Rasyid melepaskan headsetnya. Lalu berjalan setengah berlari ke kamar Ayu. Rasyid sangat khawatir kalau Ayu semakin panas.
Rasyid trauma. Dulu sewaktu masih bayi, Ayu pernah juga demam tinggi lalu kejang. Hingga harus di larikan ke rumah sakit.
Untungnya waktu itu Rasyid masih bekerja. Meski hanya sebagai dept colector alias tukang tagih.
Sampai di kamar Ayu, anaknya itu sudah kembali tenang. Lalu Rasyid merebus air sedikit. Sebagian buat bikin kopi, sebagian lagi akan dia campur dengan air biasa untuk mengompres kening Ayu.
Setelah selesai sibuk di dapur dan mengompres Ayu, Rasyid kembali ke ruang tamu. Dia akan meneruskan kegiatannya yang tadi tertunda.
Rasyid menyeruput kopi panasnya dulu, lalu menyalakan rokoknya yang hanya tinggal beberapa batang.
Dia kembali melakukan panggilan video pada Lili. Lili yang penasaran dengan adik Rasyid yang akan dikenalkannya, masih setia staytune di atas tempat tidur.
Bahkan dia sudah berdandan dengan memoles tipis pipi dan bibirnya. Dua gunung kembarnya pun sudah dia alasi, takut disangka enggak sopan.
"Hallo, Cantik." Rasyid kembali menyapa Lili. Kali ini adiknya sudah kembali tertidur pulas. Posisi Rasyid pun duduk sambil menghisap rokoknya.
"Hallo, Mas. Ayu sudah tidur?" tanya Lili dengan suara masih biasa.
"Sudah. Tadi dia mengigau. Panasnya makin tinggi. Jadi aku buatkan air buat mengompres," jawab Rasyid.
"Hebat. Kamu bapak yang hebat, Mas. Perhatian banget sama anak. Laras sama Niken sudah tidur?" tanya Lili. Dia sudah diberitahukan nama-nama anak Rasyid.
Rasyid selalu mengenalkan nama anak-anaknya pada setiap targetnya. Alasannya ya biar targetnya merasa spesial karena bisa mengenal anak-anak Rasyid meski hanya lewat ponsel.
"Ya mau bagaimana lagi? Aku kan single parent. Mau enggak mau harus mengurus mereka sendiri," jawab Rasyid dengan bangga.
"Iya, Mas. Oh iya, mana adik kamu yang mau dikenalin?" Lili masih saja mengingatnya.
Rasyid tersenyum penuh arti. Lalu meletakan rokoknya dan meraba adiknya yang masih terlelap.
"Dia masih tidur, Sayang," jawab Rasyid setelah yakin adiknya belum juga menggeliat. Lalu mengambil rokoknya lagi.
"Kok tidur? Tadi bilangnya mau kenalan sama aku." Lili merajuk manja.
"Iya. Terus karena aku sibuk, jadi tidur deh," jawab Rasyid.
"Ya sudah. Jangan diganggu, Mas. Kasihan, siapa tau dia memang benar-benar mengantuk. Atau kecapean mungkin." Lili masih belum paham arti adik yang dimaksud Rasyid.
"Tapi dia memang suka diganggu, Sayang," sahut Rasyid.
"Kok gitu? Jangan ah, kasihan."
"Lebih kasihan lagi kalau dia didiamkan, Sayang."
Lili mengerutkan keningnya.
Dalam hati Rasyid berfikir, ini nenek-nenek bego amat sih, masa begituan aja enggak paham-paham.
"Iya, Sayang. Kamu mau kan membangunkan adikku?" tanya Rasyid. Lili semakin kebingungan. Tapi demi Rasyid, apapun kemauannya bakal dilakukan.
"Serius enggak apa-apa kalau aku bangunin?" tanya Lili.
"He em." Dan benar saja. Rasyid sudah merasa gerakan adiknya sedikit.
Lalu Rasyid membetulkan posisi duduknya, agar adiknya bisa lebih leluasa bergerak.
"Gimana caranya?" Lili sudah siap membangunkan. Meski berbeda maksudnya dengan kemauan Rasyid.
"Lepas lagi dong itu kamu," jawab Rasyid.
"Itu apa?" Lili tak mengerti.
"Itu. Tadi kan kamu enggak pakai, kan?"
Lili semakin kebingungan. Lalu berfikir keras. Tadi dia tidak pakai bedak dan lipstik, apa iya dia mesti menghapusnya?
Atau...? Lili teringat kalau tadi dia tak memakai penutup dua gunungnya. Ah, tidak mungkin. Batin Lili. Enggak sopan banget ketemu adiknya Rasyid tanpa mengenakannya.
"Ayo lepas," ucap Rasyid lagi.
"Apanya, Mas?"
"Itu!" Rasyid memegang dadanya sendiri.
Lili membelalakan matanya. Rasyid malah mengangguk.
"Ini?" tanya Lili memegang dadanya juga. Rasyid kembali mengangguk.
Lili yang penasaran, menurut saja apa kata Rasyid. Dia letakan ponselnya di atas bantal, lalu dengan sigap kedua tangannya melepas pengait penutup dua gunungnya dan menariknya dari bawah lengan.
Lili mengambil lagi ponselnya. Lalu mengarahkan pada bagian yang sudah dilepasnya.
"Sudah, Mas," ucap Lili.
Adik Rasyid mulai menggeliat meski belum melihat wujudnya. Tapi otak Rasyid sudah mampu menggambarkannya.
"Kancingnya bisa kamu lepas juga?" pinta Rasyid.
Spontan Lili melihat kancing dasternya yang berjajar ke bawah hingga atas perutnya.
"Ini?" Tangan Lili memegang salah satu kancingnya. Rasyid mengangguk. Lili semakin tak mengerti. Tapi menurut juga.
Dengan satu tangan, Lili melepaskan kancing-kancingnya. Hingga tersembulah belahan yang sudah sedikit menggelambir. Maklum, usia Lili sudah hampir setengah abad. Meski Lili belum pernah memiliki anak, tapi asinya dulu sering di hisap juga oleh almarhum suaminya.
Rasyid menatap tak percaya pada Lili yang mau mengikuti instruksinya. Rasyid malah semakin gila. Karena adiknya semakin membuat sesak celana panjangnya.
Rasyid memonyongkan bibirnya seolah sedang mencium Lili. Lili terperangah. Tapi hatinya bergetar juga. Naluri kewanitaannya meronta. Seolah ingin diperlakukan lebih oleh Rasyid meski hanya daring.
Rasyid meraba dadanya sendiri seolah dia sedang meraba milik Lili. Lalu menginstruksikan pada Lili lagi, untuk menyingkap dasternya bagian atas, agar dua gunungnya bisa dilihat Rasyid.
Meski hanya menggunakan kode-kode, tiba-tiba Lili menjadi paham.
Tanpa diminta dua kali, dengan gerakan gemulai mencontoh film-film yang suka ditontonnya di ponselnya saat suntuk, Lili menyingkapnya.
Dan tersembulah pemandangan yang dari tadi ditunggu-tunggu Rasyid. Rasyid langsung melotot melihatnya. Meski tak semenjulang yang Rasyid inginkan, tapi sudah mampu membuat adik Rasyid bangun dan minta diberi ruang untuk berdiri.
Tangan Rasyid sudah sangat gatal ingin menyentuh pemandangan di layar ponselnya. Tapi adiknya juga ingin bernafas dengan lega.
Rasyid meletakan ponselnya di atas meja. Lalu dia memberi akses adiknya biar tak terbelenggu. Dengan sekali hentakan, adik Rasyid berdiri sempurna.
Rasyid tersenyum puas melihatnya, lalu membelainya perlahan.
Rasyid kembali mengambil ponselnya. Di layar tanpa di duga sama sekali oleh Rasyid, Lili sedang memuaskan dirinya sendiri.
Bagaikan seorang profesional, Lili melakukannya tanpa malu. Dia tak sadar kalau di layarnya kini ada Rasyid yang memandangnya penuh hasrat.
Berkali-kali, Rasyid men-screenshootnya. Nanti akan dilihatnya lagi saat dia kangen dengan Lili.
Lili benar-benar seperti dibawa melayang oleh angannya sendiri. Rasyidpun yang tak tahan melihatnya, memaksa adiknya hingga mengeluarkan pastanya.
Suara Lili benar-benar membuat Rasyid mabuk kepayang dan semakin cepat memaksa adiknya muntah.
Sementara di balik pintu kamar Lili yang lupa di kuncinya, seorang perempuan seumuran Lili juga mengintip apa yang sedang dilakukan Lili.
"Mbok Solihah!" teriaknya.
Lili yang merasa nama lengkapnya di panggil, langsung menghentikan aksinya. Matanya menatap ke arah pintu kamarnya.
Tangannya bergegas merapikan lagi dasternya. Lalu melemparkan ponselnya ke atas tumpukan bantal.
"Nyonya!" Lili langsung menundukan wajahnya.
Di seberang sana, Rasyid tidak menyadari kalau Lili sudah menyudahi duluan. Dia malah berteriak saat mencapai puncaknya.
"Aakkhh...!"
Maya, majikan Lili menatap jijik mendengar suara itu. Lalu menutup pintu kamar Lili dengan membantingnya kencang.
Blum!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments