Yana menatap pelaku yang sudah menariknya paksa. "Bisa berhenti menarik saya?" Yana berujar lembut.
Wanita di depannya melepaskan tangannya dan menatap dirinya sinis. "Ngapain lo datang kesini?" Tanya Tasya dengan malas.
"Apa harus ada persetujuan dari anda kalau saya harus ke sini? Ini kantor suami saya." Jelas Yana membuat Tasya mendengus.
Tasya tersenyum miring merendahkan penampilan Yana. "Apa lo pikir Gabriel bakal suka sama lo karna sering mencari perhatiannya? Gabriel nggak akan pernah cinta sama lo karna wanita yang dia cintai cuman gue."
"Ini bukan masalah cinta atau nggak cintanya, saya kesini karna punya urusan dengan suami saya." Yana tetap santai di hadapan kekasih suaminya.
Karna ia tak ingin berdebat hanya karna memperebutkan laki-laki.
"Apapun itu urusan lo nggak usah cari perhatian, lo cuman orang ketiga dalam hubungan gue."
"Heheheh." Yana terkekeh mendengar ucapan Tasya yang mengatakan kalau ia orang ketiga. "Makasih sudah mengingatkan saya mbak, tapi mbak harus tau sesuatu kalau tak ada istilahnya istri sah yang menjadi orang ketiga." Lanjut Yana.
"Lo itu cuman orang ketiga, yang lebih dulu mengenal Gabriel itu gue bukan lo, berarti lo itu orang ketiga sekalipun sudah menjadi istri."
"Walaupun saya mengenal mas Gabriel hanya sebentar, tapi dia menikahi saya tanpa mengobral janji kepada saya dengan cara mengajak saya pacaran. Ikatan saya dan mas Gabriel halal di mata agama dan hukum." Yana menyindir Tasya dengan kata-katanya.
Tasya menatap sinis Yana. "Walaupun lo istri sahnya sekarang, sebentar lagi kan kalian cerai, dan lo bakal jadi janda." Tasya tersenyum pongah di hadapan Yana.
Yana tersenyum pahit di balik cadarnya. Ia sakit hati mendengar kata-kata Tasya. Ia tak ingin berpisah dari suaminya, tapi ia juga tak bisa egois tetap mempertahankan pernikahannya.
"Setidaknya sekarang saya masih di anggap istri sama suami saya. Ia tak menyakiti saya di depan saya, tapi mas Gabriel berani menyakiti anda di depan saya dan juga semua orang." Yana menguatkan hatinya. Ia tak ingin kalah. "Ia menyakiti saya saat kalian berdua saja. Kalau memang anda ingin aku dan mas Gabriel bercerai, buat mas Gabriel menyakiti saya di depan saya." Lanjut Yana, tangannya tergenggam erat.
'Astaghfirullah, maafkan hamba Ya Allah. Hamba mu lalai.' batin Yana.
Tasya menunjuk Yana dengan tatapan mata tajam. "Lo..." Tasya tak bisa mengeluarkan kata-katanya. Ia kalah telak di hadapan istri kekasihnya.
"Liat aja lo, gue bakal buat lo menyesali ucapan lo sekarang." Ketus Tasya beranjak dari sana.
Yana melihat wanita itu dengan tatapan nanar. Ucapannya bisa saja benar, tapi hati suaminya yang sebenarnya menentukan pilihannya.
*******
Tasya berjalan ke ruangan Gabriel dengan wajah kesal. Tanpa mengetuk pintu wanita itu langsung memasuki ruangan kekasihnya.
"By, aku kesal hari ini." Ucap Tasya dengan suara mendayu pada Gabriel. Berjalan mendekat ke arah meja Gabriel.
Gabriel mengalihkan fokus ke arah seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya. Wajah kesal ia lihat dari wajah kekasihnya.
Gabriel menaikkan alisnya bingung. "Kenapa?" Tanya Gabriel.
"Istri kamu menyebalkan, by. Kamu harus cepat ceraiin wanita sok suci itu biar nggak besar kepala karna kamu mempertahankannya." Keluh Tasya. Ia menatap teduh lelaki didepannya.
"Aku nggak ingin membahas apapun. Kalau tak ada yang akan kamu bicarakan, pulanglah, bukankah kamu banyak kerjaan."
"By, aku rela ninggalin pekerjaan aku demi bisa kesini." Kesal Tasya melihat ketidak pedulian kekasihnya.
"Aku tak pernah memintanya." Gabriel berucap cuek. Apalagi yang ia harapkan dengan hubungan ini kalau ia tak tau bagaimana dengan perasaannya sekarang.
"By, kenapa kamu berubah?" Tasya berekspresi sedih. Padahal, hatinya kesal bukan main, keuntungan masa depannya tak boleh lepas.
"Aku tak berubah, keadaan yang memaksa harus seperti ini."
"Kalau nggak mau ini makin lama, ceraiin dia cepat, by." Tasya berteriak di depan Gabriel karna kesal. Kekasihnya selalu lari dari masalah ini.
Gabriel menggebrak meja dengan keras. Tasya terjengkit kaget. Gabriel begitu emosi karna Tasya selalu membahas soal perceraian.
"Bisa nggak sih jangan bahas soal perpisahan, aku ceraiin dia atau nggak itu bukan urusan kamu." Teriak Gabriel, emosinya membuncah mendengar kata cerai dari mulut Tasya. "Aku tak bisa bercerai dari dia. Jadi sekarang kamu pulanglah, kerjaan aku banyak. Kamu juga punya kerjaan." Lanjut Gabriel malas meladeni Tasya.
Kenapa baru sekarang wanita didepannya ada waktu untuknya. Kenapa harus ia menikah dulu, baru wanita di depannya rela meninggalkan pekerjaannya. Dulu waktu saja begitu susah ia minta karna kekasihnya lebih memilih pekerjaannya. Kekasihnya ada waktu kalau ia membutuhkan sesuatu padanya, atau mau membeli barang mewah.
Tasya tercengang melihat Gabriel membentaknya. Matanya berkaca-kaca karna tak percaya lelakinya berani membentaknya. "Kamu bentak aku, by? Kamu juga ngusir aku? Kenapa kamu seperti ini? Apa karna wanita tak tau diri itu yang buat kamu begini, dia hasut kamu kan, by? Wanita tak tau diri itu udah buat kamu ngelakuin ini sama aku." Teriak Tasya membalas suara besar Gabriel.
"Cukup Tasya, yang kamu bilangin tak tau diri itu istriku. Yang tidak tau diri itu kamu." Tunjuk Gabriel mengarah pada Tasya. "Kamu yang tidak tau diri, dulu kamu tak pernah ada buat aku, kenapa baru sekarang ada waktunya. Jadi, siapa yang tidak tau diri disini? Kamu atau istriku." Lanjut Gabriel dengan wajah menyeringai.
"By, aku minta maaf. Sekarang aku rela ninggalin pekerjaan aku demi kamu, ayo kita menikah setelah kamu bercerai sama wanita itu." Tasya merendahkan suaranya.
"Keluar, aku nggak ingin membahas apapun." Usir Gabriel pada Tasya.
"Aku nggak mau, by. Aku bakal tetap disini." Tasya berjalan ke arah sofa dan mendudukkan dirinya.
Gabriel tak peduli apapun yang di lakukan Tasya. Ia membiarkan apa yang akan Tasya lakukan.
'liat aja kamu akan menyesal sudah memperlakukan aku seperti ini. Aku juga akan membalas perbuatan istrimu padaku.' batin Tasya menyeringai. Selagi ini bukan akhir, masih ada waktu untuk membalas.
"Nona muda kenapa berdiri disini? Kenapa tak masuk." Ucap Andrew mengagetkan Yana yang berdiri di depan pintu ruangan suaminya.
"Ah iya, nggak apa-apa." Yana menjawab dengan gugup.
Andrew menatap dua sekretaris bosnya yang tak peduli dengan Yana. "Kenapa tak menyuruh nona muda untuk masuk?" Andrew menatap tajam pada dua wanita yang sudah berdiri takut.
"Maaf pak, kami sudah menyuruh nona muda untuk masuk." Jawab Sina salah satu sekretaris yang berada disana.
"Jangan marah sama mereka. Mereka sudah menyuruh saya untuk masuk, tapi yang saya yang ingin berdiri disini."
"Kalau begitu mari masuk nona muda." Andrew menundukkan badannya menuntun Yana untuk masuk.
Yana berpikir bingung, apa yang harus ia lakukan. "Nanti saja masuknya."
"Maaf nona muda, ada hal yang harus kita bahas secepatnya. Perencanaan-perencanaan hotel yang di bangun harus segera di selesaikan. Maka dari itu mari masuk nona muda."
Mau tidak mau Yana mengalah. Ini juga untuk kesuksesan perusahaan papinya. Ia tak boleh mengecewakan kliennya.
Yana mengangguk. "Baiklah."
Yana dan Andrew masuk bersamaan setelah mendapat respon dari dalam.
Tasya melihat Yana yang juga menatap dirinya. Tasya menyeringai tipis ke arah istri kekasihnya. Ia berdiri ingin mendekati Gabriel agar bisa membuat Yana cemburu. Ia harus melancarkan aksinya untuk menyadarkan istri Gabriel agar sadar diri.
Baru dua langkah ia berjalan, tangan Gabriel sudah terangkat melarangnya melangkah. Rasanya Tasya ingin marah melihat respon tak peduli dari kekasihnya. Ia kembali di permalukan di depan orang lain, apalagi ada istri dari kekasihnya.
Tasya menggeram kesal. Tangannya terkepal kuat agar bisa menahan emosi.
Andrew tahu alasan kenapa istri bosnya tak ingin masuk, ternyata karna ada kekasih tuannya. Ia hanya bisa melihat tanpa ikut campur, karna itu bukan tipenya. Tugasnya hanya membuat kantor bosnya baik-baik saja tanpa ada kendala.
Yana memperhatikan gerak gerik orang yang berada di dalam ruangan suaminya, termasuk Gabriel. Ia tak tau kenapa suaminya melakukan ini pada kekasihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments