"Kak! Kita makan nasi goreng spesial!" Niken langsung berlari masuk ke dalam rumah sambil mengacungkan kantong kresek.
Laras langsung keluar dari kamar Ayu.
"Waah...! Coba lihat!" Laras meraih kantong kresek itu, lalu membukanya.
Dua buah stereoform yang ditempeli sticker logo warung nasi goreng. Laras membukanya.
Ada telur mata sapi. Ada acar ketimun dan wortel yang dipotong kecil-kecil. Baso, sosis dan potongan ayam terlihat jelas di nasi gorengnya.
"Sebentar-sebentar, di foto dulu." Laras langsung membuka ponselnya.
Cekrek.
Cekrek.
Rasyid menatap kedua anaknya yang begitu gembira dengan perasaan lega. Meski gagal membeli obat buat Ayu.
"Yah. Kok cuma dua belinya? Ayah enggak mau?" tanya Laras. Rasyid mengerutkan keningnya.
"Ini buat kita berdua. Ini buat Ayah sama Ayu!" sahut Niken memisahkan dua nasi goreng itu.
Laras menatap tak bersemangat. Ya, semangatnya hilang. Dia pikir, akan menghabiskan nasi goreng yang sepertinya enak sekali itu sendirian.
"Ini juga mahal tau! Dua porsi lima puluh ribu!" ucap Niken melihat kekecewaan Laras.
"Haah...!" Laras melongo mendengarnya.
"Udah! Enggak usah ribut. Bangunkan Ayu. Kita makan," ucap Rasyid. Dia juga sudah lapar.
"Ayu! Bangun! Kita makan nasi goreng spesial dulu! Kalau sudah, kamu boleh tidur lagi!" Niken membangunkan Ayu. Sementara Laras mengambil sendok dan gelas untuk minum.
Rasyid tak akan mengijinkan makan, kalau anak-anaknya belum kumpul semua. Makanya Niken yang juga sudah lapar, semangat membangunkan Ayu.
Ayu membuka matanya. Kepalanya masih sangat pusing. Nafasnya pun terasa panas, karena suhu badannya belum turun.
"Ayo, kita makan. Nanti abis makan, tidur lagi deh," rayu Niken.
Ayu mengangguk. Tapi tidak punya tenaga untuk bangkit.
"Sini aku bantu." Niken menarik tangan Ayu hingga terduduk.
"Ayo jalan!" ajak Niken. Ayu menggeleng.
Wah, bakal gagal makan nasi goreng spesialnya kalau Ayu tidak mau jalan.
Niken yang badannya lumayan besar, bahkan lebih besar dari badan Laras, mengangkat Ayu hingga sampai depan kamar.
Di lantai sudah ada Laras dan Rasyid. Niken mendudukan Ayu di dekat Rasyid. Karena jatah makan mereka bersama.
"Kak, tadi aku kan sudah bikin teh. Kok enggak dibikin es teh?" tanya Niken pada Laras.
"Udah abis. Esnya sudah luntur!" jawa Laras yang langsung dicemberuti oleh Niken.
"Udah, minum seadanya!" ucap Rasyid.
"Ayu makan, ya? Ayah suapi." Rasyid mengulurkan sendok ke mulut Ayu. Ayu menggeleng.
"Eh, Ayu harus makan. Biar cepet sembuh," rayu Rasyid.
Ayu tetap menggeleng. Mulutnya terasa pahit.
"Obatnya Ayu mana, Yah?" tanya Laras.
"Uang Ayah abis. Nih buat bayar nasi goreng." Niken menunjuk dua nasi goreng pilihannya.
"Hhmm. Eh, kamu ambil piring sendiri aja sana! Langsung dibagi dua. Aku belum nyendok, kamu sudah dua kali," ucap Laras.
Kalau soal cepet-cepetan makan, Niken jagonya. Makanya badannya lebih besar dari Laras yang gerakannya kurang gesit.
"Iya!" seru Niken. Lalu dia ke dapur mengambil piring.
"Nih!" Niken menyerahkan piring plastik. Dan Laras benar-benar membagi dua nasi gorengnya.
Rasyid masih sibuk merayu Ayu yang belum mau membuka mulutnya.
"Kak! Aku bagi acarnya!" pinta Niken.
"Itu udah!" jawab Laras.
"Sedikit banget!" protes Niken.
"Aku juga cuma sedikit!"
Rasyid yang kesal dengan ulah kedua anaknya, melemparkan plastik acarnya dengan kasar.
"Tuh makan! Kalian itu, dikasih makan ribut! Enggak dikasih makan ribut! Maunya apa?" teriak Rasyid.
Laras dan Niken langsung terdiam dan menundukan wajahnya.
"Apa perlu Ayah lemparkan juga nasi goreng ini, hah?" Rasyid masih belum turun juga emosinya.
"Enggak, Yah," jawab Laras. Lalu memakan nasi gorengnya perlahan.
Rasyid tak punya nafsu makan lagi. Dia berdiri dengan susah payah.
"Laras! Suapi Ayu! Paksa dia biar mau makan!" ucap Rasyid. Lalu keluar dan pergi dengan motornya.
"Aku aja Kak, yang nyuapin," ucap Niken.
"Hhmm! Enak aja! Kan aku yang disuruh sama Ayah! Kamu ngarepin Ayu enggak mau makan, kan? Biar nanti nasi gorengnya buat kamu semua?"
Niken tersenyum meringis. Tahu saja kakaknya ini, batin Niken.
"Ayu, makan. Kalau enggak, nanti ayah marah sama kamu lagi. Tuh lihat! Ayah pergi, kan?" ucap Laras.
Dalam hati, Ayu ingin menjawab kalau ayahnya pergi bukan karena dia. Tapi karena mereka yang rebutan makanan. Tapi Ayu sedang tak punya tenaga untuk bicara.
Ayu hanya menggeleng.
"Beneran kamu enggak mau makan, Yu?" tanya Niken. Makanannya sudah ludes duluan.
"Kamu mau ngapain?" tanya Laras.
"Daripada mubadzir, mending aku habisin aja," jawab Niken.
"Enak aja!" Laras menjauhkan nasi goreng Ayu.
Ayu jengah melihat kedua kakaknya yang ributin makanan terus. Dengan sisa tenaganya, dia berdiri dan berjalan merambat masuk ke dalam kamarnya.
Langsung saja Laras dan Niken berebut nasi goreng yang ditinggalkan kedua pemiliknya.
"Aahhkk! Gila kenyang banget!" Niken bersendawa dengan keras meniru Rasyid. Mumpung Rasyid tidak ada juga.
"Beresin tuh! Aku mau nemenin Ayu!" Laras berdiri dan masuk ke kamar Ayu.
"Enak aja! Aku yang capek-capek nyari duit, sampe kejebur kolam renang. Mana hapeku juga ikutan kejebur juga!" tolak Niken.
"Sukurin!" sahut Laras sambil ketawa.
"Kak! Ini beresin! Aku mau ganti baju!" Niken masuk ke kamarnya dan membiarkan lantai berantakan begitu saja.
Sampai di kamar, bukannya ganti baju, Niken langsung menjatuhkan diri di kasur, lalu tidur.
Laras pun sudah memejamkan matanya di sebelah Ayu. Sementara Ayu, terpaksa merem karena kepalanya masih pusing.
Rasyid yang tak lagi memegang uang sepeserpun, melajukan motornya ke rumah temannya. Di sana dia pasti akan ditawari kopi. Syukur-syukur ditawari makan juga.
"Eh, Syid. Dari mana?" Hamid, teman sekolah Rasyid sudah terlihat rapi bersama istrinya.
"Dari apotek. Nyari obat turun panas buat Ayu. Terus mampir ke sini dulu, deh," jawab Rasyid berbohong.
"Ooh. Tapi kita mau keluar, Syid. Istriku ngajak candle light dinner. Katanya buat ngerayain anniversary pernikahan kita," ucap Hamid.
"Ayo, Bi. Nanti keburu malam," ajak istri Hamid yang sudah berdandan cantik.
"Maaf ya, Syid. Lain kali aja mampirnya." Hamid mengeluarkan sebuah motor matic keluaran terbaru. Dan segera meninggalkan Rasyid sendirian.
Hamid tak mau membuang-buang waktu dengan Rasyid. Pasti nanti ada saja yang akan diminta olehnya.
Rasyid hanya menelan ludahnya. Temannya yang dulu culun banget saat sekolah, kini sudah mapan hidupnya.
Meski kecil dan masih mencicil, Hamid mempunyai rumah sendiri. Motorpun keluaran terbaru. Entah motor lamanya ada di mana. Istrinya pun terlihat glowing sekali wajahnya. Pasti perawatan wajahnya enggak murah.
Sementara dia? Rumah masih ngontrak, itu pun rumah sangat sederhana yang harga kontrakannya murah. Motor hanya pemberian sepupunya yang tak ada surat-suratnya. Istrinya kabur dan menyisakan tiga anak yang kini jadi tanggungannya.
Rasyid menghapus titik bening di ujung matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments