Natya termenung di taman rumah sakit. Dia memikirkan kondisi keuangannya yang semakin menipis.
"Huft, kalau seperti ini terus aku benar-benar akan kehabisan uang", keluh Natya sedih.
"Andai ada pekerjaan yang bisa aku lakukan, berapapun itu, setidaknya aku punya uang dan jangan sampai mengemis pada laki-laki itu", lanjut Natya.
"Ehm ...", sebuah suara membuyarkan lamunan Natya.
"Eh, Dokter Refan", Natya tersenyum tipis saat melihat dokter pembimbingnya berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.
"Maaf, saya tidak sengaja mendengar keluhanmu barusan. Apa ada yang bisa saya bantu?", tanya Dokter Refan. Lelaki itu sekarang sudah duduk di bangku yang ada di seberang Natya.
Natya menggelengkan kepalanya dengan cepat. Rasanya malu sekali ada orang lain yang mengetahui masalah keuangan yang tengah dihadapinya.
"Jangan sungkan jika kamu butuh bantuan", ucap Dokter Refan lagi.
Natya hanya tersenyum mendengar ucapan Sang Dokter.
"Mmm ... begini, sekali lagi saya minta maaf karena tidak sengaja mendengar keluhanmu tadi dan kalau saya boleh membantu, saya rasa informasi ini bisa bermanfaat untuk kamu", Dokter Refan menunjukkan info internship di Rumah Sakit Bintang yang ia terima beberapa saat lalu dari manajemen rumah sakit.
"Internship? apa saya bisa mencoba untuk mendaftar?", tanya Natya tampak tertarik.
Dokter Refan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, "Tentu saja. Info internship di rumah sakit ini biasanya diberikan pada seluruh pegawai, termasuk para dokter dan kami bisa merekomendasikan orang untuk mengisi posisi tersebut. Jika kamu berminat, saya bisa merekomendasikan kamu, bagaimana?", tawar Dokter Refan.
Natya terdiam sejenak, jujur saja sebenarnya dia merasa tak enak pada dokter muda dan ramah itu.
"Sudah saya bilang, kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan", lanjut Dokter Refan seolah dirinya bisa membaca keraguan di hati Natya.
"Mmm ... baiklah, Dok. Saya bersedia direkomendasikan oleh Anda ke pihak rumah sakit", akhirnya Natya mengambil keputusan.
Dokter Refan tersenyum, "Baiklah. Nanti saya akan merekomendasikan kamu, ya. Tapi untuk posisi penempatannya, itu sepenuhnya manajemen rumah sakit yang berwenang. Oh ya satu hal penting lagi yang perlu kamu ketahui, jika selama internship kamu menunjukkan kinerja yang baik, rumah sakit akan akan memberikan peluang untuk mengangkatmu sebagai pegawai tetap di sini", terang Dokter Refan.
"Terima kasih banyak, Dok atas informasi dan bantuannya", Natya tanpa bahagia karena masalah keuangannya akan segera teratasi.
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi duluan ya, ada pasien yang harus saya cek", Dokter Refan pamit dari hadapan Natya.
"Silahkan, Dokter", jawab Natya sopan.
Setelah perbincangan itu, awan kelabu di hati Natya berubah menjadi harapan. Dia bertekad akan bersungguh-sungguh mengikuti internship di rumah sakit ini.
"Terima kasih Tuhan atas bantuannya", ucap Natya bersyukur.
Sementara itu, setelah memeriksa pasien anak, Dokter Refan berinisiatif untuk menemui Dokter Dipta. Kesibukan mereka belakangan ini membuat keduanya jarang sekali bertemu meski mereka bekerja di rumah sakit yang sama.
Tok ... tok ... tok
Dokter Refan mengetuk pintu ruang kerja Dokter Dipta.
"Ya, masuk", terdengar Dokter Dipta merespon ketukan di pintu ruang kerjanya.
Dokter Refan masuk, "Boleh saya duduk?".
"Duduklah", jawab Dokter Dipta pendek, namun matanya kembali beralih ke rekam medis pasien yang tengah ia tangani.
"Bisa kita bicara sebentar?", tanya Dokter Refan lagi.
"Tentu", Dokter Dipta menutup sejenak berkas yang tengah ia baca.
"Begini, beberapa hari yang lalu saya menerima informasi internship di rumah sakit ini dan saya ingin merekomendasikan seseorang untuk menempati menjadi asisten saya di sini".
"Ck, Refan, tidak bisakah mode formalmu itu berubah saat kita berbincang berdua seperti ini? aku risih mendengarnya", protes Dipta.
Ya, Dipta dan Refan adalah sahabat dekat sejak SMA. Mereka berdua bahkan kuliah di universitas yang sama tapi mengambil spesialis kedokteran yang berbeda.
"Maaf, pekerjaan ini membuatku terbiasa berbicara seperti itu denganmu", Dokter Refan tertawa kecil karena bukan kali ini saja Dipta memprotes gaya bicara formalnya itu.
"Bagaimana? apa boleh mahasiswi itu jadi asistenku?", tanya Refan lagi.
Dipta mengerutkan dahi, "Mahasiswi yang sedang melakukan penelitian itu? siapa namanya?", Dipta berpura-pura tidak mengenal Natya.
"Namanya Natya, lengkapnya Natya Ekavira Hutomo. Dia mahasiswi yang beberapa waktu lalu aku ajak ke ruang operasi. Apa kamu sama sekali belum pernah bertemu dengannya? kamu ini calon direktur rumah sakit, Dipta, masa iya ada mahasiswi datang ke sini sampai gak tahu", ucap Refan sangsi.
"Aku belum menjadi direktur rumah sakit ini, Fan. Jadi ya, tidak semua hal aku tahu", Dipta beralasan padahal pembatalan izin penelitian yang dialami Ayu dan Caca itu adalah perbuatannya. Dipta memang ingin hanya Natya saja mahasiswi yang ada di rumah sakit ini agar dia lebih mudah mengawasi gerak-gerik istrinya itu.
"Kamu yakin mahasiswi itu mau dijadikan asisten? ingat, dia belum resmi lulus sebagai dokter, sedangkan internship asisten dokter itu diperuntukkan bagi mereka yang sudah menyelesaikan studi kedokterannya", Dipta menolak secara halus.
"Aku yakin. Selama beberapa bulan ini dia melakukan penelitian, aku lihat kinerja juga bagus. Selain itu dia cerdas, cekatan, fokus, dan ...".
"Apa?".
"Cantik", jawab Refan dengan senyum manis merekah di bibirnya.
"Sepertinya kamu harus memeriksakan matanya itu ke poli mata", ujar Dipta sewot. Jujur saja, meski dirinya belum memiliki perasaan khusus pada Natya, tapi dia tidak suka saat ada lelaki lain yang memuji gadis itu.
"Mataku masih sehat, Dokter Dipta Narendra. Nih lihat", Refan membelalakkan kedua matanya.
"Lagi pula tumben kamu sewot begini? tahun lalu biasa calm kalau ada mahasiswi kedokteran di sini. Jangan-jangan ...", Refan memasang mata penuh selidik.
"Jangan berpikir aneh-aneh. Aku sama sekali tidak tertarik pada mahasiswi seperti itu. Dia terlalu muda untuk bisa menarik perhatianku", kilah Dipta percaya diri.
Refan tertawa, sudah lebih dari sepuluh tahun mereka berdua bersahabat dan Refan paham betul sifat juga karakter Dipta. Sejak dulu, mereka berdua adalah bintang di sekolah, bahkan hal itu berlaku sampai mereka kuliah. Selain karena mereka cerdas, kedua lelaki inipun memiliki penampilan dan wajah di atas rata-rata. Sayang, Dipta selalu menunjukkan sikap datar dan tak peduli pada setiap gadis yang mendekatinya. Berbeda dengan Refan yang sejak dulu terkenal ramah pada siapapun.
"Ya sudah. Pokoknya aku mau Natya menjadi asistenku dan akan aku pastikan dia bekerja dengan baik, ok Pak Direktur", goda Refan.
"Tutup mulutmu dan berhentilah menyebutku seperti itu, telingaku risih mendengarnya", ucap Dipta tak terima.
Lagi, Refan dibuat tertawa dengan sikap sahabatnya itu.
"Aku keluar ya. Ada pasien anak yang sebentar lagi harus aku periksa", Refan beranjak dari tempat duduknya setelah dia melirik sejenak jam di tangannya.
Dipta hanya menganggukkan kepala dan kembali sibuk dengan berkas pasien yang tadi dia periksa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments