Usai perdebatan pagi tadi, keduanya tak terlibat pembicaraan berarti, hanya ajakan makan bersama, mereka lebih banyak diam.
Rindu yang dasarnya pendiam hanya sibuk membaca novel, sayangnya tinggal selembar lagi, novel itu tamat.
Tak Sampai lima menit, Akhirnya ia menutup novel miliknya, ia melirik Milano yang sibuk dengan laptop dihadapannya.
Rindu bangkit, usai memasukan novel ke dalam tas miliknya, ia menghabiskan air minum di gelasnya, lalu membawanya ke dapur.
Sekali lagi ia melirik lelaki yang masih terlihat sibuk dengan laptopnya, lalu ia mengganti sandal rumahan dengan flatshoes miliknya.
"Milano, aku balik dulu ya! Makasih udah ngasih tumpangan,"usai mengatakannya, Rindu beranjak dari sana, ia sedikit berlari menuju lift yang kebetulan terbuka dan menuju parkiran bawah dimana mobil birunya berada.
Masa bodo dengan lelaki itu, ia tak mau berurusan dengan psikopat, ia takut, bagaimanapun ia sayang dengan dirinya sendiri.
Rindu langsung mengemudikan mobilnya, dari spion ia bisa melihat tatapan tajam lelaki itu.
Ponselnya berdering, tertera nama Milano di layar, malas mengangkat tapi sepertinya ia harus mengakhiri hubungan mereka.
"Halo,"
"kembali Rindu,"
Rindu bisa mendengar Geraman dari suara berat itu, membuatnya merinding, ia jadi menyesal pernah menolong lelaki gila itu.
"nggak, aku nggak mau berurusan sama psikopat kayak kamu, kita putus,"
"kembali Rindu,"
"sakit jiwa,"makinya lalu mengakhiri panggilan itu sepihak.
Rindu mengemudikan mobilnya entah kemana, yang penting, ia sudah bisa lepas dari lelaki gila itu.
Ada pesan masuk di ponselnya, saat ia menghentikan mobilnya karena lampu lalulintas berubah menjadi merah.
Milano
Kembali Rindu, kalau enggak aku kirim rekaman cctv malam itu ke orang tua kamu.
"dasar gila," makinya, "Lo pikir gue takut, mending gue diomelin papa sejam doang, dari pada gue berurusan sama orang gila kayak Lo," ucapnya berbicara sendiri.
Rindu memblokir nomor ponsel Milano, cukup sudah ia berurusan dengan lelaki itu.
Ia teringat tentang tawaran Kartika tentang kampus yang tak jauh dari tempat mamanya dibesarkan dulu.
Rindu memutuskan mengunjungi kota itu, mengandalkan salah satu aplikasi yang ada di ponselnya dan waktu tempuhnya sekitar tujuh jam dari ibukota.
Ini kali pertama Ia menyetir jauh hingga lintas provinsi, modal nekad tentunya, ia hanya membawa baju yang melekat ditubuhnya, tapi tenang saja mobil yang dikendarainya menyimpan banyak Bundelan uang di bagasi.
Andai ia pakai sedikit nantinya, paling Kartika akan mengomelinya seharian, toh ia menggunakannya untuk sesuatu yang berguna, bukan untuk berfoya-foya.
Sempat beberapa kali berhenti di rest area sepanjang jalan tol, ia mampir sebentar di kota yang terkenal dengan empal gentongnya.
Masih tersisa beberapa lembar uang merah, biru, dan hijau di dompetnya, masih aman untuknya berburu kuliner di kota itu.
Kartika sempat menanyakan kabar dan keberadaannya, Rindu hanya menjawab sedang makan di warung, namun ia tak menyebutkan di kota mana ia berada, toh mamanya tak bertanya sedetail itu.
Karena langit telah gelap dan menurut informasi yang ia dengar dari salah satu pengunjung warung, bahwa jalanan akan dilaluinya tak lagi rata seperti sebelumnya, Rindu memutuskan menginap di hotel terdekat.
Lelah rasanya, ini pengalaman pertamanya mengemudi sejauh ini diusianya yang baru menginjak delapan belas tahun.
Jikalau Papanya tau, pasti ia akan dimarahi, sebagai anak satu-satunya tentu ia mengerti mengapa papanya begitu membatasinya, hanya saja sudah sekitar sebulan ini, papanya tak terlalu membatasinya.
Hotel yang ia tempati cukup nyaman, berharap malam ini akan tidur nyenyak dan melanjutkan perjalanan menuju kota yang baru pertama kalinya ia kunjungi.
Ponsel miliknya berdering, Rindu yang telah tertidur lelap, meraba-raba kabinet di samping ranjang untuk mengambil ponselnya yang sedang diisi daya.
Sambil tetap memejamkan mata, Rindu menjawab panggilan tersebut,
"Halo,"suara khas bangun tidur milik Rindu.
"kamu dimana? Kenapa nggak ada di rumah? Kembali ke aku, jika tidak aku akan melakukan sesuatu diluar pikiran kamu,"
Suara berat terdengar, tentu Rindu kenal suara itu, matanya terbuka lebar karenanya, lalu ia melihat layar ponselnya, nomor asing yang tak ada di kontaknya.
"kenapa kamu diam? apa bagi kamu aku ini sepele? Sehingga semudah itu kamu ninggalin aku?"
Rindu menghembuskan nafasnya kasar, ia kesal tidur nyenyak-nya terganggu, "Dengar Milano, aku tidak pernah menganggap kamu sepele, hanya saja kamu membuat aku takut, aku rasa kita tak akan pernah cocok, jadi tolong akhiri sampai disini,"
"nggak bisa gitu dong Ri, aku nggak terima kamu tinggalkan begitu saja, kasih tau aku, dimana kamu sekarang?"
Rindu memutar bola matanya malas, kenapa ia harus berurusan dengan lelaki keras kepala ini?
"aku lagi nggak di Jakarta,"
"aku susul kamu sekarang,"
"bukannya besok kamu harus berangkat ke Bali?"
"aku batalkan,"
"sakit jiwa, stop hubungi aku, kita sudah putus, lanjutkan hidup kamu, aku tau kamu nggak cinta sama aku, udah ya aku tidur, aku harus pergi pagi-pagi sekali,"
Rindu mengakhiri panggilan sepihak, masa bodoh dengan kemarahan lelaki itu, tak lupa memblokirnya dan mematikan ponselnya.
Hingga saat ini, ia masih tak habis pikir kenapa para wanita begitu menggilai Milano? Walau tampan tapi sifatnya jelek, menyesal rasanya ia pernah menolongnya.
Kali pertama Rindu bangun kesiangan, langit diluar telah terang, jam di ponselnya menunjukan pukul delapan pagi lebih dua puluh lima menit.
Andai ini di rumah, Kartika pasti sudah mengomel sepanjang pagi, mengatakan ini itu tentang kewajiban sebagai seorang wanita, yang pantang bangun kesiangan.
Rindu tersenyum, ia jadi kangen dengan sang mama, usai menggeliat, ia bangkit bersandar di kepala ranjang, ia mengambil ponselnya dan mengaktifkannya.
Ada beberapa nomor baru yang masuk, masa bodoh palingan itu Milano, selain itu tak ada pesan apapun dari kedua orang tuanya.
Saat hendak bangkit menuju kamar mandi, Kartika menghubunginya.
"iya ma, ada apa?"
"udah sarapan belum Ri?"
"belum ma, aku mau mandi dulu,"
"tumben, emang belum laper?"
"belum, ada apa ma?"
"Ri, mengenai kampus ,kamu mau kan kuliah ditempat yang pernah mama omongin ke kamu?"
Rindu tersenyum kecil, "ini aku mau otw kampusnya,"
"apa maksudnya Ri? Jangan bilang kamu keluar kota,"
"Nyonya Kartika pintar deh,"sahut Rindu tertawa.
"nekad banget sih Ri, tapi kamu sama temen kan?"
"enggak ma, Riri sendiri,"
Terdengar helaan nafas dari seberang sana, "Ri, sekalian tanya-tanya soal rumah buat kamu tinggal selama di sana,"
"enggak kos ma?"
"beli rumah aja Ri, kalau bisa komplek, nggak usah terlalu besar, yang penting ada pager , ngomong-ngomong kamu udah sampai emang?"
"belum, masih di Cirebon ma, kata orang jalan menuju ke sana udah nggak rata, banyak tikungan dan perbukitan, jadi Riri nggak berani,"
"kalau udah sampai kabari mama ya, terus nyetirnya hati-hati, nggak usah ngebut, biar lama yang penting selamat,"
Setelahnya, Kartika memberikan pengarahan apa saja yang harus dilakukan oleh putrinya selama di kota tujuan.
Sebelum cek out, Rindu mandi terlebih dahulu, walau ia harus memakai kembali baju yang dipakainya saat ini, mungkin jika sudah sampai di kota tujuan, ia akan berbelanja di sana.
Usai Cek out dari hotel, Rindu mencari sarapan rekomendasi dari resepsionis hotel sebelum melanjutkan ke kota tujuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments