Lili langsung berlari ke pintu lalu menguncinya dari dalam. Dia sangat malu pada majikannya. Selama ini Lili selalu berusaha menutupi sikap konyolnya.
Mulai dari narsis bergaya di depan kamera ponselnya dengan barang-barang milik Maya, sampai mengaku-ngaku seolah rumah mewah ini adalah miliknya.
Semua itu dilakukan Lili yang bernama lengkap Solimah itu, saat Maya dan suaminya Ricko tak ada di rumah.
Yang Maya tahu, Solimah adalah sosok janda tua yang pendiam dan sopan. Dan Lili selalu menjaga image itu.
Lili suka bermedsos sejak suaminya meninggal lima tahun silam. Dan semakin banyak teman di medsosnya, semakin membuat Lili kehilangan kendali.
Hampir setiap Maya pergi dan Lili membersihkan kamarnya, Lili membongkar dan mengambil barang-barang branded milik Maya.
Bukan untuk memilikinya. Lili bukanlah seorang pencuri atau klepto. Dia hanya mengaguminya, lalu dengan kamera canggih di ponselnya, Lili memfotonya dari berbagai sudut. Tak jarang Lili memakainya seolah barang-barang itu miliknya sendiri.
Bukan cuma tas atau sepatu, perhiasan atau jam tangan Maya yang kadang suka lupa mengembalikan ke lemari setelah memakainya pun, tak luput dari keisengan Lili.
Pakaian yang bekas dipakai Maya juga sering jadi bahan narsisnya Lili. Lili lebih suka berpose mengenakan pakaian yang tergeletak di pojok kamar, daripada memakai pakaian Maya yang sudah dicucinya.
Lili sangat menyukai aroma parfum yang dipakai Maya. Terutama yang masih menempel di baju Maya.
Sebenarnya bisa saja Lili mengambil parfum Maya dan menyemprotkannya di badan atau pakaiannya. Tapi Lili tak mau, karena menganggap itu sama saja dengan mencuri.
Lili menagis terisak di pintu kamarnya. Lalu tubuhnya merosot ke lantai. Dia tak menghiraukan lagi panggilan Rasyid di ponselnya yang masih dalam mode video call.
Setelah puas menangis, Lili kembali ke tempat tidurnya. Dia mengambil ponselnya yang sudah mati. Lalu meletakannya di bawah bantal tanpa berniat membukanya lagi.
Meski dia sangat menginginkan Rasyid dan ingin selalu berkomunikasi dengannya, tapi saat ini Lili sedang ingin sendiri.
Sementara Rasyid yang tak tahu apa yang terjadi dengan Lili, merasa puas karena pastanya yang lama tak keluar, bisa mengalir sempurna. Rasyid tak khawatir lagi menggumpal di dalam sana.
Rasyid menaikan kembali celana panjangnya dan bergegas ke kamar mandi. Dia akan memandikan adiknya yang telah berkeringat hingga lengket.
Lalu mengganti celana panjangnya dengan sarung kumal kesayangannya yang nyaris tak pernah dicuci hingga kaku.
Rasyid mengunci pintu rumahnya dan masuk ke kamar Niken. Niken yang tertidur menghadap tembok sambil memeluk guling, dipeluknya dari belakang dan ikut terlelap.
Lega sudah perasaan Rasyid. Tak ada lagi rasa kesal dan putus asa yang tadi memenuhi otaknya saat bertemu Hamid, teman sekolahnya.
Hingga pagi menjelang, Lili bangun seperti biasanya. Dia pun melakukan aktifitas hariannya.
"Sudah mandi wajib belum?" sindir Maya saat Lili menyajikan makanan di meja makan.
Lili alias Solimah, menundukan wajahnya. Dia tak berani menatap wajah Maya yang menatapnya jengah.
"Memangnya kenapa, Ma?" tanya Ricko yang tak tahu apa-apa. Maya hanya mengangkat bahunya. Lalu mengambilkan makanan ke piring suaminya tercinta.
Lili buru-buru kembali ke dapur. Dia tak mau terus disindir oleh Maya. Bukan cuma malu, Lili juga kadang merasa iri pada keharmonisan rumah tangga majikannya itu.
Jam setengah tujuh, Maya ke kantor bersama Ricko. Maya masih sibuk mengelola usahanya yang dirintisnya sejak muda.
Dua anak mereka kuliah di luar negeri, membuat tak ada lagi teman bagi Maya kalau hanya di rumah saja.
"Pa. Semalam Mama melihat Mbok Solimah sedang anu-anuan sendiri. Bukan sendiri sih, tapi kelihatannya dengan seseorang di ponselnya. Sepertinya lewat video call." Maya menceritakan kejadian semalam yang dilihatnya untuk mengisi waktu di jalanan yang sedang macet parah.
"Anu-anuan gimana?" tanya Ricko.
"Ya begituan. Kaya Mama kalau lagi di anuin Papa. Hee." Maya tersenyum sendiri. Karena dia pun suka begitu saat sedang berperang dengan suaminya di atas ranjang.
"Mama tuh gak jelas kalau ngomong. Anu-anuan. Bikin Papa kepingin aja." Ricko mencolek dagu Maya dengan nakal.
"Ih, Papa genit. Sudah tua juga," ucap Maya.
"Sudah tua juga tetap perlu begituan, Ma. Papa kan masih normal," sahut Ricko.
"Papa pikir Mama sudah enggak normal?" Maya menjawab dengan kesal.
Ricko mengangkat bahunya sambil tersenyum.
"Buktikan nanti malam ya?" ledek Ricko.
Maya malah makin cemberut. Dan Ricko tertawa tergelak.
Lili di rumah majikannya segera membereskan bekas makan mereka. Lalu ke kamar mandi untuk mandi wajib.
Di rumah besar itu hanya ada Lili dan seorang ART lagi. Tapi dia sedang pulang kampung, jadi Lili bisa bebas melakukan apapun di rumah majikannya tanpa ada yang mengganggu.
Biasanya Lili melakukan keisengannya saat Warti, teman sejawatnya sedang ke pasar. Waktu dua jam cukup bagi Lili untuk bergaya dengan narsis.
Rasyid dan Niken masih meringkuk di tempat tidur dengan masih berpelukan. Tepatnya Rasyid yang memeluk Niken dari belakang.
Kalau Laras sudah bangun dari pagi. Dia membersihkan lantai yang berantakan setelah mandi.
Diantara anak-anak Rasyid, hanya Laras yang rajin bangun pagi. Laras juga rajin membersihkan rumah.
Kalau Ayu memang masih kecil, belum bisa mengerjakan apapun dengan baik. Meski kadang kedua kakaknya memaksanya untuk mengepel saat Rasyid pergi.
Ayu masih tergeletak di tempat tidur. Panas badannya belum juga turun. Selain Rasyid belum membelikannya obat, semalam Ayu juga tidak makan. Hingga membuat badannya makin lemas.
Laras membersihkan semua bagian rumah. Karena siang nanti Tomi, pacarnya akan datang berkunjung. Meski Laras belum tahu akan menjamu Tomi apa.
Uang yang diberi Rasyid kemarin sudah ludes. Sekarang kalau membangunkan Rasyid, bakalan kena semprot. Jadi mending diam saja dulu.
Hingga jam sembilan pagi, Rasyid baru menggeliatkan tubuhnya. Niken pun baru membuka matanya.
Niken yang masih setia memeluk gulingnya, merasakan ada benda keras yang bergerak-gerak di bagian bawah punggungnya.
Tanpa berfikir panjang, Niken meraba bagian bawah punggungnya dan menyentuh benda itu.
Hap!
Niken berhasil menangkapnya dan seketika itu juga melepaskannya saat menyadari bahwa benda itu milik Rasyid yang sedang menggeliat.
Rasyid pun memukul tangan Niken yang berani-berani memegang adiknya yang sedang olah raga pagi.
"Ngapain sih kamu!" bentak Rasyid.
"Ayah yang ngapain? Niken kan kaget!" sahut Niken. Lalu segera bangun dan berlari keluar dari kamarnya.
"Kamu ngapain lari-lari?" tanya Laras yang sedang mengepel lantai.
"Hii...!" Niken mengedikan bahunya.
Laras jadi penasaran.
"Kenapa?" tanya Niken mengerutkan keningnya.
"Ada anak buaya di kamar." Niken kembali berlari. Kali ini dia menuju kamar mandi.
Laras semakin penasaran. Dia mengintip ke dalam kamarnya. Ingin melihat apa benar omongan Niken.
Mata Laras langsung terbelalak.
"Aakkhh...!" Laras pun berlari meninggalkan pintu kamarnya.
Rasyid sedang asik memainkan adiknya yang sedang menggeliat, di balik sarungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments