Jawaban

Upaya Dipta untuk meminta maaf pada Natya ternyata berhasil. Meski saat di apartemen Natya masih terlihat menjaga jarak dengannya dan belum bisa bersikap manis, tapi setidaknya dia sudah memaafkan kesalahan Dipta.

Hubungan Dipta dengan Natya bisa dibilang cukup ada kemajuan. Dipta sudah belajar untuk mengurangi sikap dingin dan datarnya pada Sang istri. Begitupun Natya, meski ia masih kesal dengan suaminya, tapi Natya berusaha untuk lebih menjaga sikap.

Natya sebetulnya gadis yang baik. Dia bahkan menyadari bahwa kemarahan Dipta beberapa hari yang lalu padanya tidak sepenuhnya salah.

Ya, memang dirinya juga salah karena menjalin dengan Dokter Refan. Meski tidak Natya tidak pernah memberi harapan apapun pada dokter muda itu dan tidak ada hubungan spesial di antara keduanya, tapi sebagai seorang istri tetap saja tindakan dirinya tidak bisa dibenarkan.

Hari ini senyum Dipta terkembang sejak pagi karena nanti siang dia berencana untuk makan di luar bersama istrinya.

"Aku akan menunjukkan ini saat makan siang nanti", Dipta melihat lagi tiket trip ke luar negeri pemberian Sang Mama.

"Natya, siang ini kita makan bersama, ya", ajak Dokter Refan saat mereka berpapasan di lorong rumah sakit.

"Makan siang? maaf, Dok, saya sudah ada janji", jawab Natya tak enak menolak tawaran Dokter Refan.

Dokter Refan mengernyitkan dahinya, "Benarkah? dengan siapa?", tanyanya penuh selidik.

Selama ini Refan jarang sekali melihat Natya menikmati makan siang bersama pegawai yang lain. Gadis itu lebih sering terlihat makan sendiri di kantin rumah sakit.

"Eee ... itu ...".

"Dia akan pergi makan siang denganku", jawab Dipta.

Natya terkejut. Entah sejak kapan lelaki itu ada di belakangnya.

Refan dan Dipta saling beradu tatap.

"Oh dengan Anda. Baiklah, tapi apakah saya boleh bergabung?", tanya Dokter Refan tanpa ragu.

Natya bingung harus memberikan jawaban seperti apa.

"Boleh saja", jawab Dipta pendek.

Natya melirik ke arah suaminya itu seolah meminta alasan kenapa dia mengizinkan Refan untuk bergabung dalam makan siang mereka?.

"Terima kasih. Di mana kita akan makan siang nanti?", tanya Dokter Refan lagi.

"Di Resto Lotus, jam satu siang", jawab Dipta lengkap.

"Ok. Saya akan bergabung. Sekarang saya permisi dulu karena masih ada pasien yang harus saya periksa", Dokter Refan pamit dari hadapan Natya dan juga Dipta.

Dipta hanya menganggukkan sedikit kepalanya sebagai jawaban, sedangkan Natya hanya bisa tersenyum getir karena keadaan kikuk beberapa saat yang lalu.

"Kenapa kamu mengizinkan Dokter Refan ikut bersama kita?", tanya Natya meminta penjelasan pada Dipta.

"Tidak masalah. Hanya sekedar makan siang, bukan?", ujar Dipta santai.

"Iya, tapi ...".

"Kenapa? kamu takut dia tahu kalau kamu istriku?", tanya Dipta asal.

Natya mengerucutkan bibirnya, dia tak suka dengan ucapan Dipta.

"Bukan begitu. Hanya saja ... aku ...", ucapan Natya menggantung.

Dipta menatap istrinya, menunggu dia melanjutkan ucapannya.

"Aku sedang mencoba untuk menjauhinya", terang Natya.

"Kenapa? bukannya kamu bilang dia sangat mencintaimu bahkan ingin menikahimu?", respon Dipta datar.

"Ck, sebetulnya kamu serius tidak sih dengan pernyataan cinta dan permohonan maaf kamu beberapa hari yang lalu?. Aku sudah berusaha menjaga jarak dengannya agar kamu tidak marah atau salah paham lagi. Hargailah sedikit usahaku, Dipta!", tegas Natya kesal.

Entah kenapa Dipta senang sekali membuat istrinya mengomel panjang lebar seperti itu.

Dipta tersenyum tipis, sejujurnya dia tidak suka jika harus mengungkit masalah perasaan Refan dengan istrinya. Tapi, dia senang setiap kali melihat Natya uring-uringan seperti ini.

Selain itu, melihat Refan yang datang mendekati istrinya dan mengajaknya makan siang, Dipta tetiba saja terpikir untuk segera mengakhiri harapan Refan pada Natya.

"Ya kita lihat saja nanti, siapa yang bisa memenangkan hatimu?", ucap Dipta sambil berlalu dari hadapan Natya.

"Iiihh ... kenapa sih dia sangat menyebalkan?", Dipta benar-benar sukses membuat Natya kesal.

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Dipta, Refan, dan Natya sudah duduk bersama di Resto Lotus. Sesuai rencana, mereka akan menikmati makan siang di sana.

"Selamat siang. Silahkan Kakak dilihat dulu menunya", seorang pramusaji datang membawa buku menu ke meja yang sebelumnya sudah dipesan oleh Dipta.

"Terima kasih", Dipta menerima buku menu itu.

"Natya, kamu lebih dulu memilih makanan yang akan kamu pesan", ucap Dipta menyodorkan buku menu di tangannya pada Natya.

Natya tersenyum kikuk. Situasi ini benar-benar sangat kaku.

"Sebaiknya Anda dulu saja yang pesan", jawab Natya dengan mode formal pada suaminya.

Dipta melirik sekilas pada istrinya itu. Dia bisa membaca rasa serba salah yang mendera Natya.

"Kalau tidak keberatan, bolehkah saya merekomendasikan menu favorit di resto ini untukmu?", tawar Dokter Refan.

Refan dan Dipta sebetulnya cukup sering datang ke Resto Lotus, terlebih saat mereka kuliah. Hampir setiap hari keduanya datang ke tempat ini untuk sekedar bersantai atau mendiskusikan tugas kuliah. Jadi, Refan sangat tahu makanan favorit di Resto Lotus.

Natya terdiam, dia bingung harus memberikan jawaban apa.

"Refan, bisakah kita tidak berbicara formal di luar rumah sakit? kamu juga Natya, bicara sewajarnya saja", protes Dipta pada dua orang yang ada di depannya.

"Maaf", jawab Natya pendek.

"Hmm ... baiklah Tuan Dipta Narendra", imbuh Dokter Refan.

Fokus ketiganya kembali ke daftar menu. Dipta memilih beef steak dan orange juice, Refan memilih spaghetti carbonara dan milkshake, sedangkan Natya belum memutuskan menu yang akan ia pesan.

"Aku merekomendasikan menu ini untukmu", Refan menunjuk bake salmon with mushroom sauce pada Natya sekaligus merekomendasikan milkshake seperti yang dipesannya.

"Tidak. Menu untuknya samakan saja dengan pesananku", ujar Dipta pada pramusaji yang melayani mereka bertiga.

Tanpa ragu Dipta menolak rekomendasi menu untu Natya meski gadis itu belum menyatakan mau atau tidak dengan menu tersebut.

"Baik, Tuan", pramusaji itu berlalu dari hadapan Dipta.

"Ck, bisa-bisanya kamu memutuskan sepihak", ucap Refan tak suka.

Dipta tidak berminat merespon ucapan Refan. Begitupun dengan Natya, dia memilih untuk pasrah di tengah situasi ini.

Suasana kembali hening. Dipta, Refan, dan Natya seolah-olaj sibuk dengan isi pikirannya masing-masing.

"Oh ya, Dip, sejak kapan kamu suka mengajak dokter lain seperti Natya makan siang di luar?", selidik Refan.

Dia tahu betul selama ini Dipta tidak pernah menunjukkan ketertarikannya pada perempuan manapun. Selain itu, selama bekerja di rumah sakit, Dipta juga belum pernah terlihat dekat dengan dokter atau pegawai lainnya. Jadi, wajar saja Refan mencurigainya kali ini.

"Apa aku perlu alasan untuk itu?", Dipta balik bertanya.

Refan tersenyum, "Tentu saja karena kamu tidak terbiasa melakukan hal semacam itu. Terlebih yang kamu ajak adalah orang yang aku sukai", Refan melirik Natya yang duduk di dekatnya.

Deg

Natya dibuat terkejut dengan pernyataan Refan. Refan sama sekali tidak tahu kalau sosok lelaki yang saat ini ia ajak berbincang adalah suami Natya.

Dipta tersenyum tipis, "Oh, jadi kamu menyukai Dokter Natya? sejak kapan?".

"Sejak awal dia datang ke rumah sakit. Aku bahkan sudah menyatakan cinta padanya. Sayang, dia belum memberikan jawaban apapun", lagi, Refan melirik Natya yang hanya diam dengan menundukkan kepala.

Perasaan Natya campur aduk antara bingung, tak enak hati, dan merasa bersalah karena dirinya ada di tengah-tengah dua lelaki yang memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

"Aku jadi penasaran, kenapa kamu tidak segera menjawab ungkapan cinta dari Dokter Refan, Natya?", Dipta beralih menatap istrinya dengan serius.

Natya menarik nafas dalam. Sungguh dia tidak menyangka jika acara makan siang ini akan sangat memojokkan dirinya.

"Saya rasa itu bukan urusan Anda, Dokter Dipta!", jawab Natya tegas.

"Begitukah?. Baiklah, kalau seperti itu aku berikan kesempatan untuk kalian berdua menyelesaikan urusan pribadi tersebut", Dipta berucap dengan gaya santainya.

Sekarang dia hanya duduk, menyandarkan diri dengan melipat kedua tangan di depan dadanya.

"Silahkan, jangan sungkan. Anggap saja aku tidak ada di sini", lanjut Dipta. Dia benar-benar bersikap seolah dirinya bukan siapa-siapa di antara Refan dan Natya.

Dipta memang sengaja melakukan hal ini karena dia ingin melihat sejauh mana Natya mengakui keberadaan dirinya sebagai seorang suami.

Natya menelan salivanya dalam-dalam. Dia benar-benar kesal dan bingung dengan situasi ini.

"Natya, maaf, jika pada akhirnya aku membuka semuanya di depan Dipta. Tapi benar yang dia bilang, kita tidak perlu sungkan padanya. Dipta adalah sahabatku sejak kami di bangku SMA. Jadi, dia pasti mengerti posisi kita saat ini", terang Refan.

Deg

Lagi, Natya dibuat terkejut dengan ucapan Refan. Dia baru tahu jika selama ini suaminya dan Refan adalah sahabat dekat.

"Bagaimana bisa aku sebodoh ini?", batin Natya merutuki dirinya sendiri.

"Natya, aku menunggu jawabanmu. Tolong jangan biarkan aku menunggu lagi. Apakah kamu menerima cintaku atau ...".

"Maaf, Dokter Refan. Aku tidak bisa", jawab Natya memotong ucapan Sang dokter.

Refan menatap Natya dengan intens, "Kamu serius? tapi kenapa, Natya?", Refan masih berharap dia tidak salah mendengar jawaban yang diberikan gadis itu.

Natya benar-benar dibuat kalut dengan situasi dan posisinya saat ini.

"Natya?", Refan memanggil lagi nama gadis yang dicintainya itu.

Dipta masih berusaha duduk dengan santai. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan rasa terkejut mendengar jawaban istrinya pada Refan. Meski jujur saja hatinya bersorak bahagia.

"Aku akan menerima apapun keputusanmu, tapi tolong berikan alasan yang jelas kenapa kamu menolakku?", tanya Refan lagi.

Natya masih terdiam, dalam pikirannya berkecamuk banyak hal.

"Haruskah aku mengakui kalau Dipta adalah suamiku?", batin Raya frustasi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!