Hari ujian tiba, semalam kedua orang tua Rindu pulang untuk menemani putri mereka melewati masa ujian.
Jejak-jejak yang ditimbulkan oleh lelaki brengsek itu juga telah hilang, setidaknya Kartika tak akan curiga.
Demi mendukung putrinya, Kartika dan Pramana bahkan sampai mengantarkan ke sekolah, sepanjang jalan, mereka menyemangati buah cintanya.
"Riri kayak anak TK yang mau ikut lomba tau nggak sih,"ungkapnya.
"ini tuh momen yang nggak bisa diulang Ri, makanya papa sengaja menunda pekerjaan selama lima hari, supaya nantinya kamu semangat mengerjakan soal dan mendapat hasil terbaik,"sahut Pramana dibalik kursi kemudi.
"betul kata papa, Rindu kan buah cinta kami satu-satunya, permata hati kami jadi kami harus melakukan yang terbaik dong,"Kartika ikut berkomentar.
"iya deh, makasih banyak, kalian adalah orang tua terbaik di dunia,"ucap Rindu malas berdebat lagi.
Dalam hati Rindu bersyukur, kedua orangtuanya selalu kompak, disela-sela kesibukan mereka selalu memperhatikannya.
Setelah menyalami dan mencium pipi kedua orangtuanya secara bergantian, Rindu pamit, sekali lagi ia meminta doa, supaya diberi kelancaran dalam mengerjakan soal.
Hari ini ia melapisi seragamnya dengan Hoodie dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
Ketika tiba dikelas, beberapa temannya bertanya, dan ia memberikan alasan jika dirinya masih terkena flu, takut menularkan pada yang lain.
Hari pertama dilalui dengan lancar, tak ada kendala apapun.
Waktu pulang, Kartika menjemputnya, wanita berusia empat puluh tahun itu meminta maaf atas Pramana, tidak bisa menjemputnya dikarenakan ada meeting penting dengan atasan.
"Ri, udah nentuin dimana kamu kuliah?"tanya Kartika sembari mengemudi dalam perjalanan pulang.
"Belum tau ma, pengennya di sekitar Jakarta aja, biar Deket mama sama papa,"jawabnya.
Hening sejenak, Kartika menghela nafas, "Ri, kamu ingat waktu kecil, mama pernah ajak kamu liburan main ke tempat mama SD dulu?"tanyanya.
Rindu mengernyit, ia mencoba mengingat, "Di Cilacap buka ma?"tanyanya balik.
Bapak dari Kartika adalah pegawai perusahaan tambang milik negara, kebetulan saat dirinya sekolah dasar, beliau ditempatkan disalah satu kabupaten di provinsi Jawa Tengah.
Kartika berdehem, "Di kota sebelahnya, ada universitas negeri bagus, kamu mau nggak kuliah disitu?"
"emang papa bolehin?"
"tolong jangan bilang papa dulu, ini baru rencana mama sih,"
"Papa dimutasi ke sana ma?"
Kartika menggeleng, "kita berdua aja Ri, papa biar kerja disini, kalau liburan baru kita balik kesini buat nengok papa,"
Rindu menoleh, ia terkejut, "sejak kapan papa bisa jauh dari mama?"
"em... Nggak gitu maksudnya, ini kan baru rencana, jadi tolong rahasiakan dari papa ya!"pinta Kartika.
Rindu mengangguk menyetujui permintaan wanita yang melahirkannya.
Hari kedua dan seterusnya juga sama, Rindu bisa melaluinya dengan lancar, selama hari ujian mereka selalu menyempatkan mengantar jemput dan menyemangatinya.
Namun saat Hari terakhir ujian, Andini menghubungi Kartika, meminta ijin untuk mengajak Rindu pulang bersama.
Keduanya berjalan menuju parkiran sambil berbicara tentang ujian yang baru mereka hadapi beberapa menit yang lalu.
"gue grogi di ujian terakhir, kayak nggak yakin dapet nilai bagus,"cetus Andini.
Rindu berjalan sambil memainkan tali ranselnya, ia menoleh pada sahabatnya, "bukannya soal tadi hampir sama kayak latihan yang ditempat les ya! Emang nggak Lo pelajari?"tanyanya heran.
"gue pelajarilah, masalahnya gue kepikiran hal lain,"jawab Andini,
Terdengar decakan dari sahabatnya, "masalah apa sih Din? Abang Lo acak-acak kamar Lo? Atau nyonya Retno minta Lo belajar masak?"tanyanya lagi.
"kalau menurut gue, sih lebih parah, gue nggak nyangka aja, kok bisa licik gitu, bilang benci nggak taunya doyan juga, munafik tau,"
Rindu bingung dengan jawaban sahabatnya, "maksudnya apaan sih? Siapa yang licik dan munafik? Ngomong yang jelas Napa Din?"
"Entar juga Lo tau,"sahut Andini ketus.
Keduanya tiba di parkiran,
"hai Dini!"sapa Vino yang berdiri didepan mobil merah milik Andini,
"loh Din, Lo kok nggak ngomong mau balik bareng Vino juga"ucap Rindu protes.
Andini yang berdiri disebelah Vino, melirik sinis pada sahabatnya, "kan Lo nggak nanya,"
Rindu menghela nafas, ia merasa ada yang salah, "kalau Lo mau bareng Vino, gue pulang naik taksi aja deh,"ujarnya.
Ia tak mau mengganggu, ia tau jika Andini sedang dekat dengan Vino, maka dari itu sebagai sahabat ia cukup tau diri tidak jadi obat nyamuk diantara mereka.
"tunggu Ri, gue mau tanya dong,"cegah Andini begitu melihat Rindu akan berbalik.
Gadis dengan potongan rambut sebahu, menghampirinya, lalu mengutak-atik ponselnya lalu memberikan padanya, "ini maksudnya apa ri? Bisa Lo jelasin ke gue?"
Rindu mengambil ponsel sahabatnya, dan melihat video yang memperlihatkan, saat dirinya memapah Milano menuju ke salah satu kamar.
"gue nggak nyangka Lo licik ya! Disaat Milano nggak sadar, Lo memanfaatkan dia, bukannya Lo benci sama dia, kok Lo malah ngajakin dia tidur, munafik tau nggak Lo!"maki Andini.
Rindu menggeleng, "gue bisa jelasin Din,"
"Ri dalam video itu udah jelas, gue tau topeng itu, dress, Sling bag, bahkan sepatu, itu semua gue tau banget, mau menyangkal apa lagi sih?"
"Kalau sebelumnya Lo kayak gue, mungkin gue nggak sekesel ini sama Lo, tapi nyatanya, begitu ada kesempatan Lo malah manfaatin cowok yang katanya dibenci sama Lo, bukan tipe Lo, munafik tau nggak, benar-benar nggak nyangka,"
Mata Rindu berkaca-kaca, hampir enam tahun bersahabat, baru kali ini Andini memakinya dan semarah itu padanya.
"kenapa diam? Mau nangis? Percuma air mata buaya Lo, gue nggak bakal percaya, sama aja Lo kayak yang lain, dasar munafik,"setelah mengeluarkan makiannya, Andini masuk ke dalam mobilnya bersama Vino.
Sebelum meninggalkan parkiran, Andini menurunkan kaca jendela mobil, ia melepas gelang persahabatannya dengan Rindu, dan melemparkannya ke arah mantan sahabatnya, "mulai sekarang, gue nggak mau punya temen munafik kayak Lo!"
Sepeninggal Andini, Rindu berjongkok, ia menutupi wajah dengan dua tangannya, ia menangis, ia sedih, ia tak menyangka persahabatan yang dibina hampir enam tahun itu hancur seketika.
ia menggenggam erat gelang persahabatan yang mereka beli, saat study tour ke Jogja saat keduanya kelas sembilan sekolah menengah pertama.
Rindu masih menangis ketika panasnya matahari yang menyinarinya terhalangi oleh sesuatu, ia melihat sepatu berwarna putih dari brand ternama berada tepat didepannya, lalu kepalanya mendongak, melihat siapa yang berada di hadapannya.
Matanya melebar, tubuhnya menegang, jantungnya berdetak dengan cepat, ia tak menyangka lelaki yang sengaja dihindarinya sekarang berada dihadapannya.
"hai Rindu, kemana aja Lo! Gue cariin juga, Bisa ikut gue sebentar, ada yang mau gue omongin,"ucap lelaki dengan tatapan tajam itu.
Air mata yang sempat terhenti, kembali mengalir kembali dari sudut matanya, Rindu menggeleng, tubuhnya bergetar ia takut sangat takut.
"buruan Ri, panas nih,"ujar Milano.
Rindu mencoba mengatur nafasnya, ia berusaha menekan rasa takutnya, dalam hati ia berbisik, "tenang Rindu, ini sekolah, dia nggak mungkin macem-macem, Lo bisa, Lo kuat,"
Ia bangkit, tanpa berbicara sepatah katapun, ia berbalik dan berlari meninggalkan parkiran, tempat yang pertama ditujunya adalah jalan didepan sekolah, biasanya ada taksi atau angkutan yang melintas.
Sayangnya, kaki pendeknya bisa dikejar oleh kaki panjang lelaki brengsek itu, tas ranselnya ditarik, sehingga langkahnya terhenti.
"Ri, kenapa mesti lari sih? Gue mau ngomong bentar doang,"
Rindu menjerit ketakutan, "gue mohon lepasin,"ujarnya sembari memberontak.
Tak mau menjadi pusat perhatian dari guru dan murid yang masih berada disekolah, lelaki itu menyeret paksa lalu membawanya ke mobil miliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Astri
hausx sudut pandang dr milano d tonjolkan jga kita kan pnsran gimana reaksi melano hbis gitu sm rindu apakah dia merasa bersalah atau gimana atau apalah
2024-01-25
1