Rindu
Pagi itu Usai sarapan,
"Pa, Rindu nebeng ya!" pintanya.
Pramana yang saat itu sedang menunggu istrinya menyiapkan bekal makan siang, hanya menanggapinya dengan anggukan.
"Kamu tuh Ri, udah dibeliin mobil tapi masih aja nebeng sama papa," sahut Kartika Ibu dari gadis itu.
Rindu meringis menunjukan giginya, bukan apa-apa, hanya saja ia malas mengemudi, lebih baik nebeng dengan papa, hitung-hitung mengurangi polusi ibukota yang semakin hari semakin parah.
Pramana menghadiahkan sebuah mobil saat putri semata wayangnya menginjak usia tujuh belas tahun, sudah satu tahun ini, Rindu memiliki mobil sendiri, bahkan surat izin mengemudi sudah ada dalam dompetnya, tak lama setelah kartu tanda penduduk nya jadi.
"Ribet ma, pulang sekolah nanti Rindu kan harus ke tempat les bareng Andini, jadi biar nebeng dia aja,"
Kartika hanya menggeleng, putrinya ada saja alasannya, sebenarnya ia tau jika Rindu tidak seperti remaja seusianya yang hobi pamer harta orang tuanya.
Lihat saja penampilannya, berkaca mata, padahal minusnya hanya seperempat, rambut yang dikepang satu, juga kemeja seragam kebesaran, juga rok yang panjangnya dibawah lutut, padahal teman sekolahnya kebanyakan memakai rok diatas lutut.
Dari segi fisik, Rindu mewarisi kecantikan Kartika, hanya saja gadis itu menutupinya dengan penampilan culunnya.
Wanita yang beberapa bulan lagi akan menginjak umur empat puluh tahun, hanya bisa menghela nafas melihat tingkah laku putri semata wayangnya, begitu juga dengan Pramana.
Rindu mengambil tangan sang mama, menyalaminya dan menciumnya, tak lupa meminta doa agar hari ini diberi kelancaran.
Sama halnya dengan Pramana, ia selalu minta didoakan pada sang istri agar pekerjaannya hari ini lancar.
Lelaki yang menginjak umur empat puluh lima tahun itu bekerja sebagai manajer disalah satu perusahaan yang bergerak di bidang kontruksi terkemuka di negeri ini.
Meskipun sudah memiliki jabatan tinggi, tapi gaya hidupnya, tetap sederhana, setiap harinya Pramana akan minta dibawakan bekal untuk makan siang di kantor, padahal dengan penghasilannya, bisa saja ia membeli makan siang di restoran.
"Ri, ujian kelulusan kamu kapan?" tanya Pramana sembari mengemudikan mobilnya.
"Dua pekan lagi pa, kenapa emang?" tanya balik gadis yang baru menginjak umur delapan belas tahun dua bulan yang lalu.
Pramana manggut-manggut, "Lalu mengenai kuliah, apa kamu sudah menentukan universitas mana yang dipilih?" tanyanya lagi.
"Masih bingung pa, sebenarnya Andini ngajakin Rindu kuliah di Singapura, tapi Rindu nggak mau jauh dari mama dan papa," jawabnya.
Pramana menggelengkan kepalanya, ia mengerti mengapa putri semata wayangnya seperti itu.
"Maafin papa ya, akhir-akhir ini sibuk banget, lagi ada proyek cukup besar di kantor,"
"Nggak apa-apa pa, yang penting papa jaga kesehatan, jangan capek-capek,"
Mobil berhenti tak jauh dari gerbang sekolah dimana Rindu menimba ilmu, gadis itu menyalami tangan sang papa dan mencium punggung tangannya.
Wajah ceria yang ditujukan pada keluarganya, berubah ketika keluar dari mobil.
Di sekolah Rindu sengaja menjadi murid yang pendiam, ia sengaja tak menonjol, ia hanya ingin masa SMA-nya berjalan lancar tak ada masalah apapun, termasuk soal percintaan.
Sama seperti remaja yang sedang mengalami pubertas, Rindu juga tertarik dengan lawan jenis, hanya saja ia memilih tak memprioritaskan hal seperti itu.
Berbeda dengan Rindu, Andini yang merupakan sahabat dekatnya, adalah gadis dengan penampilan modis, selain penampilan, pemikiran keduanya sangat bertolak belakang, termasuk tipe lelaki yang disukai.
Rindu menyukai tipe lelaki yang cerdas dan kalem tak terlalu mementingkan fisik, sedangkan Andini menyukai lelaki tampan, populer dan sedikit nakal.
Keduanya bersahabat sejak bangku sekolah menengah pertama, dirasa nyaman akhirnya mereka bersahabat hingga sekarang.
Sesampainya di kelas, masih belum banyak yang datang, hanya beberapa murid teladan.
Rindu memutuskan membaca latihan soal untuk ujian yang diadakan dua pekan lagi.
"Dor....." Andini yang baru datang sengaja mengagetkan sahabatnya.
Sedikit terkejut, tapi Rindu mencoba terlihat biasa, ia melihat jam dinding diatas white board, "Tumben kesiangan?" tanyanya.
Andini yang duduk di belakangnya, baru saja meletakan tas ranselnya yang berwarna ungu muda, "Gue udah berangkat dari pagi Ri, gue lihat Lo diantar om Pram, tapi ada yang buat gue tertahan diparkiran," jawabnya.
Sebenarnya Rindu malas bertanya, tapi ia tau betul sifat sahabatnya yang akan ngambek jika tidak ditanya tentang alasannya, "Kenapa emang?" tanyanya.
Andini yang telah duduk menarik kursinya agar bisa lebih dekat dengan sahabatnya, "Sini gue bisikin," ujarnya, dan Rindu pun menurut, "Gue lihat Milano lagi ciuman sama Eva di mobil,"
Rindu memilih menghadap ke depan lagi, malas menanggapi kabar tentang salah satu siswa seangkatan yang dibencinya.
"Ri, ko gue dicuekin? Komentar apa kek, kan gue udah cerita," protes Andini.
Rindu memutar bola matanya malas, tapi tak mau membuat sahabatnya ngambek, lalu berbalik dan mengubah ekspresi wajahnya, "Wah.... Masa sih, gila ya, masa disekolah, kayak nggak ada tempat lain, nggak modal banget,"
Andini tertawa melihat akting yang ditujukan sahabatnya, "Mukanya biasa aja ,Ri."
"Serba salah gue Din, nggak gue tanggapi entar Lo ngambek, ujung-ujungnya ngadu ke nyonya Kartika, ditanggepin Lo malah gitu," sahut Rindu.
Andini berdecak, "Dah lah, Lo cukup dengerin apa yang mau gue omongin,"
"Dari tadi gue udah dengerin Andini Raharja,"
Gadis dengan rambut sebahu itu, meminta sahabatnya lebih mendekat, "Tapi masalahnya, Si Melly lagi pedekate sama Milano, lo tau kan? Bisa perang lagi deh,"terangnya.
Rindu kembali ke posisi duduknya, sejujurnya ia sama sekali tak peduli dengan lelaki yang katanya most wanted tempatnya bersekolah, tapi Andini sebagai salah satu fans berat Milano hanya bisa mendengar segala tentang lelaki itu.
"Ya biarin aja Din, lagian mereka yang berantem kenapa kita yang repot, kita cukup jadi penonton,"
"Ya bener sih, tapi kan..."
"Syut... Diem, udah bel, bentar lagi pak Budi masuk," Peringati Rindu pada sahabatnya, mengingat guru matematika sekaligus wali kelas XII IPA 1 yang terkenal galak selalu tepat waktu dalam mengajar.
Bel istirahat berbunyi, setelah murid-murid menyelesaikan pelatihan dadakan yang diberikan pak Budi.
Hembusan nafas lega keluar dari sebagian besar penghuni kelas begitu guru galak itu keluar.
Makian sempat Rindu dengar dari beberapa teman sekelasnya yang ditujukan pada pak Budi, sudah terbiasa bagi dirinya mendengar hal itu.
"Guys.... Malam Minggu besok datang ke acara party gue ya! Itung-itung hiburan menjelang ujian kelulusan, biar otak nggak tegang-tegang amat," Seru Melly memberikan pengumuman pada teman sekelasnya, dia adalah salah satu murid dengan segala kesempurnaannya, cantik, pintar, juara kelas, dan kaya raya.
"Kenapa nggak abis ujian aja sih Mel?" sahut salah satu siswa.
"Ultah gue nggak bisa diundur sayangnya, pokoknya kalian semua harus Dateng, semua tanpa terkecuali, termasuk Lo Rindu," Ucap Melly diakhiri dengan jadi telunjuknya yang tertuju pada salah satu gadis berkacamata dikelasnya.
Rindu menunjuk ke dirinya sendiri, "Kwnapa mesti gue?" tanyanya heran.
Melly menghampirinya, "Karena selama tiga tahun kita sekelas Lo doang yang nggak pernah hadir di party gue,"
Rindu berdecak, semua mata teman sekelasnya tertuju padanya, seolah memintanya untuk hadir, ia sendiri heran kenapa dirinya harus hadir? Toh dirinya tak terlalu penting, "Oke gue dateng, tapi bentar,"
"Seenggaknya sebelum lulus Lo mesti ikut party gue untuk terakhir kalinya," sahut Melly.
Setelahnya, hampir seluruh siswa berbondong-bondong keluar dari kelas termasuk Andini yang tadi sempat mengajaknya ke kantin, namun Rindu menunjukkan kotak bekal yang dibawanya.
Berbeda dengan arah Kantin, Rindu berjalan menuju taman belakang sekolah, biasanya awal istirahat seperti ini, di sana sepi, karena baik teman seangkatan atau para juniornya memilih kantin sebagai tempat istirahat mereka.
Rindu mulai membuka kotak bekal yang tadi dibawakan oleh sang mama, ia tersenyum kecil, ada bentuk bento lucu, tak tega memakannya, tapi perutnya minta diisi.
"Seperti anak SD aja," gumamnya, meskipun sudah mendekati usia dewasa, Kartika sering kali berkreasi membuatkan bekal yang dihias lucu untuk putri semata wayangnya.
Namun baru beberapa suap kegiatannya terganggu dengan kedatangan langkah kaki yang semakin dekat kearahnya.
Rindu menghela nafas, ia tau beberapa kali makan siangnya terganggu oleh kedatangan beberapa siswa yang terkenal nakal disekolah.
Tempatnya saat ini biasanya dijadikan tempat berkumpul usai mereka makan di kantin, untuk sekedar merokok diam-diam atau mengobrol membahas hal random khas remaja.
"Belum lima menit ih, cepet banget pada," gumamnya, dengan terpaksa, Rindu menutup kembali kotak bekalnya.
Namun saat dirinya hendak bangun dan melangkah, ia harus melihat pemandangan yang seharusnya tak dilihatnya.
Dua sejoli sedang beradu bibir yang jaraknya tiga meter dari tempatnya berdiri, sial sekali rasanya.
Rindu menghela nafas, baru tadi pagi ia mendengar lelaki itu beradu bibir dengan gadis yang ia tau adalah adik kelasnya, dan sekarang dengan gadis berbeda, inilah yang membuatnya benci.
Sebenarnya bukan sekali dua kali ia melihat hal semacam ini, beberapa kali ia tak sengaja melihat yang katanya kumbang sekolah beradu bibir dengan perempuan berbeda, tapi masalahnya biasanya sehari hanya satu perempuan, kenapa sekarang hanya berbeda beberapa jam, sudah berbeda perempuan lagi?
"Dasar gila," gumamnya pelan,
Waktu terus berjalan, tak mungkin ia hanya berdiam diri melihat kegiatan itu, rasanya ingin muntah, tapi mengingat perut yang harus diisi, akhirnya dirinya memutuskan melewati kedua sejoli itu begitu saja, seolah tak terjadi apa-apa.
Rindu bisa mendengar umpatan yang keluar dari mulut lelaki itu, mungkin karena kegiatannya terganggu, tapi siapa peduli, perutnya lapar, ia berjalan menuju kelas, lebih baik ia menghabiskan bekalnya di kelas saja, sebelum jam istirahatnya habis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Rismawati 💓💓💓
seru wehh
2023-12-11
4
Nurjen
seru juga nih
2023-11-01
3
Erni Fitriana
kita kepoin
2023-10-30
2