Rasyid datang kembali ke counter Willy dengan tangan hampa. Dia tak berhasil mencari pinjaman uang dari beberapa teman yang didatanginya.
Rata-rata dari mereka menolak karena Rasyid masih punya hutang yang belum dibayar. Ada juga yang mengatakan lagi tidak punya uang.
Rasyid pun harus menelan kekecewaannya. Bahkan uang rokok pun tak didapatnya.
"Ayah!" seru Niken yang sudah bosan menunggu Rasyid.
"Kamu abis makan?" Rasyid menatap piring bekas ketoprak yang sudah nyaris bersih.
"Iya, Yah. Dibayarin om itu. Eh, abang itu." Niken menunjuk ke arah Tanto.
"Iya, Om. Om mau juga?" tanya Tanto.
"Cie....nawarin calon mertua. Hahaha." Rusdi kembali berkomentar. Tanto mendelik ke arah Rusdi.
Rasyid juga ikut mendelik, membuat Rusdi tak enak hati. Lalu langsung masuk ke dalam.
"Maaf, Om. Teman saya memang suka usil mulutnya," ucap Tanto.
Rasyid yang tak suka kalau anaknya yang masih bau kencur didekati laki-laki, langsung mengajak Niken pulang.
"Tapi Yah, hape Niken mau diperbaiki sama abangnya ini." Niken menolak ajakan Rasyid. Dia lebih mementingkan hapenya.
"Ambil! Kita cari counter lain!" bentak Rasyid.
"Iya, Yah."
Dan tanpa diminta, Tanto mengembalikan hape Niken yang belum diceknya.
Rasyid segera menarik tangan Niken. Membuat Niken tak bisa menolak lagi.
"Bang! Makasih ketopraknya, ya!" seru Niken sambil berjalan ke motor Rasyid.
Tanto hanya mengangguk lesu. Pupus sudah harapannya. Cinta pada pandangan pertama yang baru saja akan dipupuknya, layu sebelum berkembang.
"Hancur hatiku...mengenang dikau...menjadi keping-keping setelah kau pergi...." Herman kembali menyanyi menyindir Tanto.
"Diam kamu! Berisik!" bentak Tanto. Herman dan Rusdi malah terbahak-bahak.
Sementara di rumah kontrakan Rasyid, Laras sedang duduk berdekatan dengan Tomi.
Tomi yang merasa ada kesempatan, meminta Laras menutup pintu depan.
"Kenapa ditutup? Nanti gerah," ucap Laras. Dia tak paham maksud dan tujuan Tomi.
"Tutup aja. Enggak enak kan kalau dilihat orang." Tomi terus meminta Laras menutup pintu.
Laras pun menurut. Dia menutup pintunya meski tidak menguncinya.
"Adikmu lagi ngapain?" tanya Tomi setelah Laras kembali ke sampingnya.
"Kayaknya lagi tidur. Ayu kan demam dari kemarin," jawab Laras.
"Oh ya? Coba kamu lihat dulu. Kasihan kan kalau dia butuh apa-apa." Tomi pura-pura peduli. Padahal itu hanya akal-akalannya saja untuk mengecek keamanan nantinya.
Laras pun kembali menurut. Dia ke kamar Ayu. Dan Ayu benar-benar sedang tidur.
Laras kembali lagi ke depan. Tomi sedang memasang hapenya pada mode video. Lalu memposisikan hapenya agar bisa merekamnya dan Laras.
"Kamu lagi ngapain?" tanya Laras. Lalu duduk lagi di sebelah Tomi.
"Sini deh biar kena ke kamera." Tomi menarik pelan bahu Laras.
"Nah begini. Aku pingin bikin video tentang kita. Buat kenangan. Kamu mau kan, Sayang?" tanya Tomi.
Laras yang mendengar panggilan sayang dari orang yang dicintainya, langsung melambung ke langit biru.
Wajahnya langsung merona. Lalu menundukan kepalanya.
"Jangan menunduk dong. Lihat aku." Satu tangan Tomi mengangkat wajah Laras, satu tangannya yang lain menekan tombol mulai merekam di hapenya.
Tomi mendekatkan wajahnya ke wajah Laras.
"Ras. Aku sangat mencintai kamu. Aku sangat menyayangi kamu. Kamu cantik," ucap Tomi perlahan.
Laras semakin melambung. Dadanya berdesir. Badannya terasa panas dingin.
Tomi semakin mendekat. Lalu dengan cepat menyambar bibir Laras.
Laras yang belum pernah melakukannya, langsung menjauhkan wajahnya. Hingga pagutan Tomi terlepas.
Tomi kembali meraih wajah Laras. Dan kembali menyambar bibir Laras. Satu tangannya menahan tengkuk Laras agar tak lepas lagi.
Laras pun pasrah, apalagi setelah merasakan dadanya semakin berdesir dan bergetar. Meski dia hanya diam tak bisa membalas.
Mendapati Laras yang hanya diam, Tomi yakin kalau Laras memang belum pernah melakukannya. Tomi menjadi bersemangat.
Dia akan membuat Laras tak berpaling darinya. Dia bertekad akan menjadikan Laras hanya miliknya.
Tomi pun ingin menikmati dulu keindahan tubuh Laras sebelum dia benar-benar memilikinya nanti.
Tangan Tomi yang nganggur, mulai bergerilya. Perlahan namun pasti, dia menyusuri tubuh Laras mulai dari telinga yang membuat Laras merinding. Terus bergeser dan turun, hingga mencapai puncak gunung Laras.
Laras terjengit. Seumur-umur tak ada yang pernah menyentuhnya dengan sengaja selain dirinya sendiri.
"Tidak apa-apa, Sayang. Hanya menyentuh," ucap Tomi pelan di telinga Laras.
Laras langsung merinding. Otaknya sudah tidak sinkron lagi. Remasan Tomi benar-benar membuatnya semakin melayang.
Bahkan tanpa sadar, Laras mendesah. Dan suara ******* Laras, membuat Tomi semakin bergairah.
Tomi tak menyia-nyiakan kesempatan emas. Dimana Laras terlihat sudah pasrah.
Tomi menarik tubuh Laras, hingga berada di pangkuannya. Dengan begitu Tomi bisa lebih bebas menikmati dua gunung milik Laras yang masih sangat ranum.
Sementara di tengah jalan, Rasyid dan Niken sedang menuntun motor. Bensinnya habis lagi. Karena setelah kemarin Rasyid mengisinya dua liter dari hasil ngembat, dia belum mengisinya lagi.
"Yah, itu ada kios bensin." Niken menunjuk ke kios bensin milik Wati yang tak jauh dari mereka berjalan.
"Enggak enak, ah. Yang kemarin aja Ayah belum bayar," jawab Rasyid.
Niken hanya berdecak kesal. Jarak ke rumahnya masih lumayan kalau harus mendorong motor.
Dan untungnya tadi Rasyid tidak menyeberang. Karena di kios Wati terlihat ada seorang berbadan kekar sedang menemani Wati jualan.
Kalau sampai Rasyid menyeberang, bisa-bisa bakal di panggil oleh Wati untuk membayar bensinnya yang kemarin.
Kalau cuma Wati, Rasyid bisa menjinakannya. Tapi lelaki di sebelah Wati, bisa membuat gigi Rasyid rontok kalau berani mendekat.
"Ayo lebih cepat lagi dorongnya. Biar cepat sampai," ucap Rasyid.
"Capek, Yah," sahut Niken.
"Halah! Kamu kan juga sudah makan. Masa baru sebentar aja udah capek." Rasyid tak mau mendengar alasan apapun. Rasyid yang sedang lapar, ingin segera sampai di rumahnya dan akan mencari mangsa baru di akun medsosnya.
Niken kembali cemberut. Dan terus mendorong motor. Rasyid enak, dia hanya memegangi stir saja.
Sampai di depan halaman rumah yang tak terlalu lebar, Rasyid dan Niken melihat sebuah mobil. Mereka menebak-nebak siapa pemilik mobil yang berani parkir dihalamannya.
Rasyid dan Niken tak mengira itu mobil Tomi, karena pintu rumah depan dalam keadaan tertutup.
Seperti biasanya, Rasyid dan Niken lewat pintu samping. Dan tanpa bersuara, mereka masuk ke dalam rumah.
Rasyid terkejut mendengar suara ******* dari depan ruang tamunya. Dia langsung berlari diikuti oleh Niken yang juga mendengarnya.
"Laras! Ngapain kamu!" teriak Rasyid.
Laras dan Tomi kaget bukan kepalang mendengar teriakan Rasyid. Laras langsung turun dari pangkuan Tomi. Dan menarik ke bawah kaosnya yang disingkap oleh Tomi hingga ke dadanya. Bahkan bra-nya sudah tak berada di tempat semestinya.
"Kakak lagi main bayi-bayian, ya?" tanya Niken dengan polosnya. Dia melihat dengan mata kepala sendiri, Tomi sedang menyusu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments