"Rapikan pakaianmu!" bentak Rasyid lagi. Emosinya sudah berada di ubun-ubun.
"Iya, Yah," sahut Laras perlahan. Lalu memasang kembali pengait bra-nya yang tadi di lepas oleh Tomi.
Tomi pun buru-buru mematikan hapenya. Rasyid yang tadi sempat juga melihat hape Tomi pada posisi merekam video, merampas hape Tomi.
"Untuk apa, Om?" tanya Tomi.
Rasyid tak mempedulikan pertanyaan Tomi. Dia langsung membuka galeri Tomi. Dan menghapus video rekaman yang barusan.
Tak puas dengan menghapus video itu, Rasyid masih membuka foto-foto yang lainnya. Dan mata Rasyid makin terbelalak saat melihat beberapa foto Laras dalam keadaan tanpa pakaian selembarpun. Rasyid meyakini foto-foto itu diambil Laras di dalam kamar mandi.
Tanpa ba bi bu lagi, Rasyid menghapusnya. Tak disangka juga oleh Rasyid, ternyata Tomi tukang koleksi foto-foto bugil perempuan. Entah darimana dan bagaimana dia mendapatkannya.
Dan parahnya, anak perempuan kebanggaannya menjadi salah satu koleksi Tomi.
"Nih!" Rasyid menyerahkan hape Tomi.
"Sekarang juga silakan kamu angkat kaki dari rumah ini!" teriak Rasyid penuh emosi, tanpa berfikir panjang lagi.
"Yah!" seru Laras.
"Tapi, Om....!" protes Tomi.
Rasyid tak mau lagi ada penolakan.
"Laras! Kamu masuk ke kamar!" perintah Rasyid.
Laras bergeming. Kali ini dia tak mau menuruti perintah Rasyid.
"Tunggu apalagi? Apa nunggu Ayah menggamparmu, hah!" Rasyid semakin emosi melihat Laras tak segera beranjak.
"Gampar kalau itu bisa membuat Ayah puas! Dan Laras akan ikut Tomi kalau Ayah mengusirnya!" sahut Laras dengan lantang.
Niken bengong mendengarnya. Sejak kapan kakaknya yang penurut bisa membangkang perintah?
Rasyid pun tak kalah terkejutnya. Dia tak mengira kalau Laras akan membangkang.
Tomi masih terdiam di tempat duduk. Setelah menghela nafasnya dalam-dalam, barulah Tomi berbicara sebagai lelaki yang gentleman.
"Jangan khawatir, Om. Saya akan mempertanggung jawabkan perbuatan saya. Saya akan segera menikahi Laras." Tomi khawatir juga kalau Rasyid semakin emosi dan dia babak belur di situ.
Semua yang berada di situ bengong. Termasuk Laras sendiri. Dia tak pernah berfikir tentang pernikahan. Pacaran saja baru kali ini.
"Menikahi Laras?" tanya Rasyid.
Tomi mengangguk. Karena dia sudah terlanjur mengatakan tadi.
"Kerja apa kamu, sampai berani mengatakan mau menikahi anakku?" tanya Rasyid meragukan Tomi.
"Saya manager di sebuah perusahaan keuangan, Om," jawab Tomi berbohong. Padahal dia hanya seorang dept colectornya saja.
Rasyid menatap Tomi dari atas sampai ke bawah. Dan Rasyid pun ingat dengan mobil yang diparkir di depan rumahnya. Dia yakin itu adalah mobil Tomi.
"Dimana kamu tinggal?" Rasyid mulai munurunkan nada suaranya. Lalu duduk tak jauh dari Tomi. Laras pun ikut duduk di sebelah Rasyid. Niken memilih duduk di lantai.
Dari tadi Niken sebenarnya fokus melihat kue balok coklat keju yang ada di atas meja. Inilah kesempatannya untuk mengambil satu. Tenggorokannya sudah berkali-kali cleguk-cleguk.
"Saya tinggal di komplek Raflesia, Om. Tapi itu masih rumah orang tua. Nanti kalau saya sudah menikah dengan Laras, saya bisa menempati rumah orang tua saya yang satunya." Tomi mulai mengibuli Rasyid dan anak-anaknya.
"Wouw! Rumah orang tua Kak Tomi banyak?" Niken ikut bertanya karena penasaran.
"Enggak banyak. Cuma ada dua. Yang satu memang untuk Kakak nantinya," jawab Tomi. Dia sudah terlanjur berbohong, sekalian saja dia besar-besarkan. Yang penting dia bisa pulang dengan aman.
Laras tersenyum bangga. Tidak salah pilihannya. Tomi seorang lelaki mapan dan anak orang kaya.
"Ya sudah. Segera bawa orang tua kamu ke sini. Aku tak mau kalian terlalu lama pacaran. Sangat membahayakan," ucap Rasyid, lalu mencomot kue balok di depannya.
"Niken, buatkan kopi buat Ayah."
Niken beranjak tapi tangannya mencomot kue itu sekali lagi. Laras melotot melihatnya. Adiknya ini sangat tidak sopan. Dia saja baru memakannya satu saat memindahkannya ke piring tadi.
Niken hanya nyengir saja dan bergegas ke dapur.
"Yah! Kopinya abis!" teriak Niken dari dapur.
"Beli di warung depan, Nak," sahut Rasyid.
Niken kembali ke depan.
"Mana uangnya?" Niken menengadahkan tangannya.
Rasyid pura-pura berdiri dan merogoh kantong celananya.
"Aduh, uang Ayah abis. Belum sempat ambil di ATM." Rasyid kembali duduk.
"Kamu ada uang kecil, Tom?" tanpa malu-malu Rasyid meminta uang pada Tomi.
Tomi pun berdiri dan merogoh kantong celananya. Lalu mengeluarkan pecahan dua puluh ribuan.
"Ini, Om."
Tanpa malu-malu juga, Rasyid mengambilnya dan memberikan pada Niken.
"Sisanya buat Niken ya, Kak Tomi?" Setali tiga uang dengan Rasyid, Niken pun tanpa tahu malu mengatakannya.
"Ambil aja," jawab Tomi.
Laras semakin gregetan dengan Niken. Lalu dia merebut uang itu dari tangan Niken.
"Biar aku aja yang beli." Laras langsung beranjak dari duduknya.
"Aku ikut, Kak." Niken berlari mengejar Laras yang berjalan buru-buru. Dia juga mau kebagian uang sisanya.
"Ngapain sih kamu? Ini kan uang Tomi. Pacarku." Laras mempercepat jalannya. Niken tak mau peduli, dia tetap mengikuti Laras.
Sampai di warungnya Yanti, Laras meminta dua sachet kopi plus gula. Biar tak perlu membeli gula lagi. Karena dia tahu kalau gula di dapur juga habis.
"Berapa Bu?" tanya Laras.
"Tiga ribu, Ras," jawab Yanti.
Laras menyerahkan uang dua puluh ribuannya. Lalu menerima kembalian tujuh belas ribu. Dengan santai dia memberikan dua ribuannya pada Niken.
"Nih, jatah kamu!" Lalu Laras mengantongi sisanya.
"Kok cuma dua ribu?" protes Niken.
Laras melotot ke arah Niken, dan meninggalkannya begitu saja.
Niken menghentakan kakinya dengan kesal. Dia pikir akan dapat lebih banyak. Dia ingin membeli cilok di sebelah warung sembako milik Yanti.
Akhirnya Niken hanya bisa membeli dua buat makanan yang berharga seribuan.
Dasar pelit. Curang. Niken menggerutu sepanjang perjalanan pulang.
Laras kembali ke rumahnya dan langsung ke dapur. Dia membuatkan dua gelas kopi. Satu untuk Rasyid, satunya untuk Tomi.
"Makasih, Ras," ucap Tomi.
"Anak Ayah memang pinter. Tom, enggak salah kamu memilih anakku. Laras sangat rajin di rumah." Rasyid memuji Laras, anak kebanggaannya.
"Iya, Om. Terima kasih Om sudah merestui kami," sahut Tomi.
"Lalu kapan orang tua kamu mau ke sini?" Rasyid kembali memastikannya.
"Secepatnya, Om. Nanti sore kalau mama dan papa sudah di rumah, saya akan membicarakannya," jawab Tomi.
Rasyid manggut-manggut. Lalu dia menyeruput kopinya. Setelah itu Rasyid baru ingat kalau rokoknya habis.
"Kamu punya rokok, Tom?" tanya Rasyid.
Tomi mengeluarkan bungkus rokok mild-nya dari kantong kemejanya.
Tanpa malu-malu, Rasyid menyikatnya.
"Enak juga ya rokok mild," ucap Rasyid setelah menghisapnya.
"Om, biasanya merokok apa?" tanya Tomi.
"Aku sih pakai rokok kretek. Ya maklum, orang tua," sahut Rasyid.
"Om, saya pulang dulu ya. Ada urusan pekerjaan siang ini," ucap Tomi. Padahal dia akan cuma akan mengembalikan mobil milik temannya.
"Oh iya. Hati-hati di jalan. Rokoknya tinggal saja, ya. Aku belum sempat ke ATM soalnya."
Tomi hanya bisa menelan ludahnya. Belum apa-apa sudah tekor. Pikir Tomi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments