Natya menarik nafas panjang. Saat ini dirinya sudah berdiri di depan pintu apartemen.
"Hufftt ... aku benar-benar kembali ke tempat ini dan selarut ini", keluh Natya. Dia melirik jam di tangannya sudah hampir lewat tengah malam.
Natya masih mematung, dia sedang mempertimbangkan masuk atau tidak ke dalam apartemen itu.
"Ah, baiklah. Tidak ada pilihan lain", gumam Natya.
Saat dirinya akan memasukkan kode kunci, pintu apartemen sudah terbuka dari dalam.
"Kenapa tidak masuk?", terdengar suara datar Dipta.
Natya mengangkat kepalanya untuk menatap Si pemilik suara.
"Apa kamu tidak lihat kalau aku baru saja akan masuk?", tanya Natya ketus.
Dipta melirik sebentar ke arah istrinya. Kali ini dia tidak berminat meladeni sikap Natya.
"Sudahlah. Ayo, masuk", ajak Dipta. Dia membalik tubuhnya lebih dulu.
Natya menghela nafas malas tapi akhirnya dia mengekor di belakang Dipta.
"Maaf hari ini aku tidak menghadiri acara kelulusanmu. Aku ada operasi mendadak di rumah sakit", ucap Dipta setelah dirinya dan Natya ada di dalam apartemen.
Natya melirik Dipta malas, "Tak apa. Aku juga tidak butuh kehadiranmu di acara itu", ucap Natya sambil mendudukkan dirinya kasar di atas sofa.
Lagi, Dipta hanya bisa menarik nafas dengan sikap istrinya dan tanpa banyak bicara, dia berlalu ke lantai atas.
"Ck, suami macam apa acuh begitu sama istri sendiri?. Apa dia pikir cukup dengan meminta maaf?. Apa dia mau memberiku hadiah atau semacamnya?", Natya mengoceh kesal.
Tak lama, Dipta turun lagi. Dia membawa sebuah hadiah di tangannya.
"Ini buat kamu. Aku harap kamu menyukainya", Dipta memberikan sebuah kado pada Natya.
Natya yang tadi merutuki sikap Dipta kini menatap tak percaya pada lelaki itu.
"Ambillah", Dipta menarik tangan Natya dan menyimpan hadiah kecil darinya di tangan gadis itu.
"Kalau kamu mau makan, aku sudah membelikan makanan. Kalau dingin bisa kamu panaskan di microwave. Aku istirahat duluan", ucap Dipta datar.
Natya hanya melongo melihat kepergian suaminya.
"Terima kasih", gumam Natya setelah Dipta hilang dari pandangannya.
Setelah menerima kado tersebut, Natya tak segera membukanya. Dia memilih untuk menghampiri meja makan.
"Wow, beef steak", seru Natya senang.
Tanpa pikir panjang, dia segera menikmati makanan favoritnya itu tanpa dipanaskan kembali. Setelah kenyang, Natya masuk ke kamarnya. Tak lupa, dia membawa serta kado pemberian Dipta.
"Hmm ... kado kecil begini apa isinya ya?", Natya menggoyang-goyangkan kado di tangannya. Dia mencoba menebak-nebak isi kado itu.
"Sudahlah Natya, jangan berharap banyak dengan kado pemberian Si muka datar itu. Paling juga jempit rambut", celoteh Natya pada dirinya sendiri.
Tangan Natya mulai merobek kertas pembungkus kado diiringi senandung riang dari bibirnya.
"Wah, indah sekali", Natya terperanjat. Dia menatap kalung yang ternyata dijadikan kado oleh Dipta.
Ada kilatan bahagia yang tampak jelas di wajah Natya. Senyum pun ikut terulas di bibirnya.
Natya segera beranjak dari kasur, dia menuju meja rias di samping tempat tidur.
"Kalung ini cantik kalau aku pakai", ucapnya sendiri.
Natya berusaha memakai kalung itu, tapi dia merasa kesulitan.
"Ck, harus menunggu besok untuk mencari orang yang bisa membantuku memasangkan kalung ini", keluh Natya.
Setelah ia berkali-kali gagal melingkarkan kalung di lehernya, akhirnya Natya menyerah. Dia memilih untuk beristirahat saja.
Keesokkan harinya Natya bangun agak terlambat karena semalam dia tidur larut malam.
Aroma lezat yang menyeruak masuk ke dalam kamarnya memaksa Natya untuk bangun.
"Wangi apa sih sepagi ini?", ucap Natya dengan suara serak khas bangun tidur.
Meski kedua matanya belum terbuka sempurna, tapi Natya memilih untuk turun dari tempat tidur. Dia segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah segar dan selesai berdandan, Natya merapikan tempat tidurnya dan keluar dari kamar.
"Selamat pagi. Ayo, sarapan", Dipta menyambut kedatangan Natya.
Gadis itu menatap Dipta dengan tatapan tak percaya.
"Dia kenapa sih? tumben sikapnya ramah begitu. Mana dia membuatkanku sarapan pula", batin Natya.
"Ayo kemari. Nanti sarapanmu dingin lho", ucapan Dipta membuyarkan lamunan Natya.
Dia segera menghampiri meja makan dan duduk di depan Dipta. Di sana sudah tersaji nasi goreng seafood dan juga segelas susu hangat.
"Ini semua kamu yang masak?", tanya Natya tak percaya.
Dipta menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Yakin?", tanya Natya lagi.
"Ya. Aku yang memasak ini semua. Aku tidak tahu kamu suka nasi goreng seafood atau tidak. Tapi aku harap kamu mau mencicipinya", jawab Dipta jujur.
"Terima kasih", jawab Natya. Tak butuh waktu lama, Natya mulai menikmati sarapan paginya itu.
Selama mereka sarapan, tidak ada yang berbicara. Natya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Dipta, pun sebaliknya.
"Masakannya enak juga", batin Natya yang hampir menghabiskan nasi goreng di piringnya.
Setelah sarapan selesai, Natya merapikan piring dan gelas kotor lalu membawanya ke wastafel.
"Tunggu, aku mau bicara", ucap Natya saat Dipta sudah berdiri di dekat pintu.
Dipta membalikkan badannya menghadap Natya.
"Kenapa selama ini kamu tidak pernah bilang kalau kamu dokter di Rumah Sakit Bintang? apa kamu sengaja merahasiakannya dariku?", tanya Natya tajam.
"Apa pekerjaanku penting buatmu?", Dipta balik bertanya.
Natya mengelas nafas kasar, "Kamu tahu, berbulan-bulan aku ada di sana dan aku sama sekali tidak tahu kalau suamiku seorang dokter di rumah sakit itu. Apa maksudmu dengan itu semua?", suara Natya meninggi.
Tanpa disadari Natya, senyum tipis terulas di bibir Dipta saat kedua telinganya menangkap kata suami dalam ucapan Natya.
"Maaf, aku pikir selama ini pekerjaanku tidak penting untuk kamu ketahui karena kamu juga tidak pernah bertanya, bukan?", ujar Dipta santai.
Natya menggelengkan kepalanya, kesal.
"Ya tapi kan seharusnya kamu tetap bilang. Masa kedua sahabatku tahu kamu dokter di Rumah Sakit Bintang, sedangkan aku sama sekali tidak tahu padahal aku beraktivitas di sana. Aku jadi terlihat bodoh di depan mereka", ucap Natya masih berapi-api.
"Ya sudah, sekarang kamu sudah tahu bukan kalau aku dokter di Rumah Sakit Bintang. Terus kamu mau apa?", Dipta menunggu respon Natya.
Natya menunjukkan ekspresi bingung. Memang benar dia kesal karena baru mengetahui profesi Dipta, tapi pertanyaan Dipta juga membingungkan untuk dia jawab.
"Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan dariku, Nona Natya Ekavira Hutomo?", lagi, Dipta bertanya pada istrinya dengan penekanan.
"Ti ... tidak. Tidak ada", jawab Natya kikuk.
Dipta tersenyum tipis, "Ya sudah, kalau begitu aku berangkat lebih dulu. Hari ini kamu ada shift malam, bukan? beristirahatlah dengan baik sebelum nanti kamu sibuk bertugas".
Dipta berbalik lagi menuju pintu.
"Tunggu", Natya menjeda langkah kaki Dipta.
"Apa lagi?", tanya Dipta tanpa melihat Natya.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk hadiahnya", jawab Natya malu-malu.
Dipta kembali membalikkan badannya dan menatap Natya dengan lekat.
"Apa kamu menyukainya?".
Natya melirik sebentar ke arah Dipta dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Syukurlah kalau kamu suka. Apa kamu sudah memakainya?", lagi, Dipta bertanya.
"Belum", jawab Natya pendek.
"Kenapa? bukankah kamu menyukai kalung itu?".
"Aku tidak bisa memakainya sendiri. Semalam aku sudah mencoba berkali-kali tapi tidak mau terpasang juga", jawab Natya jujur.
Lagi, senyum tipis terulas di bibir Dipta.
"Ya sudah, ambil kalungmu dan aku bantu untuk memasangkannya", pinta Dipta.
Entah kenapa, kali ini tidak ada penolakan atau protes dari Natya. Dia segera masuk ke dalam kamar dan mengambil kalung berliontin bintang dari dalam kotak yang sengaja Natya simpan di laci nakas.
"Ini", Natya memberikan kalung dari tangannya.
"Berbaliklah".
Tanpa menunggu instruksi lagi, Natya segera membalik tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang saat tangan Dipta menyentuh lehernya.
"Su ... sudah?", tanya Natya gugup.
"Sebentar", Dipta menyibakkan rambut panjang Natya.
Aroma harum dari parfume yang Natya gunakan menyeruak di hidung Dipta. Sejenak, Dipta menutup kedua matanya, menikmati aroma itu.
"Sudah selesai?", tanya Natya lagi.
Tidak ada respon dari Dipta karena setelah dia terhipnotis dengan aroma tubuh Natya, Dipta kini tengah memerhatikan leher jenjang nan putih milik Natya.
Tetiba saja ada gelanyar aneh di rasakan oleh Dipta saat dirinya melihat pemandangan itu. Ia ingin sekali menyentuh bahkan menciumi leher itu. Tapi Dipta mencoba menahannya.
"Sudah selesai", terdengar Dipta bersuara.
Natya merapikan kembali rambutnya yang tadi disingkapkan oleh Dipta dan berbalik menghadap lelaki itu.
"Kamu cantik", ucap Dipta spontan saat ia melihat penampilan Raya dengan kalung yang sudah melingkar sempurna di lehernya.
Natya terperanjat mendengar ucapan Dipta. Detak jantungnya jadi tak karuan.
"Eee ... aku pamit dulu, sudah siang", ujar Dipta kikuk menyadari ucapannya yang tak biasa.
Natya menganggukkan kepalanya dengan kaku. Dirinya juga merasa tersipu sekaligus malu mendengar pujian dari Dipta.
"Terima kasih", ucap Natya setelah Dipta menghilang di balik pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments