Milano mulai mengemudikan mobilnya, keluar dari sekolah, sementara wanita di disebelahnya masih terisak, ia berdecak kesal, "sampai kapan Lo mau nangis? Nggak capek apa? Gue cuman mau ngomong sama Lo! Kenapa Lo kayak ketakutan sih?"
Rindu menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya, ia masih takut dengan lelaki disebelahnya.
Milano menghentikan mobilnya saat lampu lalulintas berubah merah, "Ri, tenang aja gue nggak bakal ngapa-ngapain Lo, jadi Lo nggak usah takut, ada beberapa pertanyaan yang mesti Lo jawab dengan jujur, jadi gue minta, hentikan tangisan Lo, gue paling Benci liat cewek nangis,"
Rindu mulai mengatur nafasnya, ia mengambil botol berisi Air mineral dalam tasnya lalu meminumnya hingga tandas, berharap ia bisa lebih tenang.
Milano kembali melajukan mobilnya begitu lampu lalulintas berwarna hijau, "Ri, Lo udah makan belum? Gue laper,"
Rindu memilih tak menjawab, ia bahkan membuang muka,
Hening, hingga mobil memasuki parkiran restoran cepat saji, Milano menyebutkan beberapa pesanan.
"inisiatif gue pesenin yang sama, karena gue tau, Lo pasti masih belum mau ngomong,"ujarnya sembari memberikan kantong kertas berisi burger, tapi Wanita itu masih membuang muka, sehingga Milano meletakkannya disampingnya.
Lelaki itu memarkirkan mobil di parkiran restoran, ia mulai memakan burger pesanannya, tak lupa cola dengan ukuran large.
"makan Ri,"perintah Milano, tak ada tanggapan apapun dari wanita yang mengenakan kaca mata itu, "Lo nggak makan, gue bakal suapi pake mulut,"ancamnya.
Mendengar hal itu, Rindu terpaksa menuruti, meskipun ia harus susah payah menelannya, disaat gugup dan takut seperti ini mana bisa ia makan.
"makan es krimnya, biar nggak tegang, dari tadi Lo tegang banget,"ledek Milano memberikan cup berisi es krim, "nggak di makan, gue bakal suapi pake mulut,"ancamnya lagi, ia tau wanita disebelahnya akan menolak lagi.
Hening kembali, kedua remaja itu sibuk dengan es krim masing-masing,
"Ri, boleh gue tanya?"tanya lelaki yang baru saja menyelesaikan makannya.
Tak ada tanggapan apapun, Rindu masih sibuk makan es krim itu.
"Ri, cewek malam itu elo kan? Kenapa selama ini Lo terkesan menghindari gue? Dan kenapa Lo ninggalin gue malam itu?"
Mendengar itu, Rindu tersedak, Milano panik, ia menepuk punggung wanita disebelahnya, dan memberikan botol air mineral yang selalu tersedia di mobilnya.
Dirasa tenang, Milano kembali mengulangi pertanyaannya, tapi Rindu masih saja tak menanggapinya,
"Ri, harusnya Lo tau, gue bukan tipe orang yang sabar, jadi jangan bikin gue marah hanya karena Lo nggak mau ngomong, apa perlu gue cium dulu supaya Lo buka mulut?"
Rindu menggeleng kencang, ia meletakan cup es krim di kantong plastik disebelahnya, tanpa menatap lawan bicara, ia bergumam pelan, "nggak perlu ada yang diomongin,"
Milano berdecak, ini kali pertama ada perempuan yang tak peduli padanya, "tapi gue mau memperjelas kejadian itu, ada yang ngasih sesuatu di minuman gue, dan saat itu gue setengah sadar, sehingga gue melakukannya, gue minta maaf karena malam itu gue kasar, padahal itu pertama kalinya buat Lo, jujur gue kaget banget, pagi-pagi di kasur ada noda darah banyak banget, dan yang bikin gue nggak habis pikir kenapa Lo pergi gitu aja? dan kenapa Lo nggak minta pertanggung jawaban ke gue, seharian gue tunggu dikamar tapi Lo nggak dateng,"jelasnya panjang lebar.
Rindu menghela nafas, "lupain,"ucapnya singkat.
Mendengarnya Milano melongo, ia tak menyangka ada wanita yang berkata seperti itu padanya, harga dirinya terluka, "gue nggak salah denger?"tanyanya tak percaya.
"lupain aja, toh Lo udah biasa kayak gitu kan? jadi anggap aja gue kayak cewek-cewek Lo yang lain, dan mulai sekarang tolong jangan cari gue, karena kita nggak sedekat itu buat pulang bareng,"
"oh ya, makasih makan siangnya karena gue udah jawab pertanyaan Lo, jadi gue mau balik!"pintanya, tapi pintu mobil terkunci, "tolong buka pintunya,"
Milano tersenyum miris, sungguh sekarang ia sedang kesal, harga dirinya terluka, ia merasa tersinggung dengan perkataan wanita yang pernah menghabiskan malam bersamanya.
"Ri, bukannya waktu itu gue nggak pakai pengaman, apa Lo nggak mau minta pertanggung jawaban ke gue gitu?"tanyanya mencoba bersabar.
Rindu terkekeh, heran dengan tingkah lelaki brengsek disebelahnya, "gue tau Lo nggak serius kan! Hamil nggak hamil apa peduli Lo! Harusnya Lo udah biasa sama hal seperti ini, Lo tenang aja, cuman sekali, gue jamin nggak bakal jadi, stop bahas ini, udah kan gue balik,"
Nyatanya bukan hanya sekali, Milano bahkan menyemburkan benihnya berkali-kali.
"Emang kalau cuman sekali nggak bakal jadi bayi, emang mesti berapa kali biar jadi bayi? Sebagai anak IPA harusnya Lo tau,"
Rindu menegang, tapi berusaha mengendalikan dirinya, ia menghela nafas, "dibuat simpel bisa nggak, seperti yang gue bilang tadi, anggap aja malam itu sama kayak malam-malam yang Lo habiskan sama cewek-cewek lain, dan sekali lagi gue jamin, gue nggak bakal hamil, jadi tolong lupain, dan jangan ganggu gue lagi,"pintanya, "tolong buka pintunya, gue mau pulang,"
Milano mencengkram setirnya, rasanya kesal setengah mati, secara tidak langsung ia ditolak wanita dengan penampilan Cupu itu, pertama kali ia diperlakukan seperti.
lelaki itu mulai melajukan mobilnya meninggalkan parkiran Restoran cepat saji itu.
"Tolong turunin gue di halte depan,"pinta Rindu.
Tapi hingga melewati halte, mobil terus melaju, Rindu kembali protes, tapi Milano seolah tak peduli.
Akhirnya, Rindu hanya bisa pasrah, percuma saja, protes juga tak membuat mobil berhenti, Tak lama, mobil memasuki parkiran bawah gedung apartemen.
"keluar Ri,"perintah Milano setelah membukakan pintu mobil dimana wanita berkaca mata itu duduk.
Tak ada pilihan lain Rindu menurut, ia keluar dari mobil, "ini dimana? Dan mau ngapain?"tanyanya bingung.
"apartemen gue,"jawab Milano sambil mengambil tas ransel yang dipakai Rindu.
Wanita itu sempat memegang erat tasnya, tapi Milano memaksanya,
Lelaki itu berjalan terlebih dahulu, tapi ia kembali kesal karena Rindu malah diam tepat di samping mobil.
"ikut gue Ri,"pinta Milano mencoba bersabar.
"mau ngapain sih? Kan pertanyaan Lo udah gue jawab semua, jadi Gue mau balik sekarang dan balikin tas gue,"
Milano menggeleng, "Belum semua Ri, ada yang mau gue pastikan sekali lagi,"
"apaan sih, ngomong aja disini, entar sebisa mungkin gue jawab,"
Milano menghembuskan nafasnya kasar, ia mulai kehilangan kesabarannya, "ikut dengan cara baik-baik, atau mau gue gendong ke atas?"
Tak punya pilihan lain akhirnya Rindu memilih mengikuti lelaki yang dibencinya.
Hanya keheningan disepanjang jalan menuju unit apartemen milik Milano.
Hingga lelaki itu berhenti tepat didepan pintu, lalu memasukkan beberapa digit angka.
Kesan pertama begitu masuk, adalah bersih, rapih dan wangi khas lelaki brengsek itu, Dominan warna monokrom, pada cat dinding dan perabot yang ada.
Milano memberikan sandal rumahan, ia juga menyuruhnya meletakan sepatunya, di kabinet di samping pintu masuk.
"duduk Ri,"setelah mempersilahkan tamunya, Milano berjalan menuju kulkas dan mengambil air mineral untuk tamunya.
Lelaki itu duduk di sofa singel yang menghadap jendela apartemen, "minum Ri,"ia menyodorkan air mineral yang ia bantu buka segelnya.
Malas berdebat, Rindu meminum sedikit air mineral yang disodorkan padanya, "jadi apa yang mau diomongin?"tanyanya mencoba tenang.
"kenapa Lo ninggalin gue gitu aja?"tanya balik Milano, ia masih penasaran dengan hal satu itu,
Rindu menghembuskan nafasnya kasar, ia memberanikan diri menatap lawan bicaranya, "Terus gue suruh nungguin cowok yang udah melecehkan gue gitu? kalau Lo ada diposisi gue, menurut Lo tindakan gue bener nggak? Jujur aja, Sampai detik ini gue rasanya masih takut banget karena tindakan Lo!"
Milano melebarkan matanya, "jadi malam itu, Lo anggap gue melecehkan elo begitu? bukannya hal itu yang diharapkan oleh kalian? Harusnya Lo bangga, banyak cewek yang pengen banget gue tiduri,"ucapnya tak habis pikir.
"tapi gue bukan termasuk cewek-cewek itu, gue bahkan benci banget sama lo,"sahut Rindu jujur, masa bodoh menyinggung lelaki sialan itu.
Untuk pertama kalinya sepanjang hidupnya, ada perempuan yang membenci dirinya, "kenapa Lo benci gue? bukankah gue nggak pernah berhubungan atau menyakiti Lo!"tanyanya.
"emang orang Benci harus ada alasan ya! Dan kebencian gue makin bertambah karena kekurangajaran Lo, udah cukup ngomongnya, gue mau balik,"jawab Rindu sembari berdiri hendak melangkah ke arah pintu.
Tapi tangannya ditahan, "gue belum selesai Rindu, gue masih penasaran,"
Rindu menepis kasar tangan besar lelaki yang dibencinya, "jangan sentuh gue, dan silahkan bicara cepat, udah cukup waktu gue ngomong sama Lo,"
Milano berdiri menjulang, berhadapan dengan perempuan yang katanya membencinya, ia bisa lihat wajah gugup dari wanita yang tingginya hanya sebatas lehernya.
Lelaki itu melepas kaca mata dan melepas kepangan yang menghiasi rambut sepunggung wanita dihadapannya, sempat ia diprotes tapi ia tak peduli.
Ia menunduk dan mengendus sekitar leher untuk mencium aroma yang dikenalinya.
Rindu mundur beberapa langkah, ia mulai panik dengan tindakan lelaki jangkung dihadapannya, "jangan kurang ajar deh,"protesnya.
Milano terkekeh dengan tindakan waspada wanita itu, "gue cuman memastikan aja, bahwa cewek yang gue tiduri malam itu adalah elo, karena sejujurnya dari tadi gue nggak yakin, karena samar gue ingat, cewek itu nggak pake kaca mata dan cantik juga aroma wangi yang khas, kenapa Lo mesti berpenampilan cupu kayak gini sih? Bikin sakit mata tau,"
"bukan urusan Lo, suka-suka gue mau berpenampilan kayak apa, itu bukan hak lo, udah kan jadi gue mau balik,"
Tangan rindu ditahan, "kenapa buru-buru banget sih? Gue belum selesai,"
"jangan sentuh gue brengsek, jijik gue sama Lo!"maki Rindu.
Tatapan yang tadinya biasa saja, berubah menjadi tajam, seolah tak terima dengan makian wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments