Seorang wanita bercadar sedang menatap dirinya melalui cermin. Perasaannya campur aduk. Tapi, perasaan deg-degan lebih mendominasi di hatinya.
Ayana Sina Abraham, wanita bercadar yang berumur 21 tahun. Seorang pembisnis dalam naungan papinya. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang terjadi selama ia menjadi anak di keluarga barunya. Apalagi sekarang ini, membuat ia keringat dingin.
Ini adalah acara sekali seumur hidup yang akan ia jalani. Dengan pria yang di jodohkan oleh mami sama papinya. Orang tua angkat yang sangat menyayangi dirinya dari ia datang kerumah mereka berdua. Ia tak ingin menolak jika itu kebahagiaan mami papinya. Orang tua angkat yang menyelamatkan dirinya dari rumah bordil karna di jual oleh orang tua kandungnya.
Dirinya di beli oleh pengusaha properti nomor 4 se-Asia, oleh pasangan Antonio Abraham dan Wina Anin Abraham. Setelah ia di beli di umur 12 tahun, hal buruk yang pernah terjadi padanya, berubah menjadi bahagia. Kasih sayang yang ia inginkan, ia dapatkan pada orang tua angkatnya sekarang.
"Anak mami cantik." Ucap mami Wina di belakang yana. Mengelus wanita bercadar itu dengan sayang. Membuyarkan lamunan yana.
Mereka saling melihat dari pantulan cermin.
"Maminya yana lebih cantik." Ucap Yana dengan mata menyipit menandakan ia tersenyum di balik cadarnya.
Mami Wina terus mengelus lengan sang anak untuk mengurangi ketegangan pada Yana.
"Jangan tegang sayang." Mami Wina menundukkan kepalanya dan mengecup kepala sang anak.
"Mami jangan sedih." Yana membalikkan badannya menghadap mami Wina. Ia memegang pipi wanita baya itu dengan pelan karna takut make up itu luntur.
"Mami nggak sedih, mami itu terharu karena bahagia, anak cantik kesayangan mami dan papi sebentar lagi menjadi milik lelaki lain. Anak mami sudah besar." Ucap mami Wina dengan mata berkaca-kaca.
"Mami nggak kehilangan Yana kalau sudah menikah. Yana bakal sering berkunjung ke rumah mami kalau Yana ikut suami."
Yana berdiri dan memeluk sang mami dengan erat. Sebenarnya ada kesedihan dalam hatinya karena terlalu cepat berpisah dari orang tua yang begitu hebat ini. Tapi takdir tak bisa di salahkan.
Krieek.
Pintu terbuka menampilkan seorang pria dewasa yang masih terlihat tampan.
"Ada apa ini, kok main peluk-peluk nggak ajak papi." Ucap papi Anton memanyunkan bibirnya pertanda dia sedang merajuk.
Yana melepas pelukannya. Dan menghampiri papi Anton, memeluknya dengan erat. Ia ingin menangis tapi tak ingin make up yang berjam-jam di buat harus luntur karena air matanya.
"Yana harus jadi istri yang baik untuk suami yah. Nggak boleh bantah apa yang suami katakan." Bisik papi Anton di telinga sang anak.
Yana mengangguk mengiyakan ucapan sang papi. Ia akan selalu ingat nasehat papi sebelumnya.
"Makasih Pi."
"Papi juga makasih sama yana."
Papi Anton melepas pelukan itu dan menatap sang anak dengan penuh cinta. Dari dulu ia menginginkan anak akhirnya ia bisa merasakannya. Walaupun bukan dari rahim sang istri itu tak mengapa. Ia tak pernah menyalahkan sang istri yang mandul, bahagia bukan cuman karna hadirnya seorang anak. Ia menikahi istrinya bukan untuk melahirkan anak untuknya, tapi ingin hidup bersama sampai tua. Ada anak atau tak ada yang penting ia bersama sampai tua dengan bahagia.
"Anak cantik papi jangan nangis, make up-nya nanti ilang." Kekeh papi Anton mengelus pucuk kepala Yana.
Ia mengecup sayang kening sang anak. Setelahnya bergantian mengecup sayang sang istri tercinta. Wanita yang menemaninya selama 32 tahun.
"Papi keluar dulu, sekalian suruh mua perbaiki make up anak sama istri ku yang sedang bersedih ini." Papi Anton tertawa dan keluar melihat tamu-tamu yang sudah datang.
Mami Wina dan Yana kembali berpelukan. Rasanya pelukan ini tak cukup buat menahan rindu nantinya.
Pelukanpun terlerai. Mami Wina menatap sang putri. "Melihat Yana seperti ini mengingatkan mami pas masih muda." Mami Wina terkekeh mengingat saat dirinya di pinang oleh sang suami.
"Mami pasti cantik." Yana mengelus pucuk kepala mami Wina yang terbalut jilbab putih.
"Tapi anak mami yang paling cantik, walaupun terhalang cadar, udah keliatan kalau anak mami ini sangat cantik." Puji mami Wina membuat Yana tersipu di balik cadarnya.
"Makasih mami, makasih buat segalanya yang mami beri buat Yana."
"Itu sudah seharusnya Yana dapatkan dari mami. Yana kan anak mami."
Yana mengangguk. Ia tak ingin membahas masa lalu yang sangat menyakitkan. Masa lalu yang membuatnya tersiksa.
Kriingg. Kriingg..
Suara telepon berbunyi membuat percakapan anak dan mami itu berhenti.
Yana melihat ponsel yang berbunyi. Ia mengangkat ponselnya yang tertulis nama Novi tertera di layarnya.
"Halo, assalamu'alaikum." Sapa Yana memulai percakapan.
"Wa'alaikumussalam." Jawab Novi di sebrang telpon. "Yana selamat yah untuk pernikahan kamu hari ini, maaf kalau aku nggak bisa datang ayahnya arka belum bisa pulang, arka juga tiba-tiba demam semalam makanya nggak bisa pulang. Tapi tenang aja, aku dah kirim hadiah pernikahan kamu." Lanjut Novi dengan suara gembira.
"Nggak apa-apa kamu dah ngomong semalam."
"Yah takutnya kamu marah karena aku tak datang Yana sayang."
"Aku tak masalah. Aku mengerti sama keadaan kamu."
Di seberang telepon terdengar suara anak menangis. "Ya udah yah yan, arka rewel, ayahnya lagi keluar beli bubur. Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam." Yana menjawab salam sang sahabat. Tak lama akhirnya terputus sepihak.
Novi sudah bersahabat sama Yana pas SMA. Novi menikah pas lulus SMA karna di jodohkan. Bukannya menolak Novi bahkan semangat untuk menikah. Karna emang keinginannya menikah muda, berbeda dengan yana yang tak ingin menikah terlalu cepat.
**********
"Bagaimana para saksi sah?" Tanya sang penghulu.
"Sah." Teriak para tamu yang hadir.
Pernikahan akhirnya berjalan dengan lancar. Beberapa para tamu bahagia mendengar ijab kabul yang keluar dari mulut pria yang sangat tampan dan cukup berpengaruh di dunia bisnis. Ada juga yang berbisik-bisik karna beberapa mengenal pria yang seharusnya menikah, malah berbeda.
Justice Gabriel Busta akhirnya terpaksa menerima pernikahan ini untuk menggantikan kakaknya. Ia tak menyangka kalau ini harus terjadi di usianya 27 tahun. Ia belum siap untuk menikah, ia masih ingin fokus di perusahaan yang ia naungi dan kembangkan sendiri tanpa campur tangan sang ayah.
Apalagi Gabriel punya kekasih. Orang tuanya telah setuju dengan wanita pilihannya. Sekarang malah ia yang menikah, tapi mempelai wanitanya bukan sang kekasih.
"Selamat sayang, kamu harus belajar jadi suami yang baik untuk istri kamu kedepannya." Bisik mama iren tepat di dekat telinga Gabriel.
Gabriel mengangkat kepalanya. Menatap mata mama iren. "Bagaimana bisa." Ucap Gabriel dengan tatapan dingin.
"El pasti bisa, ikhlasin apa yang terjadi sama El sekarang." Mama iren mengelus lengan Gabriel. "Dia cantik, lebih cantik dari Tasya." Lanjut mama iren tersenyum bahagia.
Gabriel menghela napas mendengar ucapan mama iren yang mengatakan istrinya sekarang lebih cantik dari Tasya.
Buat apa cantik kalau hatinya telah di miliki oleh wanita lain, percuma. Pikirnya
Yana berjalan menuruni tangga dengan pelan. Ia melihat para tamu yang sedang terang-terangan menatap kagum ke arah pria yang sedang menunduk di depan sang penghulu.
"Jangan tegang sayang." Bisik mami Wina.
Yana melemaskan badannya, mana bisa ia tak tegang jika sedikit lagi ia berada di dekat suaminya. Yah suaminya, beberapa menit yang lalu ia sudah sah menjadi istri.
Yana sudah berada di samping pria yang sudah 3 kali ia lihat. Pria itu tetap menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu silahkan saling memakaikan cincin." Ucap pak penghulu membuyarkan lamunan Gabriel.
Sang mempelai saling berhadapan. Yana menatap pria yang berada di hadapannya berbeda dengan pria yang di jodohkan. Ia terkejut melihat ini. Berbagai macam pertanyaan sudah mengelabui pikiran kecilnya membuat perasaannya makin tak menentu.
Pria di hadapannya tak pernah sekalipun ia lihat. Walaupun dari segi wajah, pria yang ada di depannya ini lebih tampan. Tapi, kenapa ia yang jadi mempelai prianya. Apakah pria ini yang jadi suaminya sekarang?
Gabriel memasang cincin itu dengan lugas dan lancar tanpa hambatan. Berbeda dengan yana yang merasa gemetaran, pikirannya kalut dengan apa yang terjadi sekarang. Akhirnya cincin terpasang dengan pas di jari keduanya.
Pesta akhirnya terlaksana dengan meriah tanpa hambatan. Semua bahagia melihat mempelai yang duduk berdampingan di atas pelaminan. Kecocokan di antara mereka sangat kentara.
****
Di lain tempat, tepatnya di ujung tempat acara. Rey menatap sang adik yang tetap memasang wajah dingin dan datar. Saat menyambut tamu pun ekspresi itu tak pernah berubah sedikitpun.
"Maaf." Nata menatap Rey dengan perasaan bersalah.
"Bukan salah kamu. Aku yang memaksa mu melakukan ini." Ucap Rey dengan mata masih menatap 2 mempelai di atas pelaminan.
Sedikit pun tak ada rasa penyesalan hinggap di hatinya melihat wanita yang seharusnya menjadi istrinya bersanding dengan sang adik. Ia merasa lega karena terhindar dari pernikahan ini.
"Kenapa bukan tuan saja yang menikahi nona itu?" Tanya nata takut-takut. Ekspresi Rey tak ada bedanya dengan sang adik.
"Karna aku tak ingin menikah dengan wanita yang tak pernah sekalipun aku lihat wajahnya." Rey menatap nata yang masih menatapnya.
Nata membuang muka saat Rey menatapnya. Ia merasa deg-degan berada di dekat laki-laki yang mengaku telah menghamilinya.
"Bukankah nanti juga tuan akan melihat wajahnya."
"Tapi aku tak menginginkan dia." Nata mengangguk mengerti mendengar jawaban Rey.
"Karna pernikahan sudah terjadi apa kita juga sudah selesai?" Tanya nata dengan pelan. Ia takut Rey menyalah artikan pertanyaannya.
Rey memajukan wajahnya di samping telinga nata. "Menurut mu." Bisik rey.
Badan nata menegang mendengar bisikan Rey di telinganya. Ia memalingkan wajahnya menghadap Rey. Melihat wajah itu dengan kagum.
"Kita akan menikah kontrak." Ucap Rey memundurkan kepalanya. "Aku tak ingin orang tua ku mengetahui kalau ini cuman akal-akalan kita saja." Lanjutnya.
Nata mengangguk. "Kenapa tuan tak menyarankan pernikahan kontrak ini pada nona itu."
"Dia berbeda, paling dia bakal banyak ceramah, aku bosan dengan ceramah orang tua ku." Rey menatap malas Yana yang sedang menyapa tamu.
"Semua wanita memang seperti itu."
"Dia bukan tipe ku, dia pasti jelek di balik cadar itu." Rey meremehkan Yana yang terlihat kuno.
"Bagaimana kalau dia cantik tuan?"
Rey mengangkat bahunya. "Berhenti banyak bicara."
Nata mengatupkan bibirnya. Ia tak berani lagi bicara setelah mendengar perintah dari Rey.
"Persiapkan dirimu untuk pernikahan kontrak kita." Ucap Rey enteng. Nata hanya mengangguk mengiyakan.
Pernikahan kontrak ini tak akan merugikan Yana. Seorang anak pembantu yang bekerja di rumah sahabat Rey. Keuntungan bakal ia dapatkan dengan pernikahan ini sesuai janji Rey di awal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
vi✠ᵛᶜʳ
wah..wah .wah plot twist banget
2023-02-11
0
vi✠ᵛᶜʳ
eh nata gk hamil kah?
2023-02-11
0
vi✠ᵛᶜʳ
yah kasian tasya
2023-02-11
0