TM : Part - 3

Acara akhirnya selesai. Rasa deg-degan makin terasa di hati Yana. Jantungnya sudah lari maraton saat dirinya di dalam kamar. Ia sendirian menunggu sang suami yang entah pergi kemana.

Kamar yang sudah di dekorasi sedemikian rupa. Kelopak mawar berbentuk hati di atas kasur dan juga hiasan angsa yang berpasangan.

Melihat itu Yana menjadi malu sendiri. Pikirannya campur aduk. Antara ia harus melakukannya atau tidak. Tapi, balik lagi kalau melayani suami adalah keharusan. Siap tidak siap ia harus tetap melayani.

Gaun pengantin sudah terlepas di tubuh Yana. Menyisakan gamis polos bewarna navi, jilbab dan tak lupa memakai cadar.

Yana berjalan ke arah pintu. Ia ingin keluar sebentar menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Mumpung suaminya belum datang.

"Selamat atas pernikahannya. Gue senang ngeliatnya." Ucap seorang pria cukup nyaring.

Yana menghentikan tangannya yang ingin membuka pintu. Ia berdiri tetap di balik pintu mendengar suara seorang pria yang sedang berbicara.

"Bukan urusan lo." Ketus Gabriel menatap kakaknya yang tersenyum ceria.

"Oh, ayolah, ini hari bahagia lo. Malam pertama sudah di depan mata." Rey mengedipkan mata menggoda sang adik.

"Gue nggak butuh." Gabriel memutar bola matanya malas melihat tingkah Rey yang menyebalkan.

"Oiya, malam pertama ini lo harus hati-hati. Siapa tau dia masih perawan, cewe perawan akan merasakan sakit saat pertama kali." Bisik Rey di telinga Gabriel. Ia tertawa melihat ekspresi Gabriel yang terlihat masam.

"Nggak usah ikut campur urusan gue. Urus saja cewe lo yang hamil itu." Ketus Gabriel.

"Cih, selamat bersenang-senang." Rey beranjak dari hadapan Gabriel yang terlihat emosi. Ia tak ingin membuat emosi sang adik makin memuncak.

Yana mundur tiga langkah dan berbalik berjalan menuju sofa dan mendudukinya. Ia sudah tau alasan pengantin prianya berganti orang. Ternyata pria itu menghamili wanita lain.

Entah, ia harus bersyukur atau tidak. Bukannya lelaki yang ia nikahi sekarangpun tak menginginkannya.

Suara pintu terbuka. Seorang pria tinggi masuk dengan perlahan. Yana melihat pria itu yang tak memperdulikan kehadirannya.

Gabriel berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket. Ia sama sekali tak memperdulikan wanita bercadar itu.

15 menit berlalu Gabriel selesai dengan urusannya di dalam kamar mandi. Ia berjalan ke arah meja panjang di dekat televisi berada. Ia mengambil 2 kertas dan 2 pulpen. Kakinya melangkah ke arah gadis itu yang duduk sambil memainkan gawainya.

Tangan Gabriel terulur memberi kertas kosong ke hadapan Yana. Yana tersadar dan melihat tingkah Gabriel kepadanya.

"Buat apa?" Tanya Yana mengambil kertas di tangan Gabriel. Ia menaruh gawai di pangkuannya.

"Gue mau buat perjanjian. Gue tau lo nggak suka sama pernikahan ini." Jawab Gabriel acuh.

"Saya tak bisa. Pernikahan bukan main-main, kalau anda ingin bercerai nantinya, setidaknya selama saya menjadi istri anda, saya akan melakukan kewajiban saya menjadi istri. Saya akan menyiapkan keperluan anda." Tutur Yana dengan lembut.

Yana menaruh kertas itu di atas meja. Matanya memperhatikan gerak Gabriel yang mengambil kertas itu dan menaruhnya di tempat semula.

"Apa anda tak menulis perjanjian anda sendiri?" Tanya Yana.

"Nggak." Gabriel menjawab dengan acuh, tak melirik Yana sedikitpun. Gabriel di buat tak mood lagi mendengar perkataan Yana.

Yana mengangguk mendengar jawaban suaminya. Jika Gabriel tak menginginkannya itu tak apa. Ia akan menerima itu. Jika suaminya tak menginginkannya, Yana tak akan membuka cadarnya di hadapan gabriel walaupun itu hanya berdua.

"Tidurlah. Biar gue tidur di sofa."

Yana bangkit dari sofa membiarkan Gabriel melakukan keinginannya. Ia tak ingin membantah ataupun menyuruh Gabriel tidur di kasur. Haknya sekarang hanya mengikuti keinginan sang suami.

Yana membaringkan tubuhnya di kasur yang empuk. Ia membalikkan badannya menghadap ke arah Gabriel yang tidur telentang dengan bersedekap tangan.

"Maaf." Lirihnya tak terdengar oleh sang suami. Ia merasa bersalah sekarang.

*******

Yana menggeliat dan membuka mata. Ia mengumpulkan nyawa terlebih dahulu dan membangunkan tubuhnya. Tangannya mengambil air di dalam botol yang berada di atas nakas. Setelah minum Yana melihat jam yang berada di samping air minumnya.

Jam 4:45.

Yana turun dari kasur saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 4. Ia masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil baju ganti.

Yana keluar dari bathtub setelah merendam tubuhnya 10 menit. Setelah memakai handuk Yana berbalik dan musibah menimpa dirinya.

Lantai yang ia pijak ternyata licin karena sedikit sabun tadi tertumpah. Alhasil paha Yana tergores karna samping bathtub yang tajam.

"Akhh..." Teriak Yana kencang karna kesakitan. Ia terduduk memegang pahanya yang memerah dan bercak darah berada di sana.

Gabriel yang mendengar suara teriakan membuat ia terbangun. Ia sudah bangun dari tadi saat mendengar suara dari yana. Tapi, karna tak ada yang harus ia lakukan, ia tetap menutup matanya tanpa memperdulikan wanita itu melakukan apa.

Ia berjalan ke arah kamar mandi dan membuka pintu dan melihat Yana yang tergeletak di samping bathtub. Ia sempat mematung sebentar melihat kondisi Yana yang hanya memakai handuk. Paha mulus terlihat sangat jelas di depan matanya.

Yana berusaha bangkit tapi terhenti saat mendengar suara pintu terbuka. Ia menengok ke arah pintu dan badannya seketika kaku melihat pria yang kemarin menikahinya berdiri di sana. Menatap dirinya yang memprihatinkan.

"Kenapa?" Tanya gabriel berjalan mendekat ke arah Yana saat kesadarannya kembali.

"Kepeleset." Ucap yana pelan.

Gabriel menggendong Yana.

"Iisshhh.. "ringis Yana menahan sakit di paha kirinya yang di tekan oleh tangan Gabriel.

"Kenapa? Ada yang luka?" Tanya Gabriel melihat wajah Yana. Benar kata mamanya kalau Yana itu cantik. Pasti semua pria akan terpikat melihat wajah cantik dan imut ini.

Yana mengangguk. "Anda menekan luka di paha saya." Yana menahan sakit di pahanya yang masih di tekan Gabriel.

"Tahan, dikit lagi sampai." Gabriel masih tetap menatap wajah ayu ini. Entah kenapa ia tak ingin memalingkan tatapannya dari wajah sang istri.

Gabriel menaruh Yana di atas tempat tidur dengan perlahan. Matanya beralih menatap paha kiri Yana yang terluka. Goresan luka di paha Yana cukup panjang. Membuat Gabriel panas dingin di hadapkan dengan pemandangan ini.

Ada yang bergejolak dalam dirinya.

"Di obatin dulu biar nggak infeksi." Gabriel gugup bukan main. Apalagi saat menyentuh paha Yana dan mendengar suara ringisannya membuat tubuhnya makin panas dingin.

"Iya." Yana tak tau harus berkata apa. Ia juga merasa gugup dengan keadaan sekarang. Gabriel menatap tubuhnya yang hanya terbalut handuk. Wajah yang tak tertutup cadar. Dan itu terlihat jelas di mata sang suami.

Gabriel membawa kotak obat di tangannya. Dirinya menunduk di bawah Yana dan mulai mengobati luka sang istri. Mati-matian ia menahan gejolak di tubuhnya melihat tingkah sang istri yang menggeliat. Itu sungguh menyiksanya.

"Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Gabriel menghilangkan kegugupan dirinya.

Yana menatap suaminya yang telaten mengobati luka di pahanya. Ini kecerobohan dirinya lupa membersihkan sabun yang tumpah pas menuangnya.

"Musibah." Jawab Yana menahan malu.

"Lain kali hati-hati. Untung nyawa mu tak melayang." Ujarnya menetralkan degup jantungnya. Berbicara secuek yang ia bisa, mungkin itu bisa meringankan gejolak dalam tubuhnya.

"Iya. Pelan-pelan."

Gabriel melakukannya sepelan mungkin agar tak mendengar suara yang membuatnya bisa meledak.

"Sudah." Gabriel meninggalkan Yana menuju kamar mandi.

Ia meremas rambutnya frustasi. Kenapa ia harus menghadapi situasi seperti ini. Disaat ia tak bisa menyalurkan pada siapa pun.

Gabriel menyalakan air dingin dan langsung mengguyur tubuhnya tanpa melepaskan pakaiannya.

"Akh." Teriaknya. Walaupun sudah meredakan sedikit gejolak itu. Tetap saja bayangan tubuh sang istri tetap memenuhi otaknya.

Wanita cantik dan berwajah imut itu sungguh menyiksa pikirannya. Apalagi tubuhnya yang, akh sudahlah.

Cukup jangan di pikirkan lagi. Pikirnya.

Ia membersihkan badannya. Berlama-lama di bawah guyuran air agar menghilangkan bayangan sang istri.

Yana berjalan tertatih ke arah kopernya. Mengambil baju baru, karena baju gantinya masih berada di dalam kamar mandi.

Rasa malu masih menyelimuti hatinya. Ia malu berhadapan dengan suami sekarang. Walaupun tubuhnya berhak untuk suaminya. Tapi, ia masih malu jika berhadapan dengan Gabriel dengan keadaan seperti ini.

Yana berjalan ke arah cermin. Melihat tubuhnya yang pendek dan berisi membuat ia imut. Yana memutar badan ke kanan dan ke kiri memperhatikan dengan seksama.

"Apa aku begitu tak menggoda di mata dia sampai tak menginginkan aku?"

"Apa aku sejelek itu dimatanya?"

"Apa tipenya bukan seperti diriku."

"Kalau aku liat-liat emang tubuh ku tak menggoda, tinggi badan 155 dan berat badan ku 51. Pasti dia mencari wanita yang tinggi dan tubuh yang bagus menggoda."

Yana bercerita dengan dirinya sendiri di depan cermin. Memperlihatkan badan yang katanya tak menggoda itu. Ia terus memutar badannya.

"Akhh.." desah Yana merasa kecewa karena sang suami tak menginginkan dirinya. Suaminya bahkan tak tergoda dengan penampilan dirinya tadi.

Sedangkan Gabriel merasa frustasi karena bayangan Yana yang begitu menggoda iman. Menahan diri agar tak melewati batas di hadapan sang istri. Karna ia masih menghargai kekasih yang sangat ia sayangi.

Saat ini bukan bayangan wajah sang kekasih yang memenuhi pikirannya. Tapi, wajah cantik dan imut milik sang istri yang memenuhi pikirannya.

Terpopuler

Comments

vi✠ᵛᶜʳ

vi✠ᵛᶜʳ

bagus author

2023-02-11

0

Rohana Ana

Rohana Ana

tahan saja mau sampai kapan kamu Gabriel mencintai kekasih mu kalo istri lebih cantik

2023-02-11

1

Rohana Ana

Rohana Ana

tah

2023-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!