"Yah. Kita mau jajan ya?" Laras pamit ke Rasyid untuk mengajak adik-adiknya jajan.
Ada jatah jajan dari Rasyid tadi. Meski maksud Rasyid, jajannya nanti kalau sudah lapar lagi. Tapi tidak begitu dengan sikap anak-anaknya.
Begitu mereka mendapatkan uang jajan, ya harus segera dihabiskan. Karena kalau tidak, bakalan diambil lagi oleh Rasyid dengan dalih pinjam. Tapi tak pernah dikembalikan.
"Kan baru saja makan. Memangnya makan tadi belum kenyang?" tanya Rasyid sambil mengipas-ngipas perut buncitnya dengan sobekan kardus.
"Kenyang, Yah. Tapi kita kepingin jajan." Laras, anak kesayangan Rasyid mulai merengek.
"Ya sudah sana. Ajak adik-adik kamu. Ayah beliin juga ya?" Tak ayal Rasyid minta dibelikan juga.
"Uangnya?" Laras menengadahkan tangannya.
"Kan tadi uangnya sudah Ayah kasih kamu semua."
"Ya sudah. Berarti jatah Niken sama Ayu dipotong buat beli jajannya Ayah," sahut Niken.
"Terserah kamu! Sudah sana, jangan ganggu Ayah dulu."
"Niken! Ayu! Ayo cepetan!" Laras memanggil kedua adiknya yang sudah siap dari tadi.
Setelah makan, mereka langsung merencanakan membeli jajan. Saat kedua adiknya bersiap, Laras bagian merayu ayahnya.
Dua anak perempuan Rasyid langsung menghampiri kakaknya.
"Rapi-rapi amat! Memangnya kalian mau beli jajan di mana?" Rasyid terkejut, karena biasanya ketiga anaknya hanya mengenakan celana pendek untuk sekedar beli jajan di warung dekat rumah.
"Ke Supermarket, Yah," jawab Ayu mewakili kedua kakaknya. Karena kalau sampai Rasyid marah, mereka akan bilang Ayu yang mau.
Itu semua sudah disetting oleh Laras dan Niken sebelumnya. Seperti biasa, mereka akan mengorbankan si kecil yang tak tahu apa-apa.
"Memang cukup uangnya?" tanya Rasyid lagi. Setahunya tadi dia hanya memberi satu lembar lima puluh ribuan untuk mereka bertiga.
"Cukup-cukupin, Yah." Giliran Laras yang menjawab.
Rasyid bangga pada ketiga anaknya yang akur. Mereka mau saling berbagi juga mau hidup seadanya bersamanya.
"Ayo, Kak. Cepetan. Aku yang bawa motornya. Yah! Pinjem motornya sebentar, ya?" Tanpa menunggu persetujuan Rasyid, Niken langsung mengambil kunci motor di dekat Rasyid duduk.
Sampai di luar rumah, Laras mengeluarkan uang lima puluh ribuan tadi.
"Nih, uang yang buat jajan. Lima puluh ribu. Mestinya kan ini dibagi tiga. Aku dua puluh, kalian berdua lima belasan. Tapi berhubung tadi ayah minta juga, jatah kalian aku potong lima ribu per orang. Jadi ayah belinya makanan seharga sepuluh ribu. Sama kaya kalian," jelas Laras.
"Kok cuma sepuluh ribu? Kakak dua puluh ribu. Curang itu namanya," protes Niken.
Ayu hanya diam saja. Dia sudah terbiasa dicurangi kakak-kakaknya. Bahkan tak jarang, makanannya dimintai juga, dengan alasan icip-icip.
"Ya enggak curanglah. Aku kan anak paling gede. Ya dapatnya paling gede." Laras membela dirinya sendiri.
"Ayah tuh paling gede!" sahut Niken dengan kesal.
"Mau enggak? Kalau enggak mau, ini uangnya buat aku sama Ayah saja." Laras mengantongi kembali uangnya.
Niken cemberut. Tapi mengalah juga. Daripada enggak dapat sama sekali.
Niken menstater motor lalu segera melajukannya, setelah adik dan kakaknya naik di belakangnya.
Sepanjang jalan, Niken menghitung uang sepuluh ribunya bakal dapat jajanan apa di Supermarket.
"Kak! Nanti bayarnya parkir pakai uang kamu, ya?" seru Niken.
"Iya! Temang aja!" Laras mengiyakan saja. Toh uangnya jauh lebih banyak dari kedua adiknya. Dia juga masih punya uang kembalian dari warung nasi padang tadi.
Sampai di Supermarket, mereka bergaya seperti anak-anak orang kaya.Bahkan Niken memakai kaca mata Rasyid yang di ambilnya tadi diam-diam.
"Hhmm!" Laras melengos kesal. Karena dia kalah cepat dengan Niken. Biasanya dia yang mengambilnya lebih dulu.
Mereka mengambil keranjang belanjaan. Lalu mulai berkeliling seperti sibuk memilih. Mereka membaca satu persatu sambil membandingkan harga.
Seorang penjaga Supermarket sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka. Apalagi saat mendengar mereka sibuk menghitung jumlah belanjaan.
"Kak, uangku kurang dua ribu. Kakak nanti tombokin, ya?" pinta Niken pada Laras.
"Enak saja! Aku nanti masih harus bayar parkir dua ribu! Minta sama Ayu sana!"
"Enggak mau! Ayu saja masih kurang," sahut Ayu. Kali ini dia tidak mau mengalah.
Niken langsung cemberut. Tapi tak lama dia tersenyum licik. Lalu dia menarik Laras menjauh dari Ayu.
Lalu Niken membisikan rencananya pada Laras.
"Tega, kamu!" ucap Laras.
"Kakak juga tega. Main potong-potong saja. Jatah Kakak enggak dipotong. Padahal jatah Kakak kan paling banyak." Niken membela diri.
"Ya udah. Terserah kamu lah." Laras kembali ke rak makanan, karena dia akan mengembalikan satu macam makanan pilihan Ayu.
Sementara Niken menarik tangan Ayu, agar menunggu di luar. Sambil mengajaknya melihat-lihat aksesoris.
Rencana Niken berhasil dijalankan oleh Laras dengan sempurna. Lalu mereka segera pulang.
Sampai di rumah, Laras membongkar belanjaannya. Dia sudah memisahkan makanannya dan makanan ayahnya di plastik berbeda.
"Nih punya kalian berdua!" Laras melemparkan ke lantai plastik yang berisi makanan Niken dan Ayu.
Niken segera mengambilnya dan mengeluarkan makanannya. Dia menyisakan milik Ayu.
"Ini punya kamu, Kribo!" Niken memang sering meledek Ayu dengan panggilan kribo. Karena rambut Ayu yang keriting dan selalu berantakan.
Ayu tak pernah marah dengan panggilan apapun dari kedua kakaknya. Dia membuka plastik dan mengeluarkan makanannya yang hanya tinggal tiga macam. Mestinya ada empat macam.
"Kok punya Ayu tinggal tiga? Tadi kan ada empat?" teriak Ayu yang sudah ditinggal masuk ke kamar oleh kedua kakaknya.
Kedua kakaknya tertawa puas sudah berhasil mencurangi adiknya.
"Ayah! Makanan Ayu kurang satu!" Ayu berteriak di samping Rasyid yang sedang tertidur terlentang sambil memegangi perut buncitnya.
Rasyid terbangun karena kaget.
"Apaan sih kamu teriak-teriak. Ngagetin Ayah saja!" bentak Rasyid.
"Makanan Ayu kurang satu. Huwaa...." Ayu menangis sejadi-jadinya.
"Diam! Bisa diam enggak kamu!" Rasyid malah semakin marah.
Ayu tak peduli dengan kemarahan Rasyid. Dia malah semakin kencang menangisnya.
Rasyid yang sudah memuncak amarahnya, menyeret tubuh kecil Ayu dan mengurungnya di kamar mandi.
"Ayah! Ayah! Keluarin Ayu, Yah!" Ayu menggedor-gedor pintu kamar mandi. Rasyid tak mau mendengarkan. Dia malah pergi dan masuk ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya.
Laras dan Niken menahan tawanya. Karena takut terdengar Rasyid. Dan bukan tidak mungkin Rasyid akan memberikan hukuman juga untuk mereka.
Ayu masih terus menangis sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Kedua kakaknya mendiamkan. Mereka asik menikmati makanan mereka sendiri-sendiri.
Hingga satu jam kemudian, Laras kebelet pipis.
Laras membuka pintu kamar mandi. Dia pura-pura peduli pada adiknya ini.
"Kamu, sih. Ayah jadi marah, kan? Ayo keluar mumpung ayah tidur lagi."
Ayu yang duduk di samping closet jongkok, segera keluar. Tangisnya sudah usai. Air matanya pun sudah kering. Tapi badannya menggigil kedinginan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments