KARMA : Sang Pemburu Wanita Di MEDSOS
"Ayah. Besok Tomi mau datang ke sini. Katanya ingin kenalan sama Ayah."
Laras, seorang gadis berusia dua puluh tahun, berbunga-bunga karena Tomi, kekasih yang dikenalnya lewat medsos, besok pagi ingin berkenalan dengan ayahnya.
"Kamu yakin Tomi serius? Ayah takut dia hanya akan mempermainkanmu," jawab Rasyid, ayah Laras.
Rasyid seorang duda yang hidup dengan ketiga anak gadisnya, sehari-hari hanya bermain ponsel saja.
Dia punya keahlian mengedit foto menjadi sebuah video yang menarik. Sayangnya keahlian Rasyid dia salah gunakan.
Rasyid mencari uang untuk menafkahi ketiga anak gadisnya dengan mendekati perempuan-perempuan di medsos.
Dengan teliti dia akan mencari perempuan-perempuan kesepian dan mendekatinya. Lalu mengambil beberapa foto mereka dan mengeditnya dengan sempurna.
Dan foto atau video itu akan dikirimkan Rasyid ke messenger sebelum akhirnya dia akan meminta nomor whatsapp.
Atau kadang malah mereka sendiri yang memberikan nomor whatsappnya terlebih dahulu.
Kalau sudah begitu, Rasyid merasa peluang baginya untuk lebih dekat, terbuka lebar.
Rasyid akan siap menjadi tempat curhat mereka. Dan berlagak menjadi seorang psikolog yang bijak atau bahkan menjelma menjadi seorang ustadz dengan ribuan hadist yang dicopy pastenya dari internet.
Dan bisa dipastikan mereka akan terpesona dengan bualan Rasyid. Setelah mereka benar-benar bertekuk lutut, dengan mudah Rasyid akan mengeruk uang mereka.
Mereka yang sudah terpedaya pada akal bulus Rasyid, akan dengan mudah mentransferkan uangnya ke rekening Rasyid.
Uang itulah yang digunakan Rasyid untuk menafkahi ketiga anaknya. Bahkan rumah yang ditempati Rasyid dan anak-anaknya pun hasil dari akal bulusnya itu.
Salma, mantan istrinya sudah berkali-kali mengingatkan Rasyid untuk menghentikan kebiasaan buruknya.
Tapi bukannya berhenti, Rasyid malah semakin menambah koleksi buruannya.
Salma hanya ingin Rasyid kembali seperti dulu. Mencari pekerjaan lagi, setelah dia di PHK dari tempat kerjanya dahulu. Tapi Rasyid mengabaikan keinginan Salma.
"Enggak, Ayah. Tomi serius. Dan berikutnya Tomi akan membawa kedua orang tuanya juga," sahut Laras.
Rasyid yang paham tentang dunia medsos yang penuh tipu-tipu khawatir anak gadis yang dibanggakannya akan menjadi korban laki-laki iseng seperti dirinya.
"Ya sudah, besok Ayah tunggu," jawab Rasyid. Dia juga penasaran seperti apa tampang laki-laki yang sudah berani mendekati anak gadisnya.
Laras adalah anak yang paling dibanggakan Rasyid. Kemampuannya dalam menulis bisa diacungi jempol. Mulai dari saat sekolah dulu yang berkali-kali menang lomba menulis sampai akhirnya menekuni dunia kepenulisan di media online.
"Besok kita masak apa, Yah?" tanya Laras yang begitu antusias dengan acaranya.
"Ayah belum punya uang, Nak. Apa honor menulismu bulan ini sudah cair?"
"Belum bisa cair, Yah. Mungkin minggu depan baru bisa dicairkan," sahut Laras.
Sebagai penulis novel di media online, Laras mempunyai penghasilan yang lumayan untuk pemula sepertinya. Karena tulisan-tulisan Laras banyak diminati pembaca. Dia bisa mendapatkan tambahan honor dari jumlah viewers-nya yang semakin bertambah setiap harinya.
"Ya sudah. Nanti Ayah usahakan." Rasyid meraih ponselnya dan mulai berselancar di dunia maya.
"Kalau bisa sore ini Ayah sudah dapat uangnya. Biar bisa langsung dibelanjakan, Yah." Laras tak pernah tahu darimana ayahnya mendapatkan uang selama ini.
Bagi Laras dan kedua adiknya, Niken dan Ayu, asal kebutuhannya terpenuhi mereka tak akan banyak bertanya.
Karena Rasyid juga selalu marah kalau anak-anaknya banyak bertanya.
Niken, anak kedua Rasyid, masih duduk di kelas dua sekolah menengah atas. Selain belajar, kerjaannya di rumah sebelas dua belas dengan ayahnya.
Hampir setiap hari Niken membuat video tik tok dan meng-uploadnya. Segala macam aksi tiktokers dia tiru.
Sementara Ayu, anak bungsunya menjadi lebih pendiam setelah mamanya pergi meninggalkan mereka.
Mungkin karena dia anak bungsu yang masih sangat butuh kasih sayang seorang ibu.
Setiap hari di rumah, Ayu hanya memandang ayah dan dua kakaknya sibuk dengan ponsel masing-masing. Kadang dia pun harus menahan lapar kalau ayahnya belum mendapatkan uang.
"Ayu! Sini!" panggil Rasyid.
Ayu yang sedang asik bermain boneka, segera mendekat. Karena terlambat sebentar saja, suara ayahnya akan semakin kencang.
"Iya, Yah," sahut Ayu.
"Sini duduk. Nanti kamu bilang ke tante Sisil kalau kamu belum makan dari pagi, ya?"
Itu adalah salah satu trik dari Rasyid untuk mendapatkan uang dengan mudah. Dia akan menjual cerita menyedihkan tentang anak-anaknya pada calon korbannya.
"Hallo cantik. Lagi ngapain?" sapa Rasyid melalui telpon.
"Ih, kan tadi sudah nanya di whatsapp," jawab Sisil, calon korban Rasyid hari ini.
"Oh iya, lupa. Maklum kalau telpon sama cewek cantik suka gampang lupa. Bawaannya pingin nanyaaa...terus." Rasyid mulai menggombal yang membuat calon korbannya tersipu malu.
Setelah yakin calon korbannya masuk dalam perangkapnya, Rasyid mengalihkan panggilan suaranya ke panggilan video.
"Hay, kok merah gitu wajahnya. Jadi makin menggemaskan." Rasyid memonyong-monyongkan bibirnya seolah gemas.
Sisil di seberang sana makin tersipu malu. Rasyid membelai-belai rambut Ayu yang tadi sudah diacak-acaknya, agar lebih meyakinkan kalau anaknya ini belum makan seharian.
"Itu Ayu ya, Bang?" tanya Sisil.
"Iya, ini Ayu, Sayang." Kata-kata sayang bisa dengan mudah meluncur dari bibir Rasyid saat mendekati targetnya.
"Kamu lihat ke kamera. Jangan tersenyum. Sedih ayo akting sedih," bisik Rasyid di telinga Ayu.
Ayu pun menuruti perintah ayahnya. Dia yang masih berusia sepuluh tahun, belum paham kenapa ayahnya sering menyuruhnya akting seperti itu.
"Ayu sudah makan?" tanya Sisil yang trenyuh melihat tampang Ayu yang kucel.
Atas perintah Rasyid tadi, Ayu pun menggeleng. Tapi memang Ayu tidak bohong. Seharian ini mereka belum ada yang makan.
Mereka menunggu Rasyid yang bangun siang untuk meminta uang. Tapi ternyata Rasyid tak memliki uang lagi. Hanya beberapa lembar ribuan yang tadi diminta Niken untuk membeli sebungkus mie instan.
Mie instant satu dikeroyok tiga orang, Ayu hanya mendapatkan sisa kuahnya saja dari kedua kakaknya.
"Sama sekali belum makan?" tanya Sisil lagi.
Ayu mengangguk. Lalu Rasyid membelai lagi kepala Ayu dan menciumi puncak kepalanya. Seolah dia sangat menyayangi anaknya ini.
Rasyid pun memasang tampang tak kalah menyedihkan, sampai akhirnya Sisil menanyakan nomor rekening Rasyid.
"Aduh, jangan begitu dong, Cantik. Aku kan enggak enak," jawab Rasyid basa-basi.
"Enggak apa-apa, Bang. Buat Ayu. Kasihan kan, jam segini belum makan. Aku tutup dulu ya telponnya. Aku mau transfer pakai m-banking."
"Iya, Cantik. Muaachh." Rasyid kembali memonyongkan bibirnya.
Kling!
Suara pesan masuk ke ponsel Rasyid. Sebuah foto hasil transferan dikirimkan oleh Sisil.
Yes! Berhasil! Seru Rasyid dalam hati.
"Laras! Panggil kakak kamu, Laras!" Rasyid mendorong tubuh kurus Ayu agar segera memanggil Laras di kamarnya.
Laras sedang asik membuat tulisan untuk lanjutan bab di novel online-nya.
"Kak, dipanggil Ayah." Ayu kembali dengan mainan boneka barbie-barbieannya.
"Iya, Yah," sahut Laras.
"Nih, ambil semua." Rasyid memberikan ATM-nya pada Laras.
Dan Rasyid kembali berbasa basi mengucapkan terima kasih pada Sisil lewat panggilan telpon sampai mulutnya berbusa-busa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments