TM : Part - 5

Setelah berberes di hotel. Gabriel menyeret koper miliknya dan juga milik Yana. Ia akan pulang ke rumahnya untuk menyiapkan barang yang akan ia bawa pindah ke apart miliknya. Berbeda dengan Yana, semua barang sudah ia persiapkan sebelum pernikahan. Untuk jaga-jaga jika ia akan ikut suaminya tinggal bersama.

Semua barang Yana sudah ada di apart milik Gabriel. Sekretaris suaminya yang mengurus semua barangnya itu.

Gabriel melirik istrinya yang berjalan tertatih. Istri yang keras kepala dan juga pintar membantah.

"Duduk disini." Ucap Gabriel saat ia sudah berada di dalam lift.

Yana melihat Gabriel yang melirik koper miliknya.

"Emang bisa?" Tanya Yana. Ia terus menatap Gabriel yang tak sedikitpun menatapnya.

"Menurut lo?" Gabriel menjawab acuh. Yana tak merespon ucapan suaminya. Ia memutar matanya menatap pintu di hadapannya.

"Duduk." Titah Gabriel.

"Nggak usah, saya nggak apa-apa berdiri." Tolak Yana dengan nada lembut.

"Bisa nggak sih nggak membantah." Ketus Gabriel. Ia merasa jengkel.

Yana berjalan perlahan dan menduduki koper yang di pegang erat Gabriel. Pantatnya pas menduduki kopernya membuat ia nyaman.

"Makasih." Ucap Yana merasa deg-degan. Perlakuan Gabriel kepadanya sungguh membuat jantungnya lari maraton.

Tak ada jawaban dari Gabriel. Ia tetap fokus memegang koper tempat Yana duduk. Ia tak ingin menambah luka yana yang membuatnya kesusahan.

******

Yana dan Gabriel sudah berada di dalam mobil. Mereka di jemput sekretarisnya gabriel. Para orang tua sudah pulang saat selesai sarapan. Berbeda dengan Gabriel yang harus tinggal beberapa jam untuk menyelesaikan kerjaannya yang tertunda. Proyek taman yang akan ia bangun harus ia selesaikan dengan cepat.

Yana menatap keluar jendela. Entah kenapa jantungnya sedari tadi tak bisa diam. Apa kah ia mencintai pria yang duduk di sampingnya ini?

Sedangkan Gabriel, ia melanjutkan pekerjaannya. Ia tak ingin bermalas-malasan dengan alasan sudah menikah. Toh, pernikahannya ini bukan keinginannya. Ia terpaksa melakukan ini untuk kebahagiaan orang tuanya.

"Bagaimana dengan desain tamannya, apa sesuai model yang aku inginkan?" Tanya Gabriel

Masih tetap fokus pada layar iPad.

Yana menoleh ke arah Gabriel. Ia kaget mendengar suara tegas nan dingin dari diri suaminya. Papinya tegas tapi nada suaranya berbeda.

"Maaf tuan, semua desain yang di kerjakan arsitek perusahaan belum ada yang sesuai. Mereka kembali mengulang desain itu." Jawab Andrey sama persis dengan nada bicara Gabriel.

Yana merasa heran. Kenapa bos dan bawahan bisa sama pembawaannya. Aura dingin menyelimuti diri Yana.

"Apa yang mereka lakukan selama ini? Bukankah saya sudah memberi mereka banyak waktu." Geram Gabriel mendengar karyawannya yang begitu mengecewakan.

"Maaf tuan, saya sudah memberi mereka waktu satu hari untuk menyelesaikan desain proyeknya."

"Lakukan yang terbaik, saya tak mau ada kesalahan sedikit pun."

"Baik tuan."

Gabriel memijit keningnya. Ia harus cepat menyelesaikan proyek ini. Ia ingin melakukan yang terbaik untuk perusahaannya tentang proyek ini.

*******

Yana keluar dari dalam mobil. Ia sudah sampai di rumah keluarga Gabriel. Untuk hari ini ia akan menginap sehari di rumah mertuanya sebelum pindah ke apart yang sudah di siapkan suaminya.

"Hufh." Yana memperbaiki letak cadarnya yang sedikit miring.

"Kenapa?" Tanya Gabriel yang berdiri di samping Yana.

"Nggak apa-apa." Yana menjawab dan bersiap untuk melangkah. Tapi kalah cepat dari tangan sang suami yang sudah mengangkat badannya.

"Ahhh." Teriak Yana kaget. "Apa yang anda lakukan." Lanjut Yana menahan sakit di pahanya karna tersentuh badan Gabriel.

"Diam." Yana merasa malu dengan perlakuan Gabriel yang tiba-tiba.

Semua pelayan melihat perlakuan sang tuan mudanya. Walaupun ekspresi Gabriel terlihat dingin, tapi itu sangat romantis di pandangan para pelayan.

"Eh, kalian sudah sampai?" Tanya mama iren yang berjalan ke arah Gabriel. Mama iren senyum-senyum sendiri melihat perlakuan anaknya.

"Hmm." Dehem Gabriel.

"Turunkan saya." Bisik Yana. Ia malu di lihat mertuanya.

Gabriel tak merespon ucapan Yana. Ia tetap mempertahankan Yana di gendongannya.

"El ke kamar dulu mah."

"Hmm, yang nggak sabar berduaan sama istri. Pengantin baru mah beda yah." Goda mama iren.

Yana yang mendengar itu membuat pipinya panas.

"Saya mau turun, saya bisa jalan sendiri kok." Lirih Yana memohon agar suaminya menurunkam dirinya.

"Ya sudah kalian ke kamar."

Gabriel kembali berjalan menaiki anak tangga. Ia berjalan pelan karena ada Yana di gendongannya.

Sesampainya di kamar. Gabriel menurunkan Yana di sofa. Yana yang sudah turun dari gendongan Gabriel kembali merasa tenang. Sedari tadi jantungnya berdetak tak karuan. Mungkin saja ia sudah cinta pada Gabriel. Bukankah ia tak salah jika mencintai pasangannya Sekarang, mereka sudah halal. Jadi, biarkan ia melabuhkan cintanya pada suaminya hari ini dan seterusnya.

Gabriel berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah selesai dengan urusan kamar mandi ia berjalan ke arah kasur di kamarnya. Ia ingin menenangkan pikirannya yang kacau.

Yana hanya diam melihat gerak gerik Gabriel. Ia tak tau harus melakukan apa.

Tok...tok..tok

Suara pintu di ketuk.

Yana beranjak dari duduknya.

"Duduk." Titah Gabriel. Mendengar itu Yana menurut seperti anak anjing yang dapat perintah dari sang tuan.

Gabriel melangkah ke pintu. Saat membuka pintu ia melihat Rey berdiri di hadapannya.

Pintu kamar terbuka sedikit lebar. Rey yang penasaran dengan isi kamar Gabriel ia pun sedikit menengok kedalam. Tapi sayang Gabriel tau apa yang di lakukannya. Pintu ia tutup dengan cepat.

"Kenapa." Tanya Gabriel menatap malas ke arah Rey.

"Santai bro. Gue nggak bakal ngambil istri lu." Rey menjawab santai. Walaupun ia merasa penasaran dengan wajah istri Gabriel.

"Kalau nggak ada urusan gue mau masuk."

"Baru beberapa menit ninggalin bini, lo udah kangen aja."

Gabriel baru saja ingin beranjak dari depan pintu. Tapi, tangannya di tahan Rey.

"Nih." Rey memberikan paper bag tepat di depan dada Gabriel. Gabriel menatap paper bag dan berganti menatap Rey dengan bingung. "Kado pernikahan lo, gue baru kasih hari ini." Lanjut Rey.

Gabriel mengambil paper bag itu. "Makasih." Ucap Gabriel acuh. Ia tak membutuhkan ini.

"Pelan-pelan kalau mau ngelakuin itu." Rey mengerlingkan matanya menggoda Gabriel. Yang di goda hanya menatap malas ke arah Rey.

Semua keluarganya telah salah paham dengan mereka. Padahal tak ada yang terjadi di antara ia dan juga istrinya.

"Gue masuk dulu."

"Pelan-pelan aja, nggak usah terlalu menggebu-gebu." Teriak Rey sengaja.

Gabriel masuk ke dalam kamar. Ia menaruh paper bag pemberian Rey di atas meja depan Yana.

"Itu apa?" Tanya Yana penasaran.

"Kado pernikahan lo." Gabriel menjawab cuek. Ia berjalan kembali ke arah kasur dan membaringkan dirinya.

"Kado pernikahan saya." Bisik Yana ke diri sendiri. Ia bingung. Bukannya ia menikah dengan Gabriel harusnya itu kado bersama. Bukan cuman punya dia.

Yana hanya menatap paper bag itu di atas meja. Ia tak ada niat untuk membuka ataupun menyentuhnya.

Karna kelelahan Yana membaringkan badannya di sofa yang lumayan besar ini. Ia menghadap ke arah langit-langit kamar. Pikirannya campur aduk. Semua itu karena pernikahan yang akan ia jalani kedepannya. Hatinya benar-benar telah ia labuhkan untuk suaminya. Tanpa berpikir dulu bagaimana pernikahan yang ia jalankan. Baik kah kedepannya atau malah akan menyakiti dirinya sendiri.

Hanya karena perhatian kecil yang di berikan suaminya, ia menjadi luluh secepat itu.

Apa pernikahannya akan berjalan lancar? Atau berhenti di tengah jalan. Padahal Yana bingung juga dengan sikap sang suami. Tak tertebak. Dan mungkin saja ia punya wanita lain. Sama seperti mantan calon suaminya.

Sepertinya, ia harus mengontrol perasaannya untuk saat ini. Biar ia tak terlalu sakit nantinya. Pernikahan ini tak di inginkan suaminya. Melihat sang suami ingin membuat perjanjian pernikahan.

Yana memegang dadanya. Untuk menguatkan diri untuk kedepannya. Perasaannya tak salah.

'Ya Allah kuatkan hamba mu dalam hubungan tak jelas ini. Cinta hamba benar. Tapi kalau terlalu berlebihan tegur hamba dengan cara yang baik Ya Allah.. mudahkan segalanya.' batin Yana.

Yana sedih bukan karena suaminya yang membingungkan karna sikapnya yang cuek dan dingin. Tapi, ia sedih karena dirinya tak tau harus bagaimana ke depannya. Apa ia bisa menghadapi masalah yang akan datang. Apalagi jika ada orang ketiga dalam hubungan rumah tangganya. Akan kah ia kuat untuk mempertahankan pernikahannya. Atau memilih menyerah.

Terpopuler

Comments

vi✠ᵛᶜʳ

vi✠ᵛᶜʳ

kyk mirip seseorang

2023-02-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!