Rasyid mengendarai motornya tak tentu arah. Pikirannya kalut oleh beban hidup yang dirasakannya sangat berat.
Dia merasa tak ada seorangpun yang mau peduli padanya. Ibu dan adiknya pun tak mau menerimanya. Bahkan mereka menjauhi Rasyid dan anak-anaknya setelah Salma pergi.
Ibu dan adik perempuannya lebih membela Salma daripada Rasyid yang jelas-jelas bagian dari keluarga mereka.
Rasyid berhenti di sebuah warung di pinggiran pantai yang tutup. Dia merenung sendirian di sana. Hanya ditemani rokok yang hanya tersisa setengah bungkus.
Kling!
Ponsel Rasyid berbunyi. Menandakan ada sebuah pesan masuk untuknya.
Dengan malas, Rasyid membukanya. Satu pesan masuk dari Lili. Dia menanyakan keadaan Ayu.
Rasyid hanya membalas berbagai pertanyaan Lili sepatah dua patah kata saja. Dia sedang tidak mood menanggapi.
Toh ditanggapi pun, Lili tak banyak membantunya. Rasyid jadi kesal pada Lili.
Dan yang bikin Rasyid makin kesal, Lili malah banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Tentang alasannya berpisah dengan mantan istrinya.
Sebenarnya status hubungan Rasyid dan Salma sekarang tidak jelas. Salma pergi darinya setelah pertengkaran terakhir mereka.
Kelanjutan pernikahan mereka tak pernah di urus oleh Rasyid. Jangankan uang untuk mengurus perceraian di Pengadilan Agama, untuk makan sehari-hari pun kadang anak-anaknya harus menahan lapar dulu.
Sedangkan Salma sendiri meskipun telah memiliki keluarga baru, tak jelas juga statusnya.
Saat pergi darinya, awalnya Salma tinggal di rumah majikan di mana dia bekerja sebagai ART. Dan masih mau memberikan sebagian gajinya untuk anak-anaknya.
Tapi tak lama, karena Salma kemudian menjalin hubungan dengan laki-laki lain dan kabarnya sampai memiliki seorang anak.
Salma sempat benar-benar menghilang dari kehidupan Rasyid dan anak-anaknya.
Sampai kemudian Laras berhasil menemukannya di medsos, Salma berfoto bersama seorang lelaki dan seorang bayi laki-laki lucu.
Laras memberitahukan pada Rasyid. Rasyid mengamuk tak ada juntrungannya. Mungkin cemburu karena sejatinya, pernikahannya dengan Salma belum usai. Atau karena kesal Salma tak lagi memberikan uang untuk ketiga anaknya. Hanya Rasyid yang tahu soal itu.
Lili terus saja mengirimi pesan pada Rasyid. Bahkan dia menasehati Rasyid agar kuat dan sabar menghadapi cobaan hidupnya.
Biasanya Rasyid yang akan berubah ujud jadi seorang motivator untuk korban-korbannya. Kini Rasyid yang banyak menerima motivasi dari Lili. Rasyid hanya tersenyum jengah.
"Aku mau pulang!" tulis Rasyid di akhir chatnya. Lalu dia menutup ponselnya. Tak lagi menghiraukan pesan dari Lili lagi.
Sampai di rumah, bukan kenyamanan yang didapat Rasyid. Tapi keadaan rumah yang berantakan.
Sisa bekas nasi goreng berantakan di lantai. Sepertinya ada kucing yang masuk dan memporak porandakan stereoform bekas nasi goreng, karena pintu rumah dibiarkan terbuka.
Rasyid menggeram. Lalu berjalan memasuki kamarnya. Di sana Laras tertidur di sisi Ayu.
Lalu Rasyid menuju kamar satunya. Niken pun terlelap memeluk guling kumalnya.
Rasyid hanya bisa menghela nafas dengan kesal. Lalu dia menuju ruang tamu. Di sana ada sebuah bangku sofa butut yang cukup untuk Rasyid membaringkan tubuhnya.
Pikirannya kembali menerawang kemana-mana. Mau marah pun percuma, karena anak-anaknya sudah terlelap semua. Dan dia khawatir Ayu malah terbangun lagi. Sementara wajah Ayu tadi saat dilihatnya masih terlihat pucat.
Rasyid kembali membuka ponselnya. Pesan dari Lili sudah lumayan banyak. Bahkan beberapa kali Lili melakukan panggilan yang tak dijawab oleh Rasyid.
Lalu munculah keisengan Rasyid. Di saat suntuk seperti itu, Rasyid butuh pelampiasan.
Dan satu-satunya orang yang bisa diisengi Rasyid saat ini adalah Lili. Meski bodi dan tampang Lili jauh dari selera Rasyid, tapi kalau hanya untuk sekedar pelampiasan sepertinya boleh juga.
Rasyid tak membalas pesan dari Lili, bahkan tak membacanya. Dia langsung melakukan panggilan video call.
Panggilan pertama tak diangkat oleh Lili. Rasyid masih bersabar dan melakukan panggilan keduanya.
Beruntung Lili mengangkatnya. Rasyid langsung bersemangat. Lalu memasang head setnya agar pembicaraannya tak di dengar oleh anak-anaknya. Meskipun ketiga anaknya kalau tidur sudah seperti orang mati.
"Hallo, Cantik." Rasyid langsung menembak yang membuat wajah Lili langsung merona.
Sebenarnya Rasyid sudah pingin muntah melihatnya. Tapi entah mengapa adik di bawahnya malah menggeliat.
Apalagi melihat Lili yang hanya menggunakan daster. Lili sudah berada di dalam kamarnya yang sederhana.
Rasyid memegangi adiknya dan mengelusnya perlahan. Maksud Rasyid agar adiknya tertidur lagi.
Tapi saat mata Rasyid menatap daster Lili yang tipis dan mencetak dua gunung yang sepertinya sudah tak dialasi, adik Rasyid yang dibawah semakin menggeliat. Bahkan seperti ingin berdiri.
Rasyid memaki dalam hati. Kenapa malah bangun melihat barang yang sama sekali tak menarik.
Posisi Lili yang tiduran miring menampakan sedikit gundukan itu menyatu. Maklumlah dua gunung itu sudah tak lagi kokoh menjulang. Tapi sudah agak lembek seperti balon yang sudah berkurang anginnya.
"Kamu lagi ngapain, Cantik?" tanya Rasyid basa basi. Padahal jelas-jelas dia melihat Lili sedang rebahan.
"Lagi nungguin kamu, Mas." Suara Lili yang memang merdu, cukup menggelitik Rasyid untuk terus menggoda Lili.
"Masa sih?" Rasyid pura-pura tak percaya. Lili mengangguk lalu merubah posisinya menjadi tengkurap. Dan semakin menampilkan bagian atas belahan dua gunung Lili.
"Iya. Memangnya kamu enggak percaya?" tanya Lili dengan suara manja.
"Enggak!" Rasyid kembali pura-pura cuek.
"Ih, kok kamu enggak percaya sih, Mas. Aku kangen sama kamu, tau." Lili berguling dan posisinya kini terlentang.
"Mana buktinya kalau kamu kangen?" tanya Rasyid pelan.
"Mau bukti apa, Mas?" tanya Lili.
"Terserah kamu, deh. Tapi asal kamu tau, aku juga kangen sama kamu. Kamu benar-benar bikin adikku bangun," ucap Rasyid.
"Adik? Apa di rumah kamu ada adik kamu juga?" tanya Lili mengernyitkan dahinya. Yang Lili tahu, Rasyid hanya tinggal dengan ketiga anaknya.
"Ada. Mau lihat?" tanya Rasyid.
"Enggak ah, nanti adik kamu jadi tau hubungan kita," jawab Lili yang masih belum paham maksud omongan Rasyid.
Rasyid tertawa pelan. Jangan sampai anak-anaknya ada yang bangun mendengar suara tawanya.
"Adikku malah kepingin kenal kamu katanya. Kamu cantik, baik." Rasyid yang sudah semakin tak bisa menahan geliat adiknya, semakin ingin mengeluarkan gel putihnya.
Lili makin penasaran. Lalu dia bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya. Dia juga merapikan rambutnya yang berantakan. Bersiap kalau adik Rasyid melihatnya.
"Mana?" tanya Lili tak sabar.
"Kamu tak sabar melihatnya?" tanya Rasyid. Lalu perlahan tangan Rasyid yang sedang mengelus adiknya di keluarkan dan menarik sedikit retsleting celana panjangnya.
Lili semakin fokus menatap ke layar ponselnya. Tapi dia juga heran, kenapa Rasyid masih saja tiduran?
Rasyid sibuk menyiapkan adiknya juga biar saat dilihat Lili tak mengecewakan.
"Yah...Ayah...."
Rasyid langsung menutup retsletingnya lagi. Itu suara Ayu yang mengigau.
"Sebentar ya, Li. Kamu staytune di situ saja. Aku lihat Ayu dulu." Rasyid mematikan panggilannya.
Lili hanya mengangkat bahunya. Tapi dia masih tetap staytune menunggu berkenalan dengan adiknya Rasyid alias Kahlil Gibran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments