"Laras...!" teriak Rasyid saat Tomi sudah pergi. Laras langsung masuk ke ruang tamu.
"Iya, Yah." Laras menundukan kepalanya. Dia yakin Rasyid akan marah besar padanya.
"Bagus ya, kamu! Enggak bisa menjaga harga diri!" teriak Rasyid.
Niken yang ada di situ langsung kabur masuk ke kamarnya. Dia tak mau ikut jadi sasaran kemarahan Rasyid.
"Maaf, Yah," sahut Laras pelan.
"Kamu anak paling gede! Bukannya memberi contoh yang baik buat adik kamu!"
Laras semakin menundukan kepalanya.
"Lihat Ayah kalau diajak bicara!" Rasyid masih saja berteriak-teriak memekakan telinga.
Dengan ragu-ragu Laras menatap wajah Rasyid.
"Nanti kamu hubungi Tomi! Besok pagi orang tuanya harus ke sini melamar kamu! Ayah enggak mau terima alasan apapun!"
Laras tercekat. Bagaimana dia akan mengatakannya pada Tomi. Hubungan mereka saja baru seumur jagung yang masih muda.
Laras sendiri belum siap untuk menikah, meski dia sangat mencintai Tomi.
"Paham kamu?" tanya Rasyid dengan suara keras.
"Iya, Yah." Terpaksa Laras mengiyakan. Dia tak mau tangan kekar Rasyid melayang ke pipinya seperti saat dia ketahuan membolos sekolah dulu.
"Sekarang masuk ke kamarmu!" Rasyid sangat kesal pada Laras yang begitu saja menyerahkan diri pada laki-laki yang baru dikenalnya di medsos.
Meski dengan kejadian itu akhirnya Rasyid terpaksa menyuruh anaknya segera menikah. Dia tak mau Laras hanya jadi mainan buaya macam Tomi.
Jangan sampai Laras ditinggal Tomi setelah bosan. Dan minimal saat ini, berkurang tanggung jawab Rasyid. Apalagi Tomi sudah mapan. Paling tidak dia juga akan kecipratan uang dari Tomi setelah jadi menantunya.
Dasar anak jaman sekarang, gampang sekali menyerahkan dirinya. Berkali-kali Rasyid merutuki kelakuan Laras, yang menurutnya terlalu murahan.
Kling.
Ponsel Rasyid berdentung. Ada satu pesan masuk dari Lili. Dengan malas Rasyid membacanya.
Tiba-tiba Lili menelponnya.
"Ada apa?" tanya Rasyid.
"Aku kangen," jawab Lili dengan suara manja. Rasyid berdecak sebal. Lili tak memberikan keuntungan apapun padanya.
"Aku lagi sibuk, Li!" sahut Rasyid kesal.
"Sibuk apa, Mas?" tanya Lili.
"Sibuk nyari duit. Besok pagi Niken harus bayar sekolah!" jawab Rasyid berbohong. Padahal Niken yang sekolah di sekolah negeri, tak ada bayaran apapun.
"Ooh. Kirain sibuk memikirkan Lili. Hihihi." Lili tertawa bikin Rasyid makin sebal saja.
"Enggak usah becanda deh. Kamu bisa bantu enggak? Kalau enggak, aku tutup nih telponnya." Dengan kejam Rasyid mengancam Lili.
"Ih, kok Mas Kahlil gitu sih? Memangnya butuh berapa sih?" tanya Lili. Dia yang benar-benar kangen dengan Rasyid, tak mau Rasyid begitu saja menutup telponnya.
Rasyid seperti mendapatkan angin segar.
"Lima ratus ribu!" jawab Rasyid bersemangat. Soal nanti Lili menawar itu urusan lain.
"Tapi Lili cuma punya uang dua ratus ribu, Mas." Benar perkiraan Rasyid, Lili menawarnya.
"Waduh! Kalau dua ratus, terus aku cari kurangannya dari mana?" Rasyid pura-pura kebingungan. Padahal dia sedang mencoba menaikan lagi tawaran Lili.
"Lili cuma punya segitu, Mas." Lili tetap kekeh tak mau mengeluarkan lebih. Itu pun dengan satu syarat, Rasyid harus mengambilnya sendirian ke rumah yang diakui Lili sebagai rumahnya. Kebetulan juga majikannya sedang keluar kota dan seorang pembantu lainnya sedang cuti.
Rasyid mengiyakan saja. Lumayan, pikir Rasyid. Dari pada enggak pegang uang sama sekali.
Setelah menutup telponnya, Rasyid baru sadar kalau bensin motornya kosong melompong. Tadi saja dia sampai mendorong bersama Niken cukup jauh.
Rasyid ingat tadi Laras membawa uang Tomi ke warung, pasti masih ada sisanya.
"Laras!" teriak Rasyid.
"Iya, Yah!" jawab Laras dari kamar. Dia sedang menyelesaikan satu episode novel online-nya.
"Sini kamu!" teriak Rasyid lagi.
"Laras lagi ngetik, Yah. Nanggung!"
Rasyid berdecak kesal. Lalu mendatangi Laras di kamarnya.
"Mana sisa uang dari Tomi? Ayah pinjam dulu." Rasyid menadahkan tangannya.
"Uang apa, Yah?" Laras benar-benar lupa. Karena dia harus kembali konsentrasi menyelesaikan daily update-nya.
"Enggak usah pura-pura kamu! Tadi yang buat beli kopi. Jangan bilang uangnya kamu belikan kopi semua!" Rasyid paham betul sifat Laras yang suka berbohong demi bisa menyimpan uang.
"Udah dipakai jajan sama Niken!" sahut Laras.
"Enak aja! Niken cuma dikasih dua ribu, Yah!" Niken membela diri.
"Ayo cepetan. Ayah mau ambil uang sekarang. Nanti Ayah ganti dua kali lipat!" ucap Rasyid biar Laras mau meminjamkan uangnya.
"Tapi beneran ya, Yah?" Laras tak begitu percaya pada Rasyid.
"Iya. Pasti Ayah ganti dua kali lipat. Kalian nunggu aja di rumah!" Rasyid akan memenuhi syarat dari Lili. Yang penting hari ini dapat uang. Rokok, kopi dan makana semua sudah habis.
Dengan berat hati, Laras memberikan uangnya yang lima belas ribu.
Rasyid meraihnya dengan semangat.
"Ya udah, Ayah pergi dulu. Jangan kemana-mana. Tungguin Ayu!" Rasyid tak mengatakan kalau dia akan ke rumah Lili. Kalau mereka tahu, bisa minta ikut semua.
Karena meski tak bisa berenang, anak-anak Rasyid suka bermain air. Apalagi di kolam renang mewah seperti di rumah Lili.
Dengan modal lima belas ribu, Rasyid pergi ke rumah Lili. Dia mendorong motornya sebentar sampai ke kios bensin terdekat dari rumahnya.
Lumayan lah dapat satu liter. Yang lima ribu dia belikan rokok ketengan.
"Rokoknya cuma dapat dua batang, Pak. Kembali seribu," ucap si penjual.
"Enggak ada yang lima ribu tiga atau empat gitu?" Rasyid mencoba menawar.
Si penjual tetep kekeh tak mau mengurangi harganya. Untungnya Rasyid merogoh kantong celananya, menemukan uang seribuan bekas kerokan kemarinnya.
"Nih! Tiga batang!" Rasyid memberikan uang koinnya.
Hh! Jadi penjual pelit amat sih? Batin Rasyid. Lalu dia segera pergi setelah menyalakan rokok kreteknya. Rokok mild dari Tomi, buat Rasyid enggak nendang.
Rasyid menikmati rokoknya sambil melajukan motornya perlahan. Dunia terasa sudah ada di genggamannya.
Sebentar lagi, dia akan punya uang lagi meski hanya dua ratus ribu. Cukuplah buat membeli tambahan bensin, rokok, kopi dan makan anak-anaknya.
Sampai di depan gerbang rumah Lili, Rasyid tak bisa langsung membuka pintu gerbangnya. Karena tanpa sepengetahuan Lili, ternyata majikannya mendatangkan seorang satpam yang bertugas membuka dan menutup pintu gerbang. Sekaligus menjaga keamanan rumah.
Saat Lili mengetahuinya, ternyata hape Rasyid ketinggalan di rumah. Jadi tak bisa dihubungi, karena Rasyid sudah jalan.
"Maaf. Bapak mau cari siapa?" tanya satpam baru itu.
"Saya cari kekasih saya. Pemilik rumah ini," jawab Rasyid penuh percaya diri.
"Kekasih Bapak pemilik rumah ini?" tanya satpam itu tak percaya melihat tampang Rasyid yang kumal dengan pakaian yang sudah buluk.
"Iya! Kalau enggak percaya, biar saya telpon orangnya." Rasyid mencari hapenya.
"Aduh! Hape saya ketinggalan, lagi!" Rasyid menepuk jidatnya.
"Jangan ngaku-ngaku, Pak. Majikan saya orang kaya! Mana mau dengan lelaki kumal seperti Bapak! Lagi pula majikan saya sudah punya suami! Sudah pergi sana!" Hardik satpam baru itu. Lalu dia kembali ke pos tanpa membukakan pintu gerbang sama sekali pada Rasyid.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments