar, tapi ia tahan saat melihat muka kesal yang menggemaskan di wajah istri kecilnya.
"Apanya yang sama? Kamu tak liat ini, taman ini terdapat beberapa lampu yang kamu saja tak memberinya." Gabriel menunjuk di setiap bagian
Ujung desain terdapat gambar lampu.
"Seharusnya anda tak usah menyuruh saya mengulang semuanya. Cukup suruh saya menambahkan lampu untuk menghiasi taman. Anda tak melihat ini sudah lewat jam tidur saya."
Gabriel menatap jam di ponselnya. Sudah menunjukkan jam 3 setengah pagi. Waktu yang ia sita lumayan lama agar bisa dekat dengan istri kecilnya. Sampai tak sadar istirnya sudah mengantuk.
"Ini beda dari yang awal." Gabriel tetap ngeyel dengan pendiriannya. Bukan karna ingin mengerjai istrinya, tapi ia ingin berdua untuk memperbaiki masalah yang terjadi. Bukannya selesai, Gabriel kembali membuat istrinya semakin kesal.
Yana merasa kesal karna Ia merasa di jahili suaminya. Ia tak terima, Yana mengambil tangan kiri Gabriel dan menggigitnya dengan cukup keras.
"Aaakhhh." Teriak Gabriel kesakitan.
Yana melepaskan gigitannya dan melihat ekspresi suaminya yang kesakitan. Ia merasa bersalah karna sudah melukai Gabriel.
"Maaf." Lirih Yana. Ia mengelus bekas gigitannya yang berbekas.
"Akh-ish." Gabriel meringis. Dengan cara seperti itu, ia mencari perhatian pada istrinya. Sakitnya sudah hilang mendapat elusan tangan lembut Yana.
"Saya minta maaf." Kantuk Yana seketika hilang melihat wajah kesakitan Gabriel.
"Sakit."
Yana mengangguk. Ia berdiri mengambil kotak obat di laci depannya.
Tangannya begitu telaten mengobati luka Gabriel.
"Ish, sakit." Ringis Gabriel pura-pura sakit. Ternyata begitu muda mendapat perhatian dari istrinya ini.
Setelah selesai Yana menyimpan kembali kotak obat ke tempat semula. "Maaf." Lirih Yana berdiri di dekat Gabriel.
Karna tak mendapat respon dari Gabriel, Yana memilih beranjak dari tempatnya.
Belum juga Gabriel berbicara, Yana sudah meninggalkannya sendirian. Matanya menatap punggung kecil istrinya. Ia berpikir kalau Yana sudah memaafkannya.
*******
Yana menatap jam di atas nakas. Matanya membulat saat ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Ia segera terbangun dari tidurnya. Ia kesiangan, dan tak sholat subuh. Saat akan ke kamar mandi ia terkejut ternyata suaminya masih ada.
"Astaghfirullah." Jerit Yana terkejut melihat Gabriel yang keluar dari kamar mandi.
"Udah bangun?"
"Kan udah liat saya berdiri di depan anda, kenapa masih nanya." Yana terus mengelus dadanya yang berdegup kencang.
"Hehehehe." Gabriel terkekeh dan menggaruk belakang kepalanya.
"Kenapa anda belum pergi kerja?" Yana menatap heran.
"Bagaimana aku bisa berangkat kerja, istriku saja belum bangun, nggak ada yang nyiapin air mandi, baju kantor, buat makanan. Makanya aku nunggu kamu bangun buat nyiapin semuanya."
"Kenapa nggak di bangunin?"
"Istri kecil ku ini tidurnya lelap sekali karna capek, makanya tak enak bangunin." Gabriel menyentil dahi Yana dengan pelan.
"Di akuin sebagai istri kalau ada maunya." Kesal Yana. Ia menggeser tubuh Gabriel dan masuk ke dalam kamar mandi.
Gabriel mengangkat bahunya cuek. Ia berjalan ke arah meja rias milik Yana dan duduk sembari menunggu istrinya keluar dari kamar mandi.
Yana keluar setelah selesai dengan urusannya. Ia berjalan ke samping tempat tidurnya dan menggelar sejadah untuk ia sholat subuh yang sudah tertinggal beberapa jam.
"Saya sudah siapin air buat anda mandi." Yana mengenakan mukenahnya dan siap untuk mengerjakan sholat subuh.
Gabriel tak beranjak dari tempatnya, matanya terus mengarah pada istrinya yang sedang sholat.
Beberapa menit Yana melakukan sholat, ia mulai membereskan alat sholatnya dan menggantungnya.
Yana berbalik ingin membereskan tempat tidurnya, malah ia menemukan suaminya yang terus menatapnya. "Kenapa nggak mandi?" Tanya Yana melihat pakaian Gabriel yang masih sama.
"Siapin air yang baru." Titah Gabriel. Yana tak merespon
Yana berjalan masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air baru untuk Gabriel mandi. Ia tak ingin banyak protes karna itu sudah kewajibannya.
Setelah selesai dengan urusan kamar dan juga menyiapkan baju kantor Gabriel. Yana keluar menuju dapur untuk membuat sarapan. Hanya membuat sandwich dan juga susu untuk Gabriel. Ia tak sempat untuk memasak karna bangun kesiangan.
*****
Gabriel memasuki ruangannya dengan senyum mengembang.
"Saya sudah menyiapkan semua keperluan tuan dan nona muda untuk ke Jepang." Ucap Andrew.
"Nanti bawa semua ke apartemen." Gabriel kembali tersenyum mengingat kejadian pas ia masih di apartemen bersama istrinya.
Walaupun Yana masih marah kepadanya, saat ia mencium bibir istrinya Yana tak menolak sedikitpun. Istri kecilnya hanya diam menikmati ******* bibirnya.
"Hari ini jam 2 siang ada meeting di kantor yundara eilen untuk membahas kontrak kerja sama." Andrew tak memperdulikan bosnya yang terus menerus tersenyum tanpa sebab. Ia tak ingin mengganggu mood bosnya yang bisa kapan saja meledak.
"Siapkan semuanya." Andrew mengangguk paham. "Apa ada masalah pada taman yang akan di bangun?" Lanjut Gabriel.
"Tidak ada tuan, semuanya berjalan lancar."
Gabriel mengangguk. "Setelah selesai meeting saya ingin kesana untuk melihat perkembangannya."
Andrew mengangguk. "Baik tuan."
Gabriel menggerakkan jarinya menyuruh Andrew untuk keluar. Ia ingin sendiri sekarang.
Andrew menunduk hormat dan berjalan keluar.
Gabriel kembali tersenyum merasakan rasa bibir istrinya. Ia sudah candu pada bibir mungil milik Yana. Dan itu akan membuat dirinya ingin selalu merasakan rasanya.
Yana berjalan menuruni mobil yang ia kendarai. Belum beberapa langkah ia berjalan, tangannya sudah di tarik paksa oleh seseorang dan berjalan menjauh dari pelataran kantor.
Yana menatap pelaku yang sudah menariknya paksa. "Bisa berhenti menarik saya?" Yana berujar lembut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments